Liputan6.com, Jakarta - Penjualan air dalam kemasan bisa ditelusuri hingga tahun 1622 di Holy Well yang terletak di Malvern, Inggris. Air dari mata air Malvern dijual dalam kemasan botol.
Dalam 30 tahun terakhir, konsumsi air kemasan telah meningkat secara drastis. Misalnya, di Amerika Serikat (AS), rata-rata warga menenggak sekitar 113,6 liter air kemasan setiap tahun.
Advertisement
Baca Juga
Melihat pertumbuhan yang demikian besarnya, apakah air kemasan memang benar-benar lebih baik, lebih aman, dan sepadan dengan harga yang lebih mahal?
Dikutip dari toptenz.net pada Jumat (3/22/2017), berikut ini adalah lima fakta mengejutkan tentang air kemasan:
Â
Â
Â
Â
Â
1. Terlalu Mahal
Salah satu yang menjadi alasan untuk berhenti mengkonsumsi air kemasan adalah harganya terlalu mahal.
Menurut suatu penelitian pada 2012 oleh University of Michigan, secara rata-rata harga air kemasan adalah US$1.22 per 3,79 liter (setara dengan Rp 4.350 per liter) yang berarti 300 kali lebih mahal daripada air keran di AS.
Para peneliti mengamati bahwa 2/3 minuman kemasan dijual dalam botol berukuran 500 mililiter sehingga harga per unit volume adalah US$ 7.50 per gallon (Rp 26.741 per liter). Lebih dari dua kali harga rata-rata bensin.
Pada 2015, perusahaan-perusahaan yang mendistribusikan air kemasan meraup US$ 15 miliar. Jumlah itu luar biasa besarnya untuk sesuatu yang sebenarnya sudah tersedia secara murah dan mudah.
Bukan hanya itu, penjualan air kemasan semakin meningkat. Pada 2016, untuk pertama kalinya di AS, volume penjualan air kemasan terjual lebih banyak daripada volume minuman ringan.
Advertisement
2. Setengah Volumenya Adalah Air Keran
Pernahkah kita terpikir tentang asal air dalam kemasan? Tempat asal air seringkali tidak disebutkan dalam daftar kandungan, tapi hanya disebut "mata air", "air gletser", atau "air pegunungan."
Masalahnya, penulisan itu tidak ada pengaturannya, sehingga air dalam kemasan belum tentu berasal dari sumber-sumber yang disebutkan.
Dalam buku berjudul Bottled and Sold: The Story Behind Our Obsession with Bottled Water karangan Peter Gleick, dibeberkan tentang temuan beberapa penelitian yang menengarai sekitar 45 persen air kemasan berasal dari sumber-sumber dinas air minum, termasuk Aquafina keluaran PepsiCo dan Dasani keluaran Coke.
Kadang-kadang, mengambil air dari sumber-sumber dinas air minum bisa bermasalah. Misalnya, di luar Guelph, Ontario, Kanada, Nestle memiliki pabrik air kemasan. Ketika sedang kekeringan, mereka terus mengambil air, sehingga 130 ribu warga terpapar risiko kekurangan air minum.
3. Belum Tentu Memiliki Rasa yang Lebih Enak
Menurut beberapa orang, mereka menyukai air kemasan karena rasanya lebih enak daripada air keran. Memang benar, ada orang-orang yang bisa merasakan bedanya. Namun, kebanyakan orang tidak bisa membedakannya.
Beberapa penelitian dari AS, Swiss, Irlandia, dan Prancis mendapati bahwa hanya sepertiga pengguna saja yang mampu membedakan rasa air keran dan air kemasan.
Temuan itu masuk akal juga. Air keran pun berbeda-beda menurut sumbernya dan air kemasan berbeda-beda kandungannya, bergantung kepada merek. Masing-masing merek memiliki kandungan berbeda untuk kalsium atau sodium.
Walaupun ada yang bisa membedakan rasa air keran dan air kemasan, kebanyakan orang berpendapat bahwa rasa air keran lebih enak daripada air kemasan.
Dalam beberapa penelitian, jumlah orang yang lebih menyenangi air keran biasa dibandingkan dengan air kemasan berkisar antara 45 hingga 75 persen.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement
4. Tidak Lebih Aman Dibandingkan dengan Air Keran
Salah satu alasan orang memilih air kemasan daripada air keran adalah karena mereka mengira air kemasan lebih aman. Misalnya, krisis air di Flint, Michigan, adalah salah satu alasan kenapa penjualan air kemasan meningkat.
Demi penghematan biaya, pihak berwenang mengubah cara pengolahan air minum, sehingga memunculkan pencemaran oleh timah dari sistem pipa.
Namun, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa air kemasan sebenarnya tidak lebih aman daripada air keran.
Biasanya, untuk air keran, bisa ada dua masalah. Pertama, air berasal dari sebuah sumur yang bisa saja tercemar. Masalah ke dua adalah sistem pipa yang mengandung timah di rumah-rumah.
Di luar itu, air minum publik seharusnya aman karena peraturan dan pengujian yang ketat. Di AS, dua hal itu dilakukan oleh Dinas Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection Agency, EPA) dan Administrasi Obat Federal (Federal Drug Administration, FDA).
Tentu saja sistemnya tidak sempurna seperti contoh kasus di Flint tersebut. Namun, air kemasan tidak benar-benar menyelesaikan masalah keamanan air karena proses pembotolan menambah beberapa langkah yang tidak perlu.
Air yang sudah bersih masuk ke pabrik, lalu dibubuhi beberapa zat, melewati beberapa filter, dan mesin menuangkannya dalam botol.
Masalahnya, dengan penambahan langkah, bertambah juga kemungkinan adanya kesalaan. Misalnya dengan air yang tercemar bakteri E. coli. Perlu dicatat, bahwa FDA baru mulai memeriksa keberadaan E. coli air kemasan pada 2013.
Krisis air seperti kasus Flint tentunya masih bisa terjadi di masa depan. Dengan investasi pada infrastruktur, air keran akan terus menjadi sumber yang secara relatif aman dan murah.
5. Membunuh Lingkungan Hidup
Kita mengawali daftar ini dengan pemborosan uang untuk membeli air kemasan. Lebih daripada itu, biaya yang ditimbulkan juga mencakup biaya lingkungan hidup.
Untuk mengemas air, perusahaan-perusahaan menggunakan 17 juta barel BBM setiap tahun. Itu baru pada manufaktur botol dan pengemasan air, belum lagi biaya transportasi ke pengecer.
Yang lebih mencengangkan lagi, diperlukan 1,39 liter air untuk mengemas 1 liter air kemasan. Benar-benar pemborosan.
Pada 2016, sebanyak 48,5 miliar liter air dimasukkan dalam botol-botol yang tidak biodegradable, artinya yang tidak bisa terurai secara biologis. Hanya 12 persen botol yang didaur ulang.
Jadi, botol-botol sisanya bertebaran selama 450 tahun ke depan hingga benar-benar terurai, sehingga kita hanya disisakan dua pilihan.
Pertama adalah membatasi jumlah air kemasan yang kita minum atau mulai membangun pesawat angkasa raksasa seperti dalam film WALL-E karena kita akan memerlukannya.
Menurut jalan cerita film WALL-E, pada 2805 Bumi sudah ditinggalkan penghuninya karena terlalu penuh dengan sampah. Warga planet telah diungsikan menggunakan pesawat angkasa raksasa buatan perusahaan besar Buy-N-Large.
Advertisement