Liputan6.com, Kuala Lumpur - Malaysia mengumumkan larangan bagi warganya untuk bepergian ke Korea Utara. Kebijakan ini diambil di tengah meningkatnya tekanan diplomatik terhadap negara pimpinan Kim Jong-un tersebut.
Seperti dilansir The Washington Post yang mengutip The Associated Press pada Kamis (28/9/2017), Kementerian Luar Negeri Malaysia mengumumkan larangan tersebut pada hari ini. Kebijakan tersebut akan terus berlangsung hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.
Larangan tersebut dapat memengaruhi pertandingan sepak bola kualifikasi Piala Asia antara Malaysia dan Korut yang dijadwalkan berlangsung pada 5 Oktober di Pyongyang. Pertandingan antara keduanya sudah dua kali tertunda karena masalah keamanan.
Advertisement
Baca Juga
Ketika ditanya terkait hal tersebut, Asosiasi Sepak Bola Malaysia mengatakan kelak akan merilis sebuah pernyataan.
Kebijakan teranyar Malaysia ini merupakan dampak dari sikap bandel Korut yang tetap saja melanjutkan uji coba rudal dan nuklir meski sudah berulang kali dijatuhi sanksi.
Malaysia adalah satu dari sedikit mitra diplomatik Korut yang tersisa. Namun, hubungan kedua negara juga tengah diwarnai ketegangan dipicu kematian Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un. Pria itu tewas di bandara internasional Kuala Lumpur pada Februari lalu.
Kematian Kim Jong-nam sempat membuat Pyongyang dan Kuala Lumpur menerapkan larangan perjalanan bagi warga negara satu sama lain. Meski demikian, setelah tercapai kesepakatan pada bulan Maret, larangan tersebut dicabut.
Meningkatnya Tekanan terhadap Korut
Seiring dengan berlanjutnya program nuklir dan rudal Korut, sanksi ketat dan tekanan diplomatik terhadap negara itu pun ikut meningkat.
Meksiko menjadi negara pertama yang mengambil kebijakan mengusir Duta Besar Korut dari negaranya. Langkah itu diambil sebagai bentuk protes atas uji coba nuklir keenam Korut yang dilakukan pada 3 September lalu.
"Kegiatan nuklir Korea Utara merupakan risiko serius bagi perdamaian dan keamanan internasional serta merupakan ancaman bagi negara-negara di kawasan, termasuk sekutu penting Meksiko seperti Jepang dan Korea Selatan," demikian pernyataan Kemlu Meksiko.
Kemlu Meksiko lebih lanjut menyebutkan, kebijakan Presiden Enrique Peña Nieto yang mengusir Dubes Korut merupakan bentuk kepatuhan atas resolusi Dewan Keamanan PBB.
Resolusi itu menekankan agar komunitas internasional menetapkan sanksi terhadap individu atau entitas yang memiliki kaitan dengan program pengembangan persenjataan rudal dan nuklir Korea Utara.
Selang beberapa hari kemudian, jejak Meksiko diikuti Peru.
"Dubes Korut Kim Hak-chol telah mendapat status persona non grata. Kebijakan ini kami keluarkan setelah DK PBB secara mutlak memberikan sanksi baru bagi Korut yang telah melakukan uji coba nuklir sebanyak enam kali," sebut keterangan resmi Kemlu Peru, seperti dilansir Inquirer.
Kemlu Peru menambahkan, keputusan tersebut juga didasari tindakan Korut yang berulang kali melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Kami meminta Pyongyang menghormati hukum internasional dan menghentikan program nuklirnya," sebut pernyataan itu.
Sebelum putusan diambil, pada Maret lalu, Kemlu Peru meminta Korut mengurangi jumlah diplomatnya di Lima, dari enam menjadi tiga orang saja.
Pada 18 September, Kuwait pun mengumumkan langkah serupa.
Kuwait memberikan waktu satu bulan bagi Dubes Korut untuk meninggalkan negara tersebut. Kehadiran diplomatik Korut di Kuwait akan dikurangi menjadi kuasa usaha dan tiga diplomat. Demikian ungkap seorang sumber yang menolak mengungkapkan identitasnya.
Sumber yang sama menyebutkan, Kuwait tidak akan memperbarui izin bagi para pekerja Korut untuk masuk kembali ke negara itu setelah proyek yang mereka kerjakan selesai dalam kurun satu atau dua tahun mendatang.
Terdapat antara 2.000 hingga 2.500 pekerja Korut yang berada di Kuwait. Sementara ribuan tenaga kerja asal Korut juga tersebar di negara-negara Teluk lainnya.
Yang teranyar adalah Spanyol. "Hari ini, Duta Besar Korea Utara telah dipanggil dan diberitahu tentang keputusan untuk menganggapnya sebagai persona non grata, oleh karena itu dia harus berhenti bekerja dan meninggalkan negara ini sebelum 30 September," kata Kementerian Luar Negeri Spanyol dalam sebuah pernyataan.
Advertisement