Sukses

Palestina Buka Rekrutmen bagi Personel Keamanan di Jalur Gaza

Pemerintah Palestina dikabarkan berencana untuk merekrut 5.000 anggota keamanan baru di Jalur Gaza.

Liputan6.com, Tepi Barat - Presiden Palestina Mahmoud Abbas membuka rekrutmen di Jalur Gaza dalam rangka mengatur ulang layanan keamanan di kawasan ini menyusul penandatanganan kesepakatan rekonsiliasi Fatah dan Hamas.

Seperti dikutip dari Asharq Al-Awsat pada Rabu (18/10/2017), anggota Komite Pusat Fatah Hussein Sheikh mengatakan bahwa Abbas telah menandatangani keputusan untuk membuka rekrutmen di Jalur Gaza demi merestrukurisasi layanan keamanan. Ia menambahkan, dalam beberapa hari ke depan sejumlah pemimpin di sektor keamanan di Tepi Barat akan berkunjung ke Gaza

"Kami menginginkan sebuah institusi keamanan yang berkomitmen terhadap hukum dasar Palestina dan doktrinnya untuk melindungi proyek nasional serta program politik legitimasi Palestina," ujarnya.

Sebuah sumber menyebutkan, keputusan Abbas akan membutuhkan pembangunan kembali layanan keamanan dan menyingkirkan berbagai beban yang ada.

"Keputusan itu dibuat melalui koordinasi dengan pihak Mesir. Mereka telah diinformasikan," ujar sumber itu.

Lebih lanjut, pihak yang sama menambahkan bahwa sejumlah besar personel militer Otoritas Palestina akan memasuki masa pensiun. "Ini mungkin juga berlaku bagi militer Hamas dan kemudian sisanya akan dipilih sebagai inti kekuatan baru di Gaza".

Pemerintah Palestina dikabarkan berencana untuk merekrut 5.000 anggota keamanan baru di Jalur Gaza. Di antara syarat wajib bagi mereka yang melamar adalah memegang identitas asli Palestina, berusia antara 18 hingga 22 tahun, tidak pernah dihukum atas kejahatan berat atau pelanggaran ringan, berpenampilan baik dan lulus pemeriksaan medis awal.

2 dari 2 halaman

Berdamainya Hamas dan Fatah

Hamas dan Fatah diketahui menandatangani kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir, pada Kamis, 12 Oktober 2017. Langkah tersebut menandai babak baru dalam sejarah Palestina sekaligus mengakhiri perpecahan politik yang telah berlangsung kurang lebih 10 tahun terakhir.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Fatah yang berbasis di Ramallah akan memikul tanggung jawab politik dan administrastif di Jalur Gaza selambat-lambatnya pada 1 Desember mendatang.

Hamas telah menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza sejak tahun 2007 setelah kelompok itu mengalahkan Fatah dalam pemilu parlemen.

Hamas kemudian mendorong Fatah keluar dari Gaza dalam sebuah konflik berdarah.

Israel menanggapi kemenangan Hamas dengan memberlakukan blokade udara. Dan kebijakan tersebut masih berlaku hingga saat ini.

Kesepakatan rekonsiliasi yang ditengahi Mesir ini jika terlaksanakan dapat membuat situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza membaik.