Sukses

Pembelot: Tes Nuklir Korut Picu Kekeringan dan Cacat pada Bayi

Informasi itu dilaporkan oleh sekitar 21 pembelot Korea Utara yang pernah tinggal atau memiliki kerabat dekat dengan situs tes nuklir Korut.

Liputan6.com, Pyongyang - Tes nuklir bawah tanah yang dilakukan oleh Korea Utara di salah satu provinsinya telah mengubah lokasi tersebut mengalami kekeringan dan menyebabkan cacat pada bayi yang baru lahir, kata laporan puluhan pembelot dari Korut.

Sekitar 80 persen pohon di situs tes nuklir itu mati dan sumur bawah tanah di kawasan tersebut mengalami kekeringan. Demikian seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (8/11/2017).

Uji coba nuklir Korut juga mengakibatkan sejumlah bayi di kawasan itu lahir dengan cacat fisik.

Laporan itu datang dari 21 pembelot yang pernah tinggal di Kilju, County, Provinsi Hamgyong Utara, lokasi situs nuklir Punggye-ri berada.

"Saya mendengar dari seorang kerabat di Kilju bahwa ada bayi yang lahir dengan cacat fisik di rumah sakit di sana," kata seorang pembelot kepada surat kabar Korea Selatan, Chosun Ilbo. Pembelot itu juga menambahkan bahwa penduduk setempat khawatir dengan kontaminasi radioaktif.

Seorang pembelot lain mengaku khawatir, tes nuklir Korut mengakibatkan sumur bahwa tanah di beberapa desa di Kilju mengalami kekeringan.

"Saya berbicara di telepon dengan anggota keluarga yang saya tinggalkan di sana dan mereka mengatakan kepada saya bahwa semua sumur bawah tanah mengering setelah uji coba nuklir keenam," kata seorang pembelot yang lain.

Sementara itu, seorang pembelot lain mengaku, pemerintah Korut tidak memberi peringatan terhadap masyarakat setempat tentang sejumlah tes nuklir yang digelar di Kilju, seperti pada uji coba pada 2006 dan 2009.

"Hanya anggota keluarga tentara yang dievakuasi ke bunker bawah tanah. Orang awam sama sekali tidak sadar akan tes tersebut," kata pembelot lainnya, yang melarikan diri dari Korea Utara pada 2010.

Menurut narasumber lain yang telah berkunjung ke Kilju sejak uji coba nuklir keenam, warga dilarang melakukan janji dengan rumah sakit di Pyongyang.

Seperti dikutip dari Telegraph, para pejabat Korut juga nampaknya bermaksud untuk terus menutupi fakta yang terjadi di Kilju County. Otoritas setempat bahkan kerap memenjarakan individu yang hendak mengungkap situasi yang terjadi di sana.

Sementara itu, 38North, situs pemantau Korut sayap Johns Hopkins University, Maryland melaporkan pada akhir pekan lalu bahwa citra satelit komersial Punggye-ri menunjukkan pergerakan signifikan di dekat Portal Barat, sebuah kompleks terowongan yang belum terpakai. Namun laporan itu menyimpulkan, sulit untuk menentukan tujuan pasti dari pergerakan semu tersebut.

2 dari 2 halaman

Korut: Senjata Nuklir Berharga untuk Pertahanan Negara Kami

Korea Utara kembali menebar ancaman. Kali ini, ancaman itu diumbar jelang lawatan kenegaraan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik.

Trump resmi memulai kunjungannya ke Asia yang dimulai dengan Jepang pada tanggal 5 - 6 November. Selepas itu, sang presiden akan mengunjungi Korea Selatan pada 7 - 8 November.

Dan, guna 'menyambut' kedatangan Trump, Korea Utara mengumbar retorika akan terus memproduksi bahkan menambah hulu ledak nuklirnya.

Retorika itu datang lewat sebuah siaran televisi pemerintah Korea Utara KCNA.

"Amerika Serikat harus melupakan gagasan tak masuk akal bahwa Pyongyang akan patuh terhadap sanksi internasional dan menanggalkan senjata nuklirnya," papar KCNA seperti dikutip dari News.com.au, Minggu 5 November 2017.

"Senjata nuklir berharga untuk pertahanan negara kami akan semakin meningkat tajam dari biasanya," tambah siaran tersebut.

Tayangan itu juga menjelaskan, Korea Utara akan menghentikan produksi senjata rudal dan nuklirnya jika, "Kebijakan agresif AS terhadap DPRK (nama resmi Korea Utara) berhenti untuk selama-lamanya."

Meski begitu, KCNA menyatakan bahwa Korut tetap menolak desakan AS dan komunitas internasional yang menginginkan denuklirisasi di negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu.

"Sebaiknya mereka berhenti bermimpi kala berbicara soal denuklirisasi dengan kami," tambah KCNA.

Video Terkini