Liputan6.com, Catalonia - Presiden Catalonia, Carles Puigdemont, memutuskan untuk menahan diri tidak bersinggungan dengan pemerintah Spanyol. Dengan demikian, ia meminta agar deklarasi kemerdekaan ditunda. Salah satu alasannya adalah negosiasi dengan Spanyol.
Catalonia yang baru saja menggelar referendum dan berakhir dengan hasil setuju memisahkan diri dengan Spanyol, kini tengah dalam krisis terburuk dengan Madrid dalam 40 tahun terakhir.
Melansir The Guardian pada Rabu (11/10/2017), di depan parlemen Catalonia pada Selasa malam, Puigdemont mengatakan, meski referendum awal bulan ini telah memberi mandat kepada pemerintahnya untuk menciptakan sebuah republik yang berdaulat, dia tidak akan segera mendesak kemerdekaan dari Spanyol.
Advertisement
"Kami mengusulkan untuk menangguhkan deklarasi kemerdekaan selama beberapa minggu, untuk membuka dialog," katanya.
"Jika setiap orang bertindak secara bertanggung jawab, konflik bisa diselesaikan dengan cara yang tenang dan disepakati."
Dalam pidato panjang di mana dia mengemukakan bagaimana sejarah nelangsanya Catalonia menjadi negara bagian Spanyol, Puigdemont juga menyampaikan keprihatinan banyak orang di Spanyol.
"Saya ingin mengirimkan pesan ketenangan dan rasa hormat; dari kehendak untuk dialog dan kesepakatan politik, "katanya.
"Kami bukan penjahat. Kami bukan orang gila. Kami tidak melakukan kudeta ... kami adalah orang normal yang ingin bisa memilih dan siap menghadapi dialog apa pun yang diperlukan untuk melakukannya dengan cara yang disepakati bersama.
"Kami sama sekali tidak melawan Spanyol. Sebaliknya, kami ingin lebih memahami satu sama lain dengan lebih baik. "
Kata-kata Puigdemont dengan cepat dikecam oleh pemerintah Spanyol dan pemimpin oposisi di parlemen Catalonia.
Wakil perdana menteri Spanyol, Soraya Sáenz de SantamarÃa, menuduhnya telah menjatuhkan wilayah tersebut ke dalam ketidakpastian baru. Soraya menambahkan bahwa pidatonya adalah tentang seseorang "yang tidak tahu di mana mereka berada, ke mana mereka pergi atau dengan siapa mereka ingin pergi."
Dia mengatakan kabinet akan mengadakan pertemuan darurat pada hari Rabu pagi dan tampaknya mengesampingkan perundingan, dengan mengatakan: "Dialog antara kaum demokrat terjadi di dalam hukum dan menghormati peraturan."
Catalonia telah mengadakan referendum pada 1 Oktober lalu. Menggunakan format pemilihan umum, sekitar 90 persen warga Catalonia menuliskan kata 'ya' dalam surat suara yang berisikan pertanyaan sebagai berikut:
"Apakah Anda mau Catalonia menjadi negara merdeka berbentuk republik?"
Tak hanya warga, para pejabat pemerintahan region yang terletak di timur laut Spanyol itu juga memiliki tekad kuat untuk memerdekakan diri.
Spanyol sendiri sangat menentang langkah kemerdekaan Catalonia. Pemerintah Spanyol mengatakan akan menanggapi dengan "semua tindakan yang diperlukan" untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai pembangkangan Catalonia.
Otoritas Catalonia mengatakan sekitar 2,3 juta orang telah memberikan suara dalam referendum yang oleh pemerintah Spanyol dianggap ilegal tersebut.
Namun, jalan menuju kemerdekaan tidak akan mudah bagi Catalonia mengingat wilayah ini tidak memiliki kekuatan dalam sektor pertahanan, urusan luar negeri, pajak, serta pelabuhan dan bandara. Kesemuanya berada di tangan pemerintahan di Madrid.
Â
Â
Â
Pendukung Referendum Kecewa, tapi Mendukung Langkah Presiden
Banyak di antara pendukung referendum merasa kecewa ketika mengetahui deklarasi kemerdekaan tidak segera diumumkan.
Namun, Ramón Canela, seorang pekerja TI berusia 59 tahun, mengatakan bahwa dia yakin kemerdekaan masih akan terjadi.
"Saya percaya presiden," katanya. "Sekarang giliran pemerintah Spanyol dan rakyat Eropa. Kami ingin dialog. Jika pemerintah Spanyol tidak mau dialog, itu masalah mereka.
Kami telah melalui proses hingga sejauh ini dan tidak ada niat untuk tidak melanjutkan."
Neus Andreu, seorang apoteker, setuju dengan langkah yang diambil presiden, "Penundaan hanya lah jalan potong sehingga pemerintah Spanyol bisa bereaksi."
Dorongan panjang untuk kemerdekaan telah membuat Spanyol menghadapi ancaman terbesar terhadap persatuan nasional sejak kembali ke demokrasi pasca-kematian pembelot fasis, Francisco Franco, pada 1975.
Referendum juga telah mendorong serangkaian bank dan sektor bisnis untuk mengumumkan rencana memindahkan basis mereka keluar dari wilayah Catalonia di tengah ketidakpastian yang terus berlanjut.
Advertisement