Liputan6.com, Jakarta - Pada 27 Desember 1949, nama Indonesia sebagai sebuah negara sempat lenyap dari peta dunia. Akibat sengketa politik dengan eks penjajah Belanda, 'Tanah Air' berganti nama menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hingga pada 17 Agustus 1950, RIS, sebuah 'negara' yang belum genap satu tahun, akhirnya dihapuskan. Kemudian, Indonesia resmi kembali menjadi sebuah negara, hingga sekarang.
Baca Juga
Selain Republik Indonesia Serikat, ada banyak contoh lain tentang negara yang berusia sangat pendek. Bahkan eksistensi beberapa di antaranya dapat dihitung menggunakan jari.
Advertisement
Penyebab sejumlah negara itu berusia pendek karena, sengketa politik, reformasi, perang saudara, hingga beberapa faktor lain.
Dari beberapa contoh, berikut 5 negara dengan usia terpendek di dunia, seperti Liputan6.com kutip dari Listverse.com, Minggu (5/11/2017).
1. Carpatho - Ukraina
Terbentuk di ujung barat daya Ukraina, Carpatho-Ukraina mengumumkan kemerdekaannya pada 15 Maret 1939. Singkat waktu, negara yang dipimpin Avgustyn Voloshyn itu telah menciptakan simbol negara dan lagu kebangsaan hanya dalam waktu satu hari.
Namun, Carpatho-Ukraina merdeka di saat yang tidak tepat, yakni ketika Nazi Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler tengah berencana melakukan ekspansi kekuasaan ke seluruh Eropa. Hitler pun menginvasi ke Carpatho-Ukraina, dua hari usai negara yang dipimpin oleh rezim Voloshyn itu menyatakan kemerdekaannya.
Takut akan invasi Nazi Jerman, jajaran pemerintah Carpatho-Ukraina melarikan diri dari negaranya sendiri yang baru dua hari terbentuk. Setelah invasi, negara itu habis ditelan Nazi dan usai Perang Dunia II, Carpatho-Ukraina menjadi bagian dari Uni Soviet.
Advertisement
2. Republik Demokratik Yaman
Pada 1990-an, perang saudara pecah di Yaman, melibatkan wilayah negara bagian di utara dan negara bagian di selatan.
Akibatnya, Wakil Presiden Yaman saat itu, Ali Salim al-Beidh pun melarikan diri ke Aden, selatan Yaman pada Agustus 1993, demi melakukan konsolidasi kekuatan untuk menangani isu internal di negaranya.
Guna memenuhi tujuannya, salah satu strategi yang diambil oleh Ali Salim al-Beidh adalah dengan mendirikan Republik Demokratik Yaman di selatan pada April 1994.
Al-Beidh mengikrarkan diri sebagai presiden, dengan Haidar Abu Bakr sebagai perdana menteri. Aden pun dicanangkan sebagai ibu kota.
Usai Republik Demokratik Yaman berdiri, tensi perang saudara di Yaman secara keseluruhan semakin memuncak. Alhasil, Dewan Keamanan PBB turun tangan meredakan konflik.
Sebulan kemudian, perang saudara mereda, yang ditandai setelah pasukan di utara menumpas pasukan Republik Demokratik Yaman dan menduduki Ibu Kota Aden, tepatnya pada 7 Juli 1994.
Setelah itu, pihak pemenang perang melakukan proses rekonsiliasi dan menyerap kembali Republik Demokratik Yaman kembali menjadi bagian negara Republik Yaman.
3. Azawad
Pada awal 2012, sekelompok pemberontak bersenjata dan berideologi ekstremisme Islam mendeklarasikan sebuah proto-state di Mali utara. Negara itu bernama Azawad.
Mengetahui hal itu, pemerintah Mali merespons dengan menetapkan kelompok pemberontak di Azawad sebagai separatis dan melakukan operasi militer. Tak mau kalah, kelompok pemberontak memulai serangan sporadis pada April 2012 untuk menumpas tentara pemerintah.
Akan tetapi, hanya dalam kurun sebulan, tentara pemerintah berhasil menumpas kelompok pemberontak. Dan melalui proses dialog dan rekonsiliasi, Azawad pun kembali lebur menjadi bagian kedauatan Mali.
Advertisement
4. Republik Pegunungan Armenia
Setelah kalah dari Turki dalam Perang Turki - Armenia, pemerintah Armenia dipaksa untuk bergabung dengan Rusia SFSR atau Soviet-Rusia. Akan tetapi, Soviet-Rusia justru memutuskan untuk menyerahkan wilayah tersebut kepada Azerbaijan, yang justru diprotes oleh sejumlah penduduk Armenia.
Tepat pada 26 April 1921, penduduk yang memprotes kebijakan Soviet-Rusia itu -- yang merupakan kelompok Armenian Revolutionary Federation -- mendeklarasikan Republik Pegunungan Armenia.
Mereka menguasai kota Yerevan dan daerah sekitarnya, menyiapkan semacam rute pelarian untuk anggota dan intelektual lainnya yang takut akan penganiayaan dari Soviet.
Namun, keberhasilan mereka tidak bertahan lama ketika tentara Soviet yang jauh lebih unggul tiba dan mengalahkan pemberontak.
Lewat sebuah negosiasi, gerakan separatis yang dimotori oleh Armenian Revolutionary Federation berhasil diredam oleh Moskow, yang menjanjikan mereka kendali atas wilayah Armenia dengan syarat, wilayah itu harus permanen menjadi wilayah Soviet-Rusia.
5. Republik Formosa
Usai Perang Sino-Jepang Pertama dan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki, Tiongkok memberikan kendali atas pulau Taiwan. Hal itu membuat marah penduduk setempat.
Maka, pada Mei 1895, penduduk pulau Taiwan mengumumkan kemerdekaan mereka dari Jepang, dan mendirikan negara baru, Republik Formosa.
Dipimpin oleh Liu Yongfu, Republik Formosa mengumpulkan bala tentara dan bersumpah untuk melawan Jepang jika mereka berani datang ke Taiwan.
Kala itu, Republik Formosa juga meminta pengakuan dan dukungan internasional. Namun, dukungan internasional tak kunjung datang.
Jepang akhirnya mulai menginvasi Taiwan demi mengklaim kembali wilayah tersebut. Dalam hitungan bulan, tentara Republik Formosa dikalahkan habis-habisan oleh militer Jepang.
Liu Yongfu, berhasil bertahan sampai Oktober dengan sebuah garnisun yang terdiri dari 20.000 orang di dekat Tainan, Ibu Kota Republik Formosa. Namun, mengetahui kekalahan di depan mata, Yongfu justru melarikan diri dari kota, meninggalkan anggotanya.
Yongfu sempat beberapa kali menghindar dari kejaran Jepang, sebelum akhirnya menyerahkan diri dan diikuti pelucutan senjata tentara Republik Formosa kepada Nippon.
Penduduk pulau Taiwan akhirnya menerima pendudukan Jepang, menandai akhir dari Republik Formosa dan awal dari campur tangan asing di pulau tersebut.
Advertisement