Liputan6.com, Oxford - Konsep nol sebagai angka merupakan hal yang revolusioner dalam bidang matematika. Para ahli sejarah sudah lama mengetahui bahwa konsep itu berasal dari India, tapi kejelasan asalnya masih buram.
Baru-baru ini, para ilmuwan di University of Oxford, Inggris, mengumumkan acuan tertua pada angka nol di India. Temuan itu tertera pada suatu manuskrip yang berasal dari abad ke-3 atau 4.
Dikutip dari Live Science pada Sabtu (16/9/2017), Perpustakaan Bodleian di University of Oxford sudah lama memiliki lembaran terkenal dari India tersebut, tepatnya sejak 1902.
Advertisement
Pada 1881, seorang petani menggali teks tersebut di tanah ladang di Desa Bakhshali, Peshawar, yang sekarang termasuk dalam wilayah Pakistan.
Manuskrip itu terdiri dari 70 helai kulit pohon dan berisi ratusan angka nol dalam bentuk titik.
Baca Juga
Titik-titik itu bukanlah angka nol seperti yang kita kenal dalam sistem angka masa kini. Sebelum angka nol menjadi suatu angka sendiri, ia digunakan sebagai angka pengisi untuk membentuk angka yang lebih besar. Misalnya, seperti angka nol dalam bilangan 101.
Kebudayaan-kebudayaan yang lebih tua menggunakan pengisi seperti itu. Misalnya, bangsa Maya yang menggunakan simbol kerang dan bangsa Babilonia yang menggunakan gambar pasak berganda.
Namun, profesor matematika bernama Marcus du Sautoy di University of Oxford mengatakan bahwa pengisi angka nol dalam manuskrip Bakhshali tetaplah sesuatu yang menarik.
Alasannya, temuan itu menjadi cikal bakal konsep nol sebagai angka sendiri yang muncul beberapa abad kemudian, dan menjadi sesuatu yang dianggap sebagai salah satu momen besar dalam sejarah matematika.
Konsep nol sebagai angka yang melambangkan ketiadaan mutlak membuka jalan bagi aljabar, kalkulus, dan ilmu komputer.
Teks pertama yang membahas nol sebagai hal yang numerik adalah karya ahli astronomi India bernama Brahmagupta. Karya berjudul "Brahmasphutasiddhanta" tersebut ditulis pada 628 M.
Â
Kebingungan Menentukan Usia Manuskrip
Sebelumnya, para peneliti mencoba menentukan umur manuskrip Bakhshal berdasarkan gaya tulisan dan bahasa.
Penelitian teranyar di Jepang menyimpulkan bahwa teks itu kemungkinan besar dituliskan antara Abad ke-8 dan 12.
Sementara itu, peneliti dari Oxford menggunakan penanggalan radiokarbon, yaitu suatu cara mengukur kandungan isotop karbon dalam materi organik untuk menentukan usianya. Isotop adalah variasi suatu unsur yang memiliki jumlah neutron berbeda pada inti-inti unsur.
Hasilnya malah menimbulkan pertanyaan baru karena manuskrip Bakhshali mungkin berupa teks jamak, bukan sekadar teks tunggal.
Penanggalan karbon menghasilkan tiga tanggal berbeda untuk beberapa bagian manuskrip. Bagian tertua bertarikh antara 224 M hingga 383 M, tapi dua bagian lain bertarikh 680 M – 779 M dan 885 M – 993 M.
"Mungkin saja manuskrip Bakhshali terdiri lebih dari satu teks. Masih diperlukan penelitian tambahan untuk mengerti apa yang tercakup dalam manuskrip tersebut," demikian pernyataan seorang peneliti yang juga seorang ahli bahasa Sanskrit di Perpustakaan Bodleian, Camillo Formigatti.
Advertisement