Sukses

Rusia Akan Uji Coba Rudal yang Mampu Tembus Pertahanan AS

ICBM milik Rusia, RS-28 Sarmat, disebut memiliki bobot lebih dari 100 ton dan mampu hancurkan wilayah seukuran Texas.

Liputan6.com, Moskow - Rusia dilaporkan tengah bersiap untuk menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bertenaga nuklir. Diklaim, ICBM generasi baru ini mampu menembus perisai pertahanan Amerika Serikat.

Seperti dikutip dari Independent pada Rabu (25/10/2017), setelah sempat tertunda beberapa kali, peluncuran RS-28 Sarmat akan dilakukan di Plesetsk Cosmodrome, barat laut Rusia, sebelum akhir tahun ini.

Uji coba tersebut mengalami penundaan karena menara peluncuran dan proyektil itu sendiri belum siap. Demikian menurut situs Sputnik, corong pemerintah Rusia, yang mengutip surat kabar Kommersant.

RS-28 Sarmat yang berbobot lebih dari 100 ton disebut-sebut dapat menghancurkan area seukuran Texas. Rudal yang dapat memuat sejumlah hulu ledak hipersonik (MIRV) ini dirancang untuk menghindari sistem pertahanan rudal.

Sejumlah situs Rusia yang terkait dengan pemerintah negara itu memuat berbagai keunggulan ICBM tersebut, termasuk RS-28 memiliki jangkauan 11.000 kilometer, dapat memuat 15 hulu ledak dan mampu melewati dengan cepat setiap sistem pertahanan rudal yang ada.

Situs RIA Novosti menerangkan bahwa RS-28 akan lebih ramping lima ton. Selain itu, akan dibangun tujuh menara peluncur bagi rudal berkekuatan nuklir tersebut.

Namun klaim tersebut diragukan oleh Michael Kofman, seorang peneliti dari Centre for Naval Analyses. Kepada The National Interest pada awal tahun ini ia mengatakan, "Jika RIA benar (dan mungkin saja mereka tidak benar), bagaimana Anda memuat 10 hulu ledak dan berton-ton suar pengecoh rudal ke dalam lima ton?".

"Ada banyak pertanyaan tentang perampingan, hulu ledak dan alat bantu penetrasi," imbuhnya.

Negeri Beruang Merah mengharapkan RS-26 Sarmat akan selesai pada awal dekade berikutnya sebagai bagian dari modernisasi nuklir yang tengah berlangsung.

Laporan tentang rencana uji coba ICBM Rusia ini mencuat setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan "rehabilitasi total" terhadap kekuatan nuklir negaranya. Trump menampik bahwa ia berusaha mengejar peningkatan persenjataan AS, menurutnya itu adalah upaya modernisasi.

Pada tahun 2010, AS dan Rusia diketahui menandatangani perjanjian New START yang mengamanatkan keduanya untuk melakukan pengurangan signifikan terhadap persenjataan nuklir strategis mereka.