Sukses

Presiden Brazil Kecam Penahanan Pendiri Wikileaks

Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menyatakan "solidaritas" kepada pendiri Wikileaks Julian Assange yang kini ditahan, dan mengecam penangkapan aktivis Australia sebagai pukulan terhadap "Kebebasan berpendapat."

Liputan6.com, Brasilia: Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menyatakan "solidaritas" kepada pendiri Wikileaks Julian Assange yang kini ditahan, dan mengecam penangkapan aktivis Australia sebagai pukulan terhadap "Kebebasan berpendapat."

Pada acara publik di ibu kota Brazil, Kamis (10/12), Lula mengecam penangkapan Assange dan menyatakan "solidaritas dengan mengekspos dokumen" WikiLeaks. Assange telah "menyiarkan kawat-kawat diplomasi yang biasanya tak bisa ditampilkan," kata Lula, yang mengkritik kegagalan pemerintah-pemerintah lainnya untuk menentang penahanan Assange. "Mereka telah menangkap dia dan saya tidak mendengar begitu banyak terhadap protes tunggal untuk kebebasan berekspresi," katanya.

Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan tuntutan terhadap Assange, yang bersumber dari tuduhan perkosaan oleh dua perempuan di Swedia, tidak ada hubungannya dengan pembocoran dokumen. "Tuduhan-tuduhan yang menyebabkan Assange ditangkap tidak terkait dengan WikiLeaks," kata juru bicara Charles Luoma-Overstreet dalam email kepada AFP.

WikiLeaks telah membuat marah pemerintah di seluruh dunia dengan melepaskan ribuan kabel diplomatik AS yang merinci segala sesuatu dari pandangan China terhadap Korea Utara sampai deskripsi yang tidak menarik dari para pemimpin dunia. Mereka adalah bagian dari simpanan sekitar 250.000 kawat diplomatik WikiLeaks yang rencananya akan dirilis secara bertahap.

Assange, warga Australia berumur 39 tahun, menyerahkan diri ke polisi pada Selasa dan masih berada di balik jeruji besi di penjara London. Tanggal 14 Pendiri Wikileaks ini pertengahan Desember ini akan diperiksa mengenai kemungkinan untuk mengekstradisinya ke Swedia, tempat dia dicari untuk disidangkan berkaitan dengan tuduhan perkosaan dan kekerasan seksual. (AFP/Ant/ARI)
(H-AK/S008/A038)
    Video Terkini