Sukses

Misi 13 Tahun ke Saturnus Berakhir... Selamat Tinggal Cassini

Cassini akan mengakhiri misinya pada pukul 6.30 Eastern Time. Di Bumi, sinyal terakhir akan ditangkap pada pukul 08.00, Jumat 15 September.

Liputan6.com, Pasadena - Wahana tanpa awak Cassini yang menjelajahi planet bercincin Saturnus, mulai kehabisan bahan bakarnya.

Pada Jumat 15 September mendatang, adalah misi terakhir Cassini. Sebelumnya pada 25 April lalu, pesawat angkasa luar itu memulai perjalanan grand final, yaitu mendekati antara cincin Saturnus dengan planetnya. 

Habisnya bahan bakar itu berarti membuat Cassini kehilangan nyawa. Wahana itu akan pasrah tertarik atmosfer cantiknya Planet Saturnus. Misi yang dimulai pada 1 Juli 2004 lalu pun berakhir.

Selama 13 tahun, Cassini telah memberikan sejumlah gambar menakjubkan di Saturnus. Termasuk kelahiran dari sebuah gunung, merasakan 'lautan alien' dan menyaksikan badai raksasa yang mengelilingi seluruh planet.

Menjelang ajalnya, Cassini masih akan mengirim data-data terbaru tentang komposisi planet, selama antenanya masih mengarah ke Bumi. Dikutip dari CNN pada Kamis (14/9/2017), tak ada pesawat angkasa luar yang sedekat itu dengan Saturnus selain Cassini.

"Anda bisa berpikir Cassini sebagai penyelidikan Saturnus pertama," kata Linda Spilker, ilmuwan proyek Cassini.

Kontak dengan Cassini diperkirakan akan berakhir pada Jumat mendatang. Sambungan komunikasi akan segera menghilang, dan Cassini akan memasuki atmosfer Saturnus dengan kecepatan yang tinggi.

Dua menit kemudian, Cassini akan terbakar dan hancur berkeping-keping. Sisa-sisa tubuhnya akan meleleh karena tingginya temperatur dan tekanan planet raksasa itu.

Diperkirakan, Cassini akan mengakhiri misinya pada pukul 6.30 Eastern Time. Di Bumi, sinyal terakhirnya akan ditangkap pada pukul 08.00, Jumat 15 September 2017. 

"Sinyal terakhir pesawat antariksa itu akan seperti gema," kata Earl Maize, manajer proyek Cassini. "Sinyal akan menyebar di tata surya hampir satu setengah jam setelah Cassini sendiri telah pergi."

Akhir Dramatis

Cassini melakukan pendekatan paling dekat dengan Titan, Bulan milik Saturnus, pada Senin lalu. Menurut tim, ini seperti 'kecupan terakhir' bagi seluruh ilmuwan di Bumi karena mereka memberikan bantuan gravitasi sebelum memasuki misi terakhir Saturnus.

Para ilmuwan misi dan operator memberi Cassini pengiriman cepat bantuan gravitasi dengan sengaja.

Sementara banyak pilihan lain dipertimbangkan - seperti "parkir" wahana antariksa di orbit sekitar Saturnus. Namun, mereka tidak ingin mengambil risiko Cassini bertabrakan dengan Bulan milik Saturnus manapun.

Data dan pengamatan Cassini mengungkapkan bahwa meski nampaknya tidak ramah bagi kita, dua bulan Saturnus, Enceladus dan Titan, berpotensi dihuni kehidupan. Dan NASA tidak ingin mengambil risiko mencemari bulan itu atau studi masa depan kelak dilakukan di bulan tersebut dengan partikel Bumi.

Pendapat NASA sangat beralasan. Cassini telah berada di luar angkasa selama 20 tahun - tujuh tahun menghabiskan waktu bepergian ke Saturnus, 13 tahun berada di dalam sistem Saturnus - mikroba dari Bumi yang menempel di pesawat ruang angkasa itu masih bisa hidup meski tanpa udara, air atau perlindungan dari radiasi.

"Berakhirnya misi Cassini begitu menyenangkan sekaligus sedih," ujar Linda Spilker.

"Apa yang terjadi adalah seperti melihat sebuah akhir namun juga permulaan. Jumat 15 September adalah akhir dari mengoleksi data. Namun, ini adalah awal dari wasiat di mana para ilmuwan dan insinyur akan keluar dari misi ini dan bergabung dengan misi lainnya. Membawa apa yang mereka pelajari dari Cassini," lanjutnya.

"Tampaknya, memori dari misi Cassini ke Saturnus, akan selalu di hati kita semua hingga tahun-tahun mendatang...," tutupnya.

Saksikan video grand final hingga berakhirnya misi Cassini berikut ini:

 

Selamat tinggal, Cassini...

 

 

2 dari 2 halaman

Berawal dari Galileo Galilei

Sejak lama Planet Saturnus memesona manusia. Ia adalah 1 dari 5 planet yang bisa dilihat dengan mata telanjang, dalam rupa sebagai bintang paling terang di langit malam.

Pada tahun 1610, Galileo Galilei menjadi yang pertama mengamatinya menggunakan teleskop. Namun, alat optik itu begitu keruh, kualitas lensanya kurang, resolusinya pun terbatas.

Dengan alat yang masih sederhana itu, Galileo mengamati adanya 'pendamping' yang selalu berada di samping Saturnus. Sang ilmuwan pun lantas menyebut Saturnus sebagai planet kembar tiga, yang hampir bersinggungan. Di mana yang tengah memiliki ukuran sekitar 3 kali lebih besar dibandingkan yang lainnya.

Padahal pendamping itu sejatinya adalah objek mirip cincin yang melingkari planet keenam dari Matahari itu.

Belakangan, pada 1659, astronom Belanda Christiaan Huygens yang juga mengamati Saturnus, menemukan bahwa planet itu memiliki sistem cincin. Ia juga menjadi yang pertama menemukan Titan, satelit Saturnus yang disebut-sebut punya potensi menopang kehidupan karena punya kemiripan dengan planet manusia.

Dengan makin canggihnya teleskop, manusia mengetahui bahwa cincin Saturnus sejatinya adalah sistem partikel.

Rasa penasaran manusia tentang 'planet cincin' itu tak pernah pupus. Sejarah mencatat, pada tanggal 1 Juli 2004, pesawat luar angkasa Cassini-Huygens, dalam misi kolaborasi antara Amerika dan Uni Eropa berhasil masuk dalam orbit Saturnus.

Pesawat itu berhasil mengambil gambar jarak dekat cincin tersebut. Untuk mencapainya, Cassini harus melakukan perjalanan selama 6 tahun dengan jarak 3 miliar kilometer menuju Saturnus.

Menurut BBC History, misi proyek sebesar US$ 3,3 ini diperuntukan untuk mempelajari Saturnus selama 4 tahun. Dalam jangka waktu tersebut, Cassini harus mengelilingi orbit Saturnus sebanyak 75 kali dalam 31 bulan untuk mempelajari cincin tersebut.

Pada saat pertama kali berhasil masuk ke dalam orbit, ruangan kontrol di Nasa's Jet Propulsion Laboratory di California, dipenuhi oleh teriakan bahagia dan tepuk tangan.

'Petualangan' Cassini adalah salah satu misi yang paling bahaya. Pesawat tanpa awak ini harus melakukan berbagai macam manuver untuk masuk ke dalam posisi yang tepat. Para ilmuan dan teknisi harus pasrah, bahwa merekatidak bisa melakukan apapun apabila ada kerusakan terjadi. Hal ini dikarenakan adanya jeda waktu komunikasi 80 menit antara Cassini dan misi kontrol di Bumi.

"Ini adalah momen di mana semua orang menggigit jarinya, namun ketika dia berhasil memberi gambar, semua perasaan was-was terbayarkan," kata Bob Mitchell, program manajer Cassini.

Cassini dalam misinya harus berjalan di antara ruang kosong di cincin Saturnus demi mendapatkan foto paling close up. "Saya sampai menangis, ini begitu indah," kata ketua tim pengambilan gambar, Carolyn Porco.

Selain berhasil mengambil foto close up cincin Saturnus, Cassini berhasil mengambil foto bulan-bulan planet itu. Di antaranya adalah Titan, bulan paling besar milik Saturnus. Para ahli percaya, partikel seputar Titan mirip seperti partikel Bumi sebelum kehidupan dimulai.