Sukses

WHO: Bahaya Obesitas Mengintai Anak-Anak

Studi menyimpulkan bahwa pada 2022 akan ada lebih banyak anak yang menderita kelebihan berat badan ketimbang kurang gizi.

Liputan6.com, London - Pakar di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2022 terdapat lebih banyak anak yang kelebihan berat badan dibanding kekurangan gizi jika tren global berlanjut.

Peringatan WHO ini disampaikan dalam sebuah publikasi penelitian bersama dengan Imperial College London yang mengukur berat dan tinggi hampir 130 juta orang berusia di atas lima tahun di seluruh dunia. Ini merupakan studi terbesar yang pernah dilakukan.

"Temuan laporan tersebut 'menyoroti, mengingatkan dan menguatkan' bahwa kelebihan berat badan dan obesitas merupakan krisis kesehatan hari ini dan mengancam akan semakin buruk pada tahun-tahun mendatang, kecuali jika kita mulai mengambil tindakan," ungkap Fional Bull, koordinator program untuk WHO seperti dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (11/10/2017).

Penulis laporan tersebut juga menyatakan bahwa sekitar 200 juta anak yang tergolong sedang atau sangat kurus juga menimbulkan tantangan kesehatan di masyarakat.

Tingkat obesitas di antara anak berusia 5 sampai 19 tahun telah meningkat 10 kali lipat dalam waktu lebih dari empat dekade, dari 11 juta pada tahun 1975 menjadi 124 juta pada tahun 2016.

Penulis utama laporan tersebut, Majid Ezzati, profesor di Imperial College School of Public Health mengatakan, "Selama empat dekade terakhir, tingkat obesitas pada anak-anak dan remaja telah meningkat secara global dan terus berlanjut di negara berpendapatan rendah dan menengah".

2 dari 2 halaman

Anak-Anak Lebih Rentan

Di sejumlah negara berpenghasilan menengah, termasuk di daerah seperti Asia Timur, Amerika Latin dan Karibia, anak-anak lebih mungkin kelebihan berat badan daripada tidak.

"Ini mungkin merupakan hasil dari peningkatan konsumsi makanan olahan dan padat energi," kata penulis laporan tersebut.

Makanan semacam itu diketahui menyebabkan kenaikan berat badan dan masalah kesehatan lainnya saat dikonsumsi secara berlebihan.

"Tren yang mengkhawatirkan ini mencerminkan dampak dari pemasaran makanan dan kebijakan di seluruh dunia, di mana makanan bergizi yang sehat terlalu mahal bagi keluarga dan masyarakat miskin," ujar penulis utama laporan tersebut Majid Ezzati.

"Kita harus membuat makanan sehat dan bergizi lebih banyak tersedia di rumah dan di sekolah, terutama di kalangan komunitas dan keluarga miskin. Dan peraturan serta pajak untuk melindungi anak-anak dari makanan yang tidak sehat," imbuhnya.

Menurut Ezzati, tingkat obesitas telah stabil di sejumlah negara berpendapatan tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Meski demikian, pada level tersebut pun masih tidak dapat diterima.

Studi itu turut mengungkap bahwa nyaris 2 miliar orang di seluruh dunia menderita kelebihan berat badan di mana 671 di antaranya mengalami obesitas.

Â