Sukses

Upacara Pemakaman Raja Bhumibol Usai, Masa Berkabung Berakhir

Upacara pemakaman mendiang Raja Bhumibol Adulyadej telah usai. Ini menandai berakhirnya pula masa berkabung di Negeri Gajah Putih.

Liputan6.com, Bangkok - Tahap akhir upacara pemakaman bagi mendiang Raja Thailand Bhumibol Adulyadej telah berlangsung di Bangkok. Abu Bhumibol diabadikan di dua kuil kerajaan dan Grand Palace -- tempat di mana jasadnya disemayamkan sejak Oktober tahun 2016.

Kamis 26 Oktober merupakan puncak duka bagi Thailand yang ditandai dengan kremasi Bhumibol. Ratusan ribu orang berbaris di jalanan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada raja yang dijuluki "ayah" oleh rakyatnya.

Usainya tahap akhir upacara pemakaman Bhumibol pada Minggu tengah malam waktu setempat sekaligus mengakhiri periode berkabung satu tahun di Negeri Gajah Putih. Artinya, pelayat sekarang bisa mengganti pakaian hitam mereka dengan warna lain yang lebih lembut seperti cokelat dan biru. Demikian seperti dikutip dari BBC pada Senin (30/10/2017).

Dekorasi hitam dan putih yang dipasang di kantor-kantor pemerintahan dan rumah-rumah pun bisa ditanggalkan.

Upacara pemakaman mendiang Bhumibol mulai digelar pada Rabu lalu di Grand Palace. Dan dalam proses puncak tahap akhir, putra tunggal mendiang Bhumibol, Maha Vajiralongkorn, "mengabadikan" abu sang ayah di Grand Palace.

Bhumibol wafat pada Kamis, 13 Oktober 2016. Pemimpin monarki terlama di dunia itu mengembuskan napas terakhir pada usia 88 tahun setelah sebelumnya sejak pekan lalu ia mendapat perawatan akibat menderita gagal ginjal.

Bhumibol naik takhta pada 9 Juni 1946, menggantikan sang kakak, Raja Ananda Mahidol. Kala itu ia berusia 19 tahun dan tercatat menjadi raja ke-9 dari Dinasti Chakri atau dijuluki pula Raja Rama IX.

Ia berkuasa selama 70 tahun. Sepanjang monarki Thailand, sosok Bhumibol disebut sebagai satu-satunya raja terpopuler di kalangan rakyatnya.

Era Bhumibol dimulai ketika Thailand tengah dilanda masa-masa kritis menyusul perkembangan negara itu menjadi monarki konstitusional. Kehadirannya kala itu dianggap sebagai pemersatu bangsa, membangkitkan kembali semangat monarki yang dinilai telah lama ditinggalkan.