Liputan6.com, Pyongyang - Bebal. Keras kepala. Mungkin itu adalah dua kata yang menggambarkan Korea Utara dengan program nuklirnya yang membahayakan dunia internasional.
Berbagai peringatan hingga sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat malah membuat Korea Utara menjadi-jadi dalam melakukan uji coba misil.
Bahkan pada 29 Agutus dan 15 September lalu, Korea Utara melontarkan misil hingga melewati langit Jepang dan jatuh di perairan Samudra Pasifik. Hal itu membuat Negeri Matahari Terbit dan AS geram.
Advertisement
Sanksi lebih ketat pun dijatukan. AS meminta negara-negara untuk memutuskan hubungan diplomatik dan bisnis dengan Korut. Permintaan itu direspons oleh Meksiko, Peru, Kuwait dan yang terbaru Spanyol.
Empat negara itu sepakat untuk mengusir Duta Besar Korut dari negaranya.
Alih-alih melunak, Korea Utara mengeluarkan pernyataan keras terhadap sanksi itu.
Merespons sanksi terbaru PBB, Pyongyang menyebutnya, "paling keji, tak beretika dan tidak berkemanusiaan".
Dikutip dari BBC pada Selasa (19/9/2017), pernyataan itu dikeluarkan oleh menteri luar negeri Korea Utara yang dikutip oleh media corong pemerintahan Kim Jong-un, KCNA.
"Langkah keras dari PBB beserta AS bersama sekutunya untuk menjatuhkan sanksi dan tekanan kepada DPRK (Democratic People's Republic of Korea) hanya akan membuat kami mempercepat dan meningkatkan kekuatan nuklir negara kami."
Menlu Korut juga mengatakan bahwa tujuan sanksi PBB yang baru, yang disetujui pada 11 September, adalah untuk "membasmi secara fisik orang-orang, sistem dan pemerintahan negara kami".
Sanksi tersebut merupakan upaya untuk membuat Korea Utara kehabisan bahan bakar dan pendapatan untuk program persenjataannya. Larangan impor minyak dan ekspor tekstil Korut juga turut dibatasi.
Sanksi itu dijatuhkan setelah uji coba nuklir keenam dan paling kuat yang dilakukan Pyongyang pada awal bulan ini.
Namun, sanksi pembatasan itu dikritik karena dianggap tidak efektif, sebab Korut masih bisa berdagang dengan negara lain.
Satu-satunya sekutu Pyongyang yaitu China adalah negara yang bertanggung jawab atas pertumbuhan ekonomi Korut yang tahun lalu mencapai 3,9 persen.
Â
Dunia Merespons Pernyataan Korut
Program persenjataan nuklir dan rudal Korea Utara diharapkan akan mendominasi pidato Presiden Donald Trump di depan Sidang Majelis Umum PBB.
Sebelumnya, Trump telah memperingatkan kepada Korea Utara, "seluruh pilihan ada di atas meja dan Korea Utara akan menghadapi api kemarahan jika terus menerus mengancam AS".
Dalam perbincangan telepon antara Trump dan Presiden China Xi Jinping, keduanya berkomitmen untuk "memaksimalkan tekanan kepada Korea Utara lewat penegakan kuat resolusi Dewan Keamanan PBB". Demikian kata Gedung Putih.
Washington telah berulang kali mendesak Beijing untuk mengambil tindakan lebih untuk mengendalikan Pyongyang, sementara China mengatakan bahwa AS harus menahan diri untuk tidak mengeluarkan lebih banyak ancaman.
Rusia juga mengkritik apa yang digambarkannya sebagai "retorika agresif" dari AS.
China dan Rusia hanya menyetujui sanksi baru PBB setelah draft yang diajukan AS diperlunak.
Pertemuan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, para menteri luar negeri kedua negara tersebut menegaskan kembali seruan mereka bahwa krisis tersebut harus diselesaikan dengan diplomasi. Demikian pernyataan dari kementerian luar negeri Rusia mengatakan.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement