Liputan6.com, Riyadh - Suara ledakan keras terdengar dari arah Bandara Internasional King Khalid di Riyadh, Arab Saudi pada Sabtu 4 November 2017 waktu setempat.
Suara ledakan itu ternyata berasal dari rudal yang dicegat di udara.
Kementerian Pertahanan Yaman mengklaim, pihaknya menembakkan misil balistik yang menargetkan Bandara King Khalid di ibu kota Arab Saudi.
Advertisement
Kementerian Pertahanan Yaman mengatakan, serangan misil berhasil mengagetkan ibu kota Arab Saudi. Operasi tersebut diklaim sukses.
Ini adalah kali pertamanya Riyadh, yang jadi jantung pemerintahan Arab Saudi, menjadi sasaran tembak.
Baca Juga
"Kami sebelumnya telah memperingatkan bahwa ibu kota negara-negara yang menyerang Yaman, tak akan aman dari rudal balistik kami," kata juru bicara Pemerintah Yaman yang dikuasai pemberontak Houthi, Mohammed AbdulSalam, demikian dikutip CNN, Minggu (5/11/2017).
"Serangan rudal hari ini adalah respons pembunuhan yang dilakukan Saudi atas warga Yaman yang tak bersalah."
Pihak Yaman mengaku, serangan dilakukan menggunakan misil balistik jarak jauh buatan sendiri yang dinamakan 'Burqan 2H'.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Arab Saudi mengaku berhasil mencegat rudal tersebut di zona angkasa di timur laut Riyadh. Pengumuman tersebut disampaikan lewat media Al Arabiya.
Secara terpisah, pihak Bandara Riyadh mengaku tak terpengaruh dengan serangan rudal tersebut.
"Para pelancong di Bandara Internasional King Khalid, kami menjamin bahwa operasional bandara berlangsung normal dan seperti biasa. Penerbangan akan dilakukan sesuai jadwal," kata pihak bandara lewat Twitter.
Arab Saudi memimpin koalisi negara-negara melawan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman -- yang menggulingkan pemerintah negara yang diakui secara internasional pada tahun 2015.
Putra Mahkota Saudi Ingin Akhiri Perang
Sebelumnya, melalui rangkaian percakapan via surat elektronik (surel) yang bocor ke publik, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) diduga berkeinginan untuk mengakhiri Perang Yaman, konflik bersenjata yang ia gagas dan hingga kini masih berlangsung sejak dua tahun lalu.
Dalam percakapan itu, bin Salman turut menyatakan bahwa ia tidak berkeberatan jika suatu saat, Amerika Serikat menjalin hubungan bilateral dengan Iran, seteru lama Saudi.
Percakapan itu, diduga, terjadi satu bulan sebelum Saudi melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar. Demikian seperti dilansir Middleeasteye.net, Rabu (16/8/2017).
Percakapan via surel itu melibatkan Martin Indyk (mantan Duta Besar AS untuk Israel) dengan Yousef Otaiba (Dubes Uni Emirat Arab untuk AS). Surel itu berhasil diperoleh oleh kelompok pembocor (whistleblower) GlobalLeaks.
Advertisement