Sukses

Di Tengah Krisis Nuklir Korut, PM Abe Akan Percepat Pemilu Jepang

Dipercepatnya pemilu dinilai dapat menguntungkan Abe, memuluskan rencananya untuk merevisi berbagai kebijakan.

Liputan6.com, Tokyo - Perdana Menteri Shinzo Abe dikabarkan berencana untuk menyegerakan pemilu Jepang pada 2017, atau satu tahun lebih cepat ketimbang jadwal yang sudah ditentukan.

Analis menilai, hal itu dilakukan agar Abe mampu mendulang keuntungan politik lebih awal dari para saingan dan memuluskan langkahnya agar kembali menduduki kursi PM Jepang.

Pengamat juga menduga, ada sejumlah motif yang membuat Abe berambisi untuk menjadi PM Jepang selama tiga periode berturut-turut. Salah satunya, demi meloloskan revisi pasal di konstitusi yang mengatur doktrin pasifisme militer Jepang. Demikian seperti dilansir CNN, Selasa (26/9/2017).

Selain itu, seperti dikutip dari The Guardian, dalih Abe untuk mempercepat pemilu juga ditujukan untuk merevisi sejumlah kebijakan guna mengatasi 'krisis nasional'. Mandat itu berupa revisi kebijakan pajak nasional, dana jaminan sosial dan kesehatan, serta anggaran pendidikan. 

"Saya akan mendemonstrasikan kepemimpinan yang tangguh untuk menghadapi krisis nasional. Itu tugas saya sebagai pemimpin dan perdana menteri," jelas Abe dalam sebuah pidato pada Senin kemarin.

Ambisi Merevisi Konstitusi Jadi Motif Utama?

Sejak 2014, PM ke-63 Jepang itu mendesak parlemen untuk merevisi Artikel 9, Konstitusi Jepang. Dalam artikel konstitusi itu, terdapat klausa yang melarang militer Jepang untuk berpartisipasi pada konflik internasional (pasifisme), sebagai reaksi atas keterlibatan mereka pada Perang Dunia II.

Amerika Serikat mendukung revisi itu. Sementara China dan Korea Selatan --negara yang diinvasi Jepang pada PD II-- menolak keras rencana tersebut.

Jika ambisi Abe berhasil, maka untuk pertama kali sejak 1947, militer Jepang secara legal dapat dikerahkan pada konflik bersenjata internasional. Terkhusus, untuk merespons ancaman Korea Utara yang tengah intens melancarkan tes rudal dan bom nuklir. Bahkan, dua dari sejumlah rudal itu sempat melintas di langit Jepang utara.

"Kita tidak boleh menyerah pada ancaman Korea Utara. Saya berharap untuk meraih kepercayaan masyarakat pada pemilu berikutnya dan mendorong diplomasi lebih awal," jelas sang PM pada Senin kemarin.

Jajak pendapat publik terkait pemerintahan Abe cenderung positif, karena dipengaruhi oleh cara sang PM mengambil sikap terkait isu rudal Korut.

Namun, pemerintahan pria yang juga menjabat sebagai presiden partai Liberal Democratic Party (LDP) itu, turut diterpa sejumlah isu yang secara drastis melemahkan jajak pendapat publik terhadapnya.

Seperti, dua skandal korupsi yang diduga melibatkan Abe dan sang istri. Serta, pengunduran diri Menteri Pertahanan Tomomi Inada --yang diduga tak sejalan dengan agenda Abe untuk merevisi konstitusi pasifisme militer Jepang.

Analis menduga, rencana sang PM untuk mempercepat pemilu merupakan sebuah strategi politik. Karena Abe tak ingin menunda pemilihan terlalu lama, apalagi menunggu hingga jajak pendapat publik terhadap pemerintahannya anjlok.

"Abe sadar dukungan terhadapnya mulai menurun dan ia nampak tak mampu berbuat apa-apa terkait itu," jelas Koichi Nakano, profesor ilmu politik Sophia University Tokyo.

2 dari 2 halaman

Butuh Dukungan Rakyat dan Parlemen

Merevisi konstitusi seperti ambisi Abe, membutuhkan 2/3 suara mayoritas parlemen, baik Senat (House of Councillors), Kongres (House of Representatives) dan referendum nasional.

Saat ini, partai pendukung Abe --koalisi antara LDP dan partai Komeito-- menduduki 316 kursi kongres dari total 475. Sementara di Senat, LDP - Komeito menduduki 146 kursi dari total 242.

Sedangkan, referendum nasional menggunakan format pemilihan umum, yakni rakyat Jepang menggunakan hak pilih untuk menyetujui atau tidak menyetujui revisi konstitusi.

Namun, pengamat menyebut, upaya Abe untuk merevisi Artikel 9, justru akan terhambat di referendum nasional.

"Abe sadar bahwa rakyat Jepang tak menganggap persoalan revisi Artikel 9 adalah isu prioritas," jelas Koichi Nakano, profesor ilmu politik di Sophia University Tokyo.

"Maka, salah satu cara agar isu itu menjadi prioritas rakyat adalah dengan menggencarkannya melalui kampanye pemilu nasional yang dipercepat. Rencana Abe (untuk merevisi Artikel 9, Konstitusi) dapat mulus, jika isu yang telah populer itu menjadi mandat nasional di Jepang," tambahnya.

Â