Liputan6.com, Jakarta - Venezuela tengah dilanda krisis politik dan menimbulkan efek samping berupa aksi protes masyarakat yang tak kunjung henti, bentrokan antara kubu oposisi dengan kelompok pro pemerintah, hingga kelangkaan bahan makanan merupakan sejumlah dampak.
Melalui sejumlah pertemuan, dihasilkanlah Caracas Proclamation atau Proklamasi Caracas.
Dalam keterangan tertulis yang Liputan6.com terima dari Kedutaan Venezuela, Senin (25/9/2017), pernyataan tersebut diproduksi oleh perwakilan organisasi politik, sosial, agama, serikat pekerja dan intelektual dari 60 negara di seluruh dunia.
Advertisement
Seluruh peserta penggagas Proklamasi Caracas itu berkumpul di Caracas dari 16 hingga 19 September 2017, dan menghadiri dialog internasional demi terciptanya perdamaian di Venezuela.
Baca Juga
Acara tersebut diberi tajuk "We are all Venezuela: Dialogue for peace, sovereignty and Bolivarian Democracy".
"Kami, perwakilan organisasi politik, sosial, keagamaan dan serikat buruh serta tokoh dan intelektual dari 60 negara di dunia telah berkumpul di Caracas dari 16 September sampai 19 September 2017, dalam rangka Konferensi Dunia 'Todos Somos Venezuela: Dialogue for Peace, Sovereignty and Bolivarian Democracy'...," demikian petikan dokumen Proklamasi Caracas tersebut.
"Kami dengan tegas mendukung rakyat dan pemerintah Venezuela dalam menghadapi serangan imperialisme AS, yang setiap hari memperburuk tindakan yang mendestabilkan terhadap Tanah Air Bolivarian. Tindakan ini telah mencapai ekspresi paling dramatis mereka dalam kekerasan fasis yang terjadi antara April dan Juli tahun ini, yang menyebabkan keseimbangan yang tidak menguntungkan berujung meninggalnya 115 warga yang meninggal, ribuan korban luka, kerusakan umum dan agresi psikologis terhadap seluruh rakyat Venezuela."
Dalam proklamasi tersebut, disebutkan bahwa mereka akan terus mendukung Venezuela untuk keluar dari krisis melalui jalur dialog. "Kami juga melampirkan langkah nyata yang harus diambil oleh Pemerintah Venezuela untuk keluar dari krisis...".
Pemerintah Venezuela juga menyatakan, tak akan pernah berhenti memperjuangkan perdamaian negara dan terbebas dari krisis politik yang membelenggu.
Saat ini, agresi politik imperialisme AS dilakukan secara pribadi oleh Presiden AS Donald Trump, yang tidak hanya mengancam untuk menggunakan kekuatan militernya melawan Venezuela, tapi juga memimpin pengepungan diplomatik yang jarang terlihat dari Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS), dengan partisipasi dari beberapa pemerintah di wilayah tersebut untuk merongrong kekuatan demokrasi Bolivarian.
Pada saat yang sama, melalui Perintah Eksekutif, Trump meresmikan pelaksanaan blokade keuangan yang telah diterapkan "untuk mencekik ekonomi Venezuela."
Â