Sukses

UNHCR: Lebih dari 3 Juta Orang Hidup Tanpa Kewarganegaraan

PBB menilai, krisis kemanusiaan yang tejadi di Rakhine merupakan upaya dari pemerintah Myanmar untuk pembersihan sebuah etnis.

Liputan6.com, New York - Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) menyebut, sedikitnya ada tiga juta orang di seluruh dunia yang tidak memiliki kewarganegaraan. Kebanyakan dari mereka adalah minoritas, kehilangan status, hak dan pekerjaan.

Salah satu contoh kasus adalah Muslim Rohingya di Myanmar yang hidup sebagai minoritas dan hidup tanpa kewarganegaraan. Muslim Rohingya merupakan kelompok yang tak memiliki status terbesar di dunia dengan jumlah mencapai 600 ribu orang. Demikian dilansir dari laman Straits Times, Jumat (3/11/2017).

PBB menilai, krisis kemanusiaan yang tejadi di Rakhine merupakan upaya dari pemerintah Myanmar untuk pembersihan sebuah etnis.

Dalam sebuah laporan, "This is Our Home - Minoritas Tanpa Kewarganegaraan", Komisaris Tinggi UNHCR meminta pemerintah di negara yang dimaksud untuk mengakhiri praktik diskriminatif pada tahun 2024.

"Jika Anda tinggal di dunia tanpa kewarganegaraan, itu berarti tak punya identitas, tanpa dokumen, tanpa hak dan akan dianggap remeh," ujar Carol Batchelor, Direktur Divisi Perlindungan Internasional UNHCR.

UNHCR juga menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang yang lahir di sebuah wilayah dan memfasilitasi proses naturalisasi bagi penduduk yang sebelumnya tak punya identitas.

Kelompok masyarakat yang tak punya kewarganegaraan di tanah yang mereka tempati adalah Kurdi Suriah, Karana Madagaskar dan Pemba Kenya.

"Kami dapat secara konkret mengatakan, ada lebih dari tiga juta orang tanpa kewarganegaraan yang teridentifikasi," kata Batchelor.

"Kita perlu memastikan bahwa tak ada pengecualian yang disengaja atau sewenang-wenang dirampas kebangsaannya," tambah Batchelor.

Ketika ditanya apakah Rohingya masuk dalam kategori yang sengaja dikecualikan dan kehilangan kewarganegaraannya, Batchelor mengatakan: "Kita hanya bisa melihat hasilnya... Myanmar memiliki undang-undang kewarganegaraan tetapu Muslim Rohingya tak masuk daftar."

Sementara itu, sekitar 30 orang tanpa kewarganegaraan di Thailand sudah memperoleh status sejak 2012. Kemudian, Makonde --sebuah komunitas dengan jumlag 4.000 orang-- , menjadi suku ke-43 yang diakui secara resmi di Kenya tahun lalu.

 

2 dari 2 halaman

UNICEF: Anak-Anak Rohingya Menjadi Saksi 'Neraka di Bumi'

Badan PBB untuk Urusan Anak (UNICEF) menyatakan, mayoritas Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar adalah anak dibawah umur. Saat ini total jumlah pengungsi sudah mencapai 600 ribu orang.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, bahkan UNICEF menyebut anak-anak pengungsi Rohingya telah menyaksikan 'neraka di Bumi', dalam arti yang sesungguhnya.

Badan PBB juga mengeluarkan laporan tentang nasib anak-anak Rohingya yang jumlahnya mencapai 58 persen dari pengungsi yang mengalir ke Cox’s Bazar di Bangladesh selama delapan pekan terakhir.

Dalam laporan yang ditulis oleh seorang reporter bernama Simon Ingram, satu dari lima anak di sana mengalami kekurangan gizi akut.

Laporan itu dikeluarkan menjelang konferensi donor di Jenewa, yang akan diselenggarakan pada 23 Oktober 2017. Tujuannya untuk menggalang bantuan dana internasional bagi pengungsi Rohingya.

"Banyak pengungsi anak Rohingya di Bangladesh telah menyaksikan berbagai kekejaman di Myanmar yang seharusnya tidak mereka pernah lihat dan mereka sudah sangat menderita" kata Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake.

Mereka sekarang membutuhkan air bersih, makanan, sanitasi, tempat berteduh dan vaksin untuk mencegah kemungkinan munculnya wabah Kolera yang menyebar dari air yang kurang bersih.

Lembaga kemanusiaan PBB memerlukan 434 juta dolar untuk pengungsi Rohingya.