Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan pengumuman resmi pada 26 September lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah kaum wanita di Arab Saudi akan diizinkan menyetir. Kendati demikian aturan baru itu baru mulai diterapkan pada Juni tahun 2018.
Pengumuman tersebut menandai perluasan hak perempuan secara signifikan di satu-satunya negara yang melarang kaum hawa berada di balik kemudi. Hukum lalu lintas Saudi secara eksplisit melarang wanita mengemudi, sementara di negara mayoritas Islam lainnya, perempuan dapat melaju bebas dengan kendaraan mereka.
Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat (AS), Pangeran Khaled bin Salman menambahkan bahwa wanita akan diizinkan mendapat surat izin mengemudi (SIM) tanpa harus memperoleh persetujuan dari laki-laki yang berkerabat dengan mereka.
Advertisement
Baca Juga
Dalam pandangan banyak orang di luar Arab Saudi, tentu saja larangan itu dianggap aneh sehingga pencabutan aturan tersebut dianggap sebagai suatu langkah maju.
Selain larangan menyetir di Arab Saudi yang dianggap tak lazim, ternyata sejumlah negara lain juga pernah menerapkan aturan aneh untuk warganya --bahkan masih berlaku hingga kini. Berikut 5 di antaranya yang Liputan6.com ringkas dari toptenz.net pada Selasa (24/10/2017):
1. Boleh Telanjang, tapi ...
Pada musim panas 2016, seorang pria kedapatan tengah berjalan-jalan dalam kondisi telanjang bulat di Burlington, Vermont, Amerika Serikat. Ia hanya menggunakan sepatu dan bandana.
Ternyata, telanjang di muka umum bukanlah hal yang melanggar hukum di negara bagian itu. Asalkan tidak dilakukan di taman-taman publik.
Namun anehnya, tindakan membuka pakaian hingga telanjang di muka umum merupakan bentuk pelanggaran aturan terkait perilaku cabul.
Dalam suatu kasus di Pengadilan Tinggi Vermont, dipaparkan bahwa tubuh telanjang seseorang bisa menjadi pelanggaran aturan. Kendati demikian perlu dipastikan bahwa perilaku cabul yang dimaksud bersifat seksual.
Karena sukar memastikan batasan antara membuka baju di tempat umum dan tukang pamer, maka kaum nudist di Vermont diimbau sudah tanpa busana sebelum hadir di muka umum.
Ketika ditanya tentang ketelanjangan di muka umum, kepala polisi Burlington menjelaskan bahwa perilaku pria yang berjalan-jalan dalam kondisi telanjang di persimpangan ramai itu "tak layak" bukan berarti melanggar hukum. Dengan catatan, selama orang itu tak membuka pakaiannya di depan umum, melecehkan orang lain atau merangsang diri sendiri.
Advertisement
2. Gagal Bunuh Diri dan Terima Sanksi
Seringkali orang mengira bahwa mereka yang bunuh diri berada dalam kondisi menderita. Tapi ternyata militer Amerika Serikat (AS) tidak sepandangan dengan hal tersebut.
Menurut peraturan militer AS, tentara yang berupaya bunuh diri dianggap melanggar hukum dan dapat diganjar aksi disiplin seperti penjara dan pemecatan dengan tidak hormat.
Menurut Ayat 134 dalam Manual for Court Martial, gugatan boleh diajukan untuk pencederaan diri yang menyebabkan "prasangka terhadap keteraturan dan disiplin yang baik" atau "kecenderungan yang merendahkan reputasi kedinasan."
Ayat itu menjadi dasar yang dipakai untuk menggugat upaya-upaya gagal bunuh diri, bahkan ketika ada bukti permasalahan kesehatan jiwa pada si prajurit yang melanggar.
Anehnya, bunuh diri tidak diperlakukan sebagai kejahatan bagi mereka yang berhasil melakukannya.
Seorang pengacara militer yang membela klien yang digugat karena gagal bunuh diri, mengatakan, "Seandainya berhasil…ia diperlakukan seakan kedinasannya terhormat dan kematiannya dianggap sedang dalam tugas. Karena gagal, dia malah didakwa."
Tentu saja militer AS berkepentingan mencegah tindakan bunuh diri para anggotanya. Sebab angka bunuh diri anggotanya tercatat lebih dari dua kali rata-rata angka di masyarakat umum.
Tapi tidak ada bukti bahwa kriminalisasi upaya bunuh diri telah mengurangi frekuensi tindakan mengakhiri nyawa tersebut.
Data dari Kanada dan Selandia Baru yang tak lagi melakukan kriminalisasi pada 1972 dan 1961, didapati bahwa pencabutan hukuman pada upaya bunuh diri tak berdampak dengan angka bunuh diri di negara-negara tersebut.
Secara nalar, penambahan dakwaan pidana pada seseroang yang sudah niat bunuh diri hanya memperberat masalah yang dihadapinya. Sementara menurut WHO, kriminalisasi tindakan bunuh diri menambah stigma yang melekat pada tindakan itu dan justru dapat mengganggu upaya pencegahannya.
Dengan kata lain, peraturan yang melawan upaya bunuh diri seperti yang diberlakukan dalam militer AS tak bisa menghentikan aksi tersebut. Justru sanksi itu bisa membuat sungkan orang yang mungkin membutuhkan pertolongan untuk mencegah perilaku menghabisi nyawa sendiri.
3. Informasi Rumah Berhantu
Di negara-negara maju dalam bidang ilmu pengetahuan, keberadaan hantu masih menjadi perdebatan. Walaupun beberapa jajak pendapat mengungkapkan bahwa hampir setengah penduduk AS dan Inggris percaya terhadap makhluk tak kasat mata tersebut.
Tapi sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang mendukung keberadaan hantu.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa keberadaan hantu dibantah oleh kegagalan Large Hadron Collider mendeteksi energi yang seyogyanya mencakup roh-roh seperti itu.
Walau belum ada bukti tak terbantah tentang keberadaan hantu, beberapa negara bagian AS masih mensyaratkan pemilik rumah untuk memberitahukan sekiranya properti yang akan dijual ternyata berpenunggu.
Kerumitan peryaratannya bergantung di masing-masing negara bagian yang memberlakukan.
Sebagai contoh di Virginia, para penjual bangunan di sana tak diharuskan memberitahu adanya kegiatan 'kehadiran' (termasuk gentayangan) hantu, kecuali "berdampak pada struktur fisik properti, lingkungan fisiknya, atau sekitarnya."
Jadi kalau hanya melihat tulisan darah di dinding, misalnya, penjual tidak perlu memberitahu calon pembeli.
Sementara itu di New York, Pengadilan Tinggi menyebutkan bahwa sekali saja pemilik rumah merepresentasikan rumah mereka berpenunggu, maka rumah itu secara legal dianggap berpenunggu dan harus diberitahu kepada calon pembeli.
Tapi kalau kita diam saja tentang keberadaan hantu, maka kita boleh saja menjual rumah tanpa memberitahu pembeli.
Di Massachussetts, tidak ada persyaratan untuk memberitahu bahwa sebuah rumah "pernah menjadi tempat fenomena parapsikologi atau supernatural."
Tapi, jika pembeli menanyakannya, tak boleh berbohong dalam menjawabnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement
4. Larangan Memelihara Satu Hewan Sosial
Pada 2008, Swiss meloloskan peraturan yang membela "hak sosial" beberapa jenis hewan. Sejak berlakunya aturan itu, dilarang memelihara spesies sosial sendirian saja, misalnya pada ikan mas, burung beo, dan marmot.
Walaupun bertujuan baik, aturan itu cukup merepotkan bagi pemilik hewan peliharaan. Bagaimana jika orang awalnya memiliki sepasang marmot tapi kemudian satu hewannya mati? Apakah harus terus membeli pengganti?
Sebuah perusahaan pun menawarkan pemecahan masalah melalui penyewaan marmot. Dengan demikian, marmot yang kehilangan teman pun tidak sendirian lagi, tapi hewan sewaan bisa dikembalikan kalau marmot yang tersisa pun mati.
Tidak ada penjelasan bagaimana aturan itu berurusan dengan marmot bandel yang antiosial atau spesies-spesies lain yang tidak ingin ditemani.
Tapi, sisi penegakannya tidak terlalu kuat karena warga Swiss menentang upaya penunjukkan pengacara, untuk bertindak demi kepentingan seekor hewan peliharaan. Jadi, seorang pemilik ikan mas tunggal mungkin tidak akan menghadapi denda karena telah melanggar aturan tersebut.
5. Dilarang Reinkarnasi Tanpa Izin Negara
Warga China harus mentaati begitu banyak aturan, misalnya pelarangan jumlah anak dan larangan berpindah-pindah dalam negara sendiri.
Tapi, berkaitan dengan biarawan Buddha di Tibet, aturan pemerintah China bahkan merambah ke akhirat.
Peraturan Biro Negara Urusan Agama mensyaratkan para pemimpin agama di Tibet –- dikenal sebagai tulku atau Buddha yang hidup –- yang akan lahir kembali agar melapor ke sejumlah lembaga negara untuk mendapatkan izin sebelum melakukannya.
China menyebut aturan itu sebagai "langkah penting untuk melembagakan manajemen reinkarnasi". Hal itu sekaligus untuk menegaskan upaya gigih mengatur warga bahkan setelah meninggal dunia.
Tujuan sebenarnya peraturan itu diduga berkaitan dengan keinginan pihak berwenang China untuk mengendalikan seleksi pengganti Dalai Lama, dan membungkam gerakan mendukung kemerdekaan Tibet yang dipimpin pemuka agama.
Dalai Lama sebelumnya pernah mengatakan bahwa jika Tibet terus berada dalam cengkeraman China, maka ia akan bereinkarnasi di tempat lain.
Dengan demikian, diduga akan terjadi persaingan dua Dalai Lama di masa depan, satu yang diseleksi oleh pemerintah Tiongkok dan lainnya adalah reinkarnasi di luar wilayah Negeri Tirai Bambu.
Advertisement