Sukses

Putin Kunjungi Erdogan, Rusia dan Turki Kembali Rukun?

Hubungan Ankara-Moskow sempat diwarnai ketegangan setelah Turki menembak jatuh pesawat Rusia di perbatasan Suriah pada tahun 2015.

Liputan6.com, Ankara - Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di Turki pada Kamis waktu setempat. Isu terkait situasi di Irak dan Suriah serta hubungan bilateral antara kedua negara mewarnai pembicaraannya dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Lawatan Putin berlangsung di tengah kerja sama mendalam antara kedua negara, yang secara teknis mendukung pihak berlawanan dalam perang Suriah. Rusia menyokong rezim Suriah yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad, sementara Turki bersama NATO berada di kubu oposisi.

Namun, Rusia bersama Turki dan Iran saat ini tengah berupaya mendirikan zona deeskalasi di Suriah yang diyakini mampu mengurangi pertempuran.

Hubungan Ankara-Moskow sempat diwarnai ketegangan setelah Turki menembak jatuh pesawat Rusia di perbatasan Suriah pada tahun 2015.

Presiden Erdogan mengatakan bahwa pertemuannya kali ini dengan Putin, fokus pada hal-hal spesifik untuk mengamankan zona deeskalasi di Idlib yang berbatasan dengan Turki.

Sementara, Putin memuji Erdogan yang menurutnya telah membantu membuat mewujudkan kesepakatan terkait deeskalasi. Menurutnya, proses ini memungkinkan untuk menghentikan pertempuran dan membuat pengungsi kembali ke rumah-rumah mereka.

"Saya menganggap kesepakatan ini merupakan kesuksesan bersama dan sangat penting. Kondisi yang diperlukan telah diciptakan untuk mengakhiri perang saudara di Suriah, menghancurkan para teroris dan membiarkan rakyat Suriah kembali ke kehidupan yang damai," ujar Putin seperti dikutip dari The Associated Press pada Jumat (29/9/2017).

Pemimpin Rusia itu menambahkan, "Kita menciptakan kondisi agar pengungsi kembali dan itu sangat penting demi meningkatkan pencarian penyelesaian politik jangka panjang di Jenewa".

2 dari 2 halaman

Membaiknya Hubungan Kedua Negara

Kesepakatan Suriah telah membantu merekatkan kembali hubungan Ankara-Moskow, termasuk di antaranya yang berkaitan dengan perdagangan bilateral dan arus wisatawan Rusia ke Turki yang sempat terhenti pasca-insiden pesawat tahun 2015.

Dalam kesempatan yang sama, Putin dan Erdogan juga bicara soal referendum Irak Kurdi yang diadakan Senin lalu. Erdogan mengecam hal itu dan menyebutnya "kesalahan besar" yang mengikis stabilitas di wilayah tersebut.

Erdogan menggarisbawahi kebutuhan untuk mencegah "kesalahan yang lebih serius lagi". Menurutnya, penting bagi masyarakat internasional untuk mendukung integritas teritorial dan persatuan politik Irak.

Turki, yang hingga kini masih memerangi pemberontakan Kurdi, sangat menentang referendum tersebut. Ankara tengah mempertimbangkan sanksi ekonomi terhadap wilayah semiotonom Kurdi di Irak dan sejauh ini opsi militer belum dipinggirkan.

Adapun Rusia mempertahankan nada netral terkait referendum Kurdi. Namun, mereka menggarisbawahi dukungan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Irak sembari menekankan perlunya menghindari destabilisasi kawasan tersebut.

Pada saat bersamaan, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan menghargai kepentingan pihak Kurdi.

Kemlu Rusia menyerukan dialog antara pemerintah di Baghdad dan pihak Kurdi demi memutuskan sebuah "rumusan koeksistensi yang dapat diterima kedua belah pihak dengan tetap berada pada koridor Irak yang utuh".

Pertemuan Putin dan Erdogan tidah membahas kesepakatan pembelian sistem pertahanan rudal Rusia S-400 oleh Turki. Informasi ini sebelumnya disampaikan awal bulan. Kala itu Erdogan menjelaskan bahwa Turki telah menandatangani kesepakatan pembelian S-400 dari Rusia.