Sukses

Rekor, 1.000 Pelari dari 34 Negara Ikut Lomba Lari Ultra Bromo

Jumlah seribuan peserta dari beberapa negara dalam lomba lari ultra di Bromo mengejutkan pihak penyelenggara.

Liputan6.com, Surabaya - Ribuan pelari ultra-trail atau pelari lintas alam ultra ambil bagian dalam event Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra yang digelar pada 3 hingga 5 November 2017. Mereka berasal dari 34 negara termasuk pelari tuan rumah.

Jumlah ribuan peserta ini tak lepas dari tren positif perkembangan ultra-trail, baik di dunia dan khususnya di Tanah Air. Sebuah lomba lari lintas alam disebut ultra apabila memperlombakan jarak lari di atas jarak lari maraton atau di atas 42 km.

Padahal, saat lomba BTS ini digelar pertama kali pada 2013 lalu oleh Hendra Wijaya, pesertanya hanya 107 orang. Pada 2016, ada 545 pelari. Jika bandingkan pada tahun 2017 pesertanya melonjak besar dan malah mencetak rekor.

Kini ada minimal 1.000 pelari yang lolos kualifikasi dan turun dalam lomba yang mengandalkan kekuatan mental dan fisik itu.

Disebut minimal karena jumlah yang mendaftar sebenarnya ada 1.303 pelari. Namun, banyak dari mereka yang belum memenuhi kualifikasi untuk ikut berlari di nomor yang mereka kehendaki.

Penyelenggara bersikap tegas soal kualifikasi ini.

"Pada saat 2013, peserta 170 km hanya lima orang, itu pun persyaratan kualifikasinya diperlonggar. Tapi sekarang pesertanya menunjukkan pertambahan yang signifikan. Alam kita indah dan cuaca kita mendukung untuk lari sepanjang tahun," kata Kang HW.

Salah satu pelari yang turut serta dalam kompetisi Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra 3-5 November 2017 (Dokumentasi/btsultra.com)

Ada empat nomor yang diperlombakan dalam BTS Ultra 2017.

Jarak yang terjauh 170 km, dan diikuti 42 pelari laki-perempuan. Peserta untuk nomor ini kualifikasinya harus sudah pernah finis lari ultra-trail 100 km dalam lomba sebelumnya. Hampir seluruh pelari elite ultra-trail Indonesia turun di nomor ini.

"Berikutnya jarak 102 km ada 143 pelari (syaratnya harus sudah finis lomba lari ultra-trail 50 km), 70 km ada 338 pelari (syaratnya harus pernah finis lomba lari ultra-trail 21 km atau full maraton 42 km), dan 30 km (tanpa kualifikasi) ada 454 pelari," sambung Race Director BTS Ultra Rudi Rochmansyah.

Lomba ini selenggarakan oleh FOne Sport dan didukung oleh Kementerian Pariwisata; Kepolisian Republik Indonesia; Taman Nasional BTS; Pemerintah Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang; serta Pemprov Jawa Timur.

Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan event ini sangat sesuai dengan misi Jawa Timur menggalakkan sport tourism. Kehadiran event ini sangat positif sebagai promosi pariwisata di Jawa Timur.

"Makanya begitu saya tahu ada event ini, kami memberikan dukungan penuh," kata Gus yang berharap event tersebut bisa terus diselenggarakan setiap tahun dan akan menjadi kalender pariwisata di Jawa Timur.

Dia juga berharap para trail runners Jatim bisa merebut minimal salah satu tempat di podium. "Saya tahu Jatim juga punya banyak pelari trail yang hebat dan berkualitas," jelas Gus.

2 dari 2 halaman

Finisher

Setiap nomor dalam lomba lari tersebut ada cut off time (COT) atau batas waktu maksimal bagi pelari untuk bisa disebut finisher atau penamat, sehingga lomba menjadi kompetitif. Jika seorang pelari menyentuh garis finis tapi dia sudah melebihi COT, maka tak lagi dihitung sebagai finisher.

COT untuk masing-masing nomor adalah 170 km 46 jam, 102 km 32 jam, 70 km 18 jam, dan 30 km 7 jam.

Seluruh nomor yang diperlombakan start dan finis di Lava View Hotel, Desa Wonokitri, Cemoro Lawang, Tosari, Pasuruan, Jawa Timur. Hanya rutenya yang dibedakan antarnomor, tapi semua rute berada di kawasan BTS.

Sebagai contoh untuk rute 170 km start di Lava View Cemoro Lawang lalu turun ke lautan pasir Bromo dan naik ke bukit B29. Selanjutnya menuju Ranu Pane, dan masuk ke jalur pendakian Gunung Semeru mulai Ranu Kumbolo hingga Kalimati.

Salah satu pelari yang turut serta dalam kompetisi Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra 3-5 November 2017 (Dokumentasi/btsultra.com)

Kemudian peserta turun menuju ke jalur Ayak-Ayak, Ngadas. Jalak Ijo, Kandangan, Pananjakan, Jetak, B29, Jemplang, Bromo. Batok, dan finis di Cemoro Lawang. Jalur tersebut diberi pertanda (marking) dan ada marshall (penjaga) di beberapa titik demi keamanan peserta.

"Lomba ultra-trail tentu lebih berat dibanding lari di jalanan datar atau road makanya kualifikasi dilakukan dengan ketat mengingat keselamatan bersama. Untuk jarak 170 km gain-nya (tanjakan) 10.000 m, 102 km gain 5.265 m, 70 km gain 3.000 m, dan 30 km gain 1.332 m," ujar Rudi yang juga Race Director Rinjani.

Untuk pelari yang berhasil menamatkan lomba -- khusus untuk nomor 170 km, 102 km, dan 70 km -- mereka akan mendapatkan poin. Di mana poin itu dapat digunakan sebagai salah syarat untuk ikut lomba lari serupa, yaitu di UTMB (Ultra-Trail du Mont Blanc).

UTMB adalah lomba impian bagi pelari trail yang dilangsungkan di Prancis, Swiss, dan Italia.

"Semua kombinasi ini ada di BTS. Panas dan dingin sekaligus. Lomba yang menawarkan poin UTMB dengan berlari di lautan pasir Bromo, menerabas padang savana rumput, menembus lebat hutan di Semeru, hingga tenangnya air di Danau Ranu Kumbolo, membuat lomba ini semakin diminati peserta," sambung Rudy.

Salah satu peserta yang akan turun di nomor 170 km adalah Fandi Ahmad alias Agi. Dia adalah langganan podium 1 lari ultra-trail di Indonesia belakangan ini.

Terakhir Agi juara satu lari ultra-trail Bandung 100 km.

Agi yang baru saja pulang dari lomba PTL sejauh 320 km (Petite Trotte à Léon, salah satu race di UTMB) ini mengaku, dirinya tertantang untuk turun di nomor 170 km karena sebagai anak bangsa dia harus bisa bersaing dengan pelari negeri lain.

"Saya akan berusaha untuk menjuarai lomba ini. Event ultra-trail dalam negeri seharusnya dijuarai anak bangsa," kata Agi bertekad.

Â