Liputan6.com, Seoul - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan peringatan keras kepada Korea Utara saat menyampaikan pidato di Majelis Nasional Korea Selatan pada Rabu, 8 November 2017.
Dalam pidato tersebut, Trump memperingatkan bahwa tindakan provokatif akan dianggap sebagai "kesalahan fatal" di bawah pemerintahannya.
Ia juga menyebut bahwa dirinya lebih memungkinkan menggunakan kekuatan militer, dibanding Presiden AS sebelumnya, jika Pyongyang terus mengancam AS dan sekutu-sekutunya.
Advertisement
"Ini pemerintahan yang sangat berbeda dibanding pemerintahan AS pada masa lalu," ujar Trump.
"Jangan remehkan dan jangan macam-macam dengan kami," tegas dia.
Dikutip dari CNN, Rabu (8/11/2017), presiden berusia 71 tahun itu juga menyampaikan pesan langsung terhadap diktator Korea Utara. Ia memperingatkan bahwa provokasi nuklir terus-menerus akan berakibat pada runtuhnya rezim Kim Jong-un.
Baca Juga
"Senjata yang Anda miliki tak membuat Anda lebih aman, senjata itu malah membuat rezim Anda dalam bahaya besar," ujar Trump dalam apa yang ia sebut dengan pesan langsung kepada Kim Jong-un.
"Setiap langkah yang Anda ambil di jalan gelap ini akan meningkatkan bahaya yang Anda hadapi," imbuh dia.
Dalam kesempatan itu, Trump juga meminta denuklirisasi di Semenanjung Korea yang sempurna dan dan dapat diverifikasi. Ia meminta semua negara yang bertanggung jawab untuk bergabung dan mengisolasi rezim Korut.
Trump juga menggambarkan hal kontras antara Korsel dan Korut, dengan mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Korsel adalah bukti bahwa apa yang dilakukan Korut telah gagal.
"Ketika Perang Korea dimulai pada 1950, baik Korsel dan Korut kira-kira memiliki PDB per kapita yang sama. Namun pada 1990-an, kekayaan Korea Selatan telah melampaui Korea Utara lebih dari 10 kali. Dan sekarang ekonomi Korsel telah 40 kali lebih besar."
"Korea Utara adalah sebuah negara yang dikuasai oleh sebuah kultus. Di pusat pemujaan militer ini, ada kepercayaan gila terhadap penguasa...," ujar Trump.
Selain masalah ekonomi, Donald Trump juga membandingkan kondisi hak asasi manusia yang Trump sebut mengerikan di Korea Utara dengan kebebasan yang dinikmati warga Korea Selatan.
Dalam lawatan Trump ke Korsel, kedua kepala negara juga mengumumkan bahwa Seoul akan membeli perangkat militer AS senilai miliaran dolar. Kemungkinan itu termasuk kapal selam bertenaga nuklir yang dapat mencegat rudal balistik Korut.
"Uji coba nuklir keenam Korut dan peluncuran misilnya merupakan sebuah ancaman. Tidak hanya bagi rakyat Korsel, tapi juga bagi warga dunia," tegas Trump.
"Kita akan bersama-sama menghadapi aksi Korut dan mencegah diktator Korut mengancam jutaan nyawa tak berdosa...AS siap untuk mempertahankan diri dan sekutunya menggunakan seluruh kemampuan militer kami yang tak tertandingi -- jika memang diperlukan," imbuhnya.
Â
Agresif Atau Tidak?
Sementara itu, Pelaksana Tugas Duta Besar AS untuk Korea Selatan, Marc Knapper mengatakan, "Kami (AS) ingin resolusi damai untuk isu ini."
Hal itu disampaikan oleh Knapper lewat sebuah pernyataan resmi yang diterima Liputan6.com via email pada 8 November 2017 lalu. Pernyataan tertulis itu merangkum bahasan pertemuan Presiden Trump dengan Presiden Moon Jae-in.
"Kami mencari jalan ke depan yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Korea Utara, tapi juga mencegah kita dari konflik apa pun karena itulah hal terakhir yang kita inginkan," tambahnya.
Lebih jauh, Knapper dengan tegas menyebutkan pernyataan bersama "enam pihak" tahun 2005 antara AS, Korea Utara, Korea Selatan, China, Jepang dan Rusia sebagai "peta jalan yang baik" untuk "semacam gerakan positif dalam negosiasi."
Pernyataan itu seakan menggarisbawahi komitmen AS yang ingin menempuh resolusi diplomatik dalam membahas isu Korut.
Knapper juga menambahkan, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menyatakan bahwa AS; tidak ingin perubahan atau perubahan rezim serta tidak ingin menyerang atau menyingkirkan Kim Jong-un dari kekuasaan. Dan penegasan itu dapat menjadi sebuah bentuk kepastian bagi Kora Utara bahwa AS tak akan mengambil 'langkah agresif'.
"Harapan kami adalah Korut akan melihat ini sebagai sebuah janji de facto untuk tidak bermusuhan, tanpa agresi. Kami berada dalam catatan tidak mencari niat bermusuhan terhadap Korea Utara," papar sang PLT Dubes AS untuk Korsel.
Advertisement
Gagal Kunjungi DMZ
Semula berkembang rumor bahwa selama berada di Negeri Ginseng, Trump akan mendatangi Zona Demiliterisasi Korea (DMZ). Namun seorang pejabat Gedung Putih menegaskan bahwa Presiden AS itu tidak akan menginjakkan kaki di DMZ karena keterbatasan waktu.
"Presiden tidak akan mengunjungi DMZ," kata pejabat tersebut seraya menjelaskan bahwa "tidak ada cukup waktu dalam jadwal" Trump.
Teranyar, CBS News melansir Trump membatalkan kunjungan ke DMZ karena cuaca buruk. Helikopter Marine One yang mengangkut Trump dilaporkan telah terbang menuju DMZ, tapi tak lama kembali akibat kondisi cuaca yang buruk. Laporan cuaca dari dekat DMZ menunjukan kondisi berkabut dan jarak pandang di bawah satu mil.
Terkait batalnya kunjungan ke DMZ, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengungkapkan, "Saya rasa dia (Trump) cukup kecewa."
Ternyata, kunjungan Trump ke DMZ telah dijadwalkan sejak semula. Namun, dirahasiakan mengingat persoalan keamanan.
Korsel adalah negara kedua yang dikunjungi Trump setelah Jepang. Dalam lawatan perdananya ke Asia, Trump juga akan menyambangi China, Vietnam dan Filipina.
Â
Â