Sukses

3 Penjara Terkenal untuk Tahanan Perang

Mengingat banyaknya riwayat konflik bersenjata dalam sejarah dunia, berikut 3 penjara terkenal untuk tahanan perang.

Liputan6.com, Berlin - Meringkus tentara sebagai tahanan perang merupakan praktik yang telah berlangsung cukup lama dalam setiap konflik bersenjata. Menurut penelusuran sejarah, praktik itu dapat ditemukan pertama kali dalam Perang Seratus Tahun antara Inggris dan Prancis pada Abad ke-14 dan ke-15.

Pada saat itu, serdadu yang menjadi tahanan perang Kerajaan Inggris atau Kerajaan Prancis saling dipertukarkan untuk sejumlah hal, seperti bahan makanan, senjata, hingga tawanan lain. Mereka yang tak memiliki nilai tukar, dimanfaatkan sebagai budak.

Tahanan yang memiliki jabatan atau pengaruh lebih besar biasanya dijadikan sebagai aset penting bagi pasukan yang menahannya. Pasalnya, tahanan itu dapat dijadikan alat tukar untuk sejumlah benda yang jauh lebih berharga.

Seiring waktu, fungsi tahanan perang sebagai alat tukar tak lagi marak dilakukan dalam sejumlah konflik bersenjata.

Ketika tahanan perang tak lagi lazim dipertukarkan, maka pihak yang meringkus mereka biasanya mendirikan sebuah kamp konsentrasi atau penjara untuk menahan personel militer lawan. Beberapa di antaranya cukup ternama, mengingat konteks historis yang terjadi saat penjara itu difungsikan.

Mengingat banyaknya riwayat konflik bersenjata dalam sejarah dunia, berikut 3 penjara terkenal untuk tahanan perang, seperti yang Liputan6.com rangkum dari Listverse.com, Sabtu (14/10/2017).

 

2 dari 4 halaman

1. Rheinwiesenlager, Jerman, Perang Dunia II

Rheinwiesenlager adalah serangkaian 19 kamp tawanan perang yang dibangun di sepanjang Sungai Rhine menjelang akhir Perang Dunia II. Kamp itu dibangun pada April 1945 untuk menampung 2 sampai 3 juta tentara Jerman yang menyerahkan kepada Sekutu saat mereka berhasil menginvasi Negeri Panzer.

Tawanan kamp itu berada dalam kondisi di bawah syarat Konvensi Jenewa. Kamp itu sangat sesak, makanan dan air langka, dan tempat berlindung dari hujan dan terik matahari juga tak ada. Sekutu juga membatasi Palang Merah Internasional untuk melakukan inspeksi.

Sekutu lolos dari tuntutan internasional karena berhasil berdalih bahwa tahanan perang di kamp itu merupakan 'tentara musuh yang dilucuti'. Dengan cara itu, mereka mengklaim bahwa tentara Nazi Jerman di sana bukan tahanan perang (POW) dan tidak dilindungi oleh Konvensi Jenewa.

Pada 1989, penulis James Bacque merilis sebuah buku berjudul Other Losses. Dalam buku itu, ia mengklaim bahwa Jenderal AS Dwight Eisenhower dengan sengaja membuat para tahanan Jerman tersebut kelaparan.

Bacque mengklaim, aksi itu menyebabkan kematian lebih dari satu juta tahanan Jerman. Angka itu, bagaimanapun, tetap kontroversial. Sejarawan dan penulis Stephen E. Ambrose mengklaim, tidak lebih dari 56.000 tahanan Jerman yang meninggal di kamp Rheinwiesenlager.

 

3 dari 4 halaman

2. Geoje-Do POW Camp, Korsel, Perang Korea

Penjara itu dioperasikan oleh Korea Selatan dan Komando PBB. Pertama kali dibuka pada 1951, penjara tersebut menampung sekitar 170.000 tentara China dan Korea Utara.

Penjara itu dikenal dengan aksi kerusuhan massal besar-besaran yang intens terjadi. Bahkan, Korsel dan PBB pernah mengerahkan enam tank hanya demi membubarkan kerusuhan.

Tahanan di dalam penjara itu terbagi menjadi dua kelompok, yakni mereka yang setia dengan Korut dan yang tidak. Bentrokan yang kerap terjadi pada malam hari antara kedua kelompok itu kerap menimbulkan korban jiwa baik yang dibunuh atau dieksekusi.

Begitu parahnya konflik yang terjadi, komandan penjara Geoje-Do, Jenderal AS William Dodd bahkan turut menjadi korban para tahanan. Sang jenderal disandera oleh para tawanan untuk ditukarkan dengan sejumlah hal.

Setelah perang, penjara tersebut diambil alih serta diperebutkan oleh pemerintah Korea Selatan dan Korea Utara. Mereka berseteru soal pemulangan tahanan China.

Korea Utara dan China ingin semua tahanan kembali ke rumah, sementara Korea Selatan dan Amerika Serikat menginginkan para tahanan untuk memutuskan apakah mereka ingin tinggal di Korea Selatan atau kembali ke rumah.

Pada akhirnya, para tahanan diizinkan untuk memilih apakah akan kembali ke rumah atau tetap tinggal di Korea Selatan.

4 dari 4 halaman

3. Penjara Hoa Lo, Hanoi, Perang Vietnam

Prancis membangun penjara Hoa Lo pada 1899. Pada saat itu, penjara yang disebut sebagai Maison Centrale tersebut digunakan untuk menampung tahanan politik.

Namun, orang Vietnam lebih suka menyebutnya Hoa Lo ("kompor api") setelah desa yang hancur dibakar oleh Pranics untuk memungkinkan pembangunan penjara.

Penjara Hoa Lo didesain dengan kapasitas maksimal 500 narapidana. Akan tetapi pada praktiknya, penjara itu menampung sekitar 2.000 tahanan Vietnam selama Perang Indocina Pertama dan 600 tahanan Amerika Serikat selama Perang Vietnam.

Tempat itu diperkuat dengan dinding beton setebal 0,61 meter, pagar listrik, dan pintu besi. Sejumlah pasukan AS menamai penjara itu sebagai "Hilton di Hanoi", meminjam nama waralaba Hotel Hilton yang terkenal.

Salah satu tahanan Hoa Lo yang paling terkenal adalah John McCain, yang kemudian menjadi Senator AS. Setelan penerbangan dan parasutnya -- McCain merupakan seorang pilot -- dipamerkan di penjara yang kini menjadi museum sejak 1993.