Liputan6.com, Paris - Salah satu tokoh besar dalam sejarah Prancis, Jenderal Charles de Gaulle, wafat pada 9 November 1970. Ia tutup usia pada umur 79 tahun.
Mantan presiden itu sedang duduk menonton televisi di rumahnya saat terkena serangan jantung. Istrinya, Yvonne, sempat memanggil dokter dan pastur. Namun, nyawa de Gaule tak terselamatkan.
Baca Juga
Sebelumnya, de Gaule terlihat sehat. Ia sempat berjalan-jalan di kebun dan mengerjakan memoar di ruang kerjanya.
Advertisement
Pada awalnya, berita kematiannya disimpan oleh pihak keluarga. Yvonne hanya memberi tahu putra dan putri mereka, Philippe dan Elizabeth.
Presiden Prancis yang menjabat saat itu, Georges Pompidou, baru diberi tahu beberapa jam kemudian.
Dilansir oleh BBC On This Day, Charles de Gaule mengumumkan dengan sangat rinci soal pemakamannya dalam sebuah surat yang ditulis pada Januari 1952 kepada Pompidou -- yang dahulunya merupakan pekerja bank namun sekaligus menjadi orang kepercayaannya.
Pria kelahiran 22 November 1890 itu, ingin dikuburkan di kampung halamannya, Colombey-les-deux-Eglises, di samping putrinya Anne yang meninggal saat berusia 20 tahun.
Charles de Gaule juga berpesan, dirinya tak ingin diadakan upacara resmi saat dimakamkan. Ia juga secara eksplisit menolak semua hal-hal kebendaan bahkan menolak untuk diberikan batu nisan.
Sesuai dengan keinginannya, Pompidou tak menghadiri pemakaman Charles de Gaulle. Meski demikian, ia tetap pergi ke Colombey secara pribadi untuk memberi penghormatan terakhir.
De Gaulle menjadi pahlawan perlawanan Prancis terhadap pendudukan Nazi selama Perang Dunia II, yakni saat ia melarikan diri ke London dan memimpin Free French di pengasingan.
Dia terpilih sebagai presiden pemerintahan pasca-perang sementara pada 1945. Namun ia mengundurkan diri pada Januari 1946 setelah sebuah konstitusi baru untuk negara tak dapat disepakati.
Ia menarik diri dari kehidupan politik sampai 1958, saat diminta untuk mencegah terjadinya perang sipil di Aljazair.
Pada 1 Juni 1958, ia ditunjuk sebagai perdana menteri dan diberi kekuasaan darurat yang luas termasuk menyiapkan sebuah konstitusi baru -- dasar dari Republik Kelima.
Pada 1965, Charles de Gaulle terpilih menjadi presiden. Namun ia mengundurkan diri pada 1969 setelah mempertaruhkan reputasinya dalam sebuah referendum soal reformasi politik -- di mana ia mengalami kekalahan.
Selain wafatnya Charles de Gaulle, pada tanggal sama di tahun 1963, ledakan di tambang batu bara Miike Jepang menewaskan 458 orang. Sementara itu 839 lainnya dilarikan ke rumah sakit akibat keracunan karbon monoksida.
Sementara itu pada 2005, tiga hotel di Amman, Yordania, diserang oleh bom bunuh diri dan menewaskan setidaknya 60 orang.