Liputan6.com, Washington, DC - Di zaman yang semakin canggih ini, orang akan lebih "intim" lagi saat menonton pornografi melalui headset virtual reality (VR). Hal itu diungkapkan oleh sejumlah para ahli.
Sebuah teknologi VR terbaru semakin mendekati sempurna, bak meniduri objek seks secara nyata. Hal itu akan membuat penggunanya mengalami pengalaman seperti asli.
Namun, ada konsekuensi yang dianggap jauh lebih mengerikan daripada konten pornografi biasa. Meski demikian, pornografi VR yang semakin 'sempurna' banyak diburu.Â
Advertisement
Tak pelak lagi, kemajuan tersebut digunakan di industri pornografi untuk menciptakan jenis video virtual reality baru.
Salah satu hasil dari VR untuk pornografi mengklaim bahwa teknologi tersebut membuat tren baru dalam pornografi yang membuat orang makin sering mencari dan menonton. Hal itu diungkapkan oleh produser dan sutradara BaDoink VR, Dinorah Hernandez, kepada News.com.au seperti dikutip dari Independent pada Jumat (10/11/2017).
"Orang akan meminta lebih banyak romansa, kedekatan, dan percakapan. Ini adalah hal yang didapat dari sebuah hubungan antar manusia yang nyata, namun, banyak orang tak seberuntung itu," kata Hernandez.
"Dengan demikian, mereka mencari pengalaman seperti itu di dunia VR di mana di dunia nyata nyaris tak mungkin."
Namun, menurut para peneliti, 'hubungan sempurna' seperti itu justru akan membuat masalah.
"Di komunitas, kita selalu mencari pengalaman dan romansa baru. Namun di industri porno justru berisiko karena pemikiran yang seksis serta kemungkinan mengeksploitasi perempuan," terang Dr Madeline Balaam peneliti dari Newcastle University.
"Sekarang ini, kita sudah sangat terobsesi dengan tampilan tubuh dan di industri digital pun demikian dengan menciptakan wanita virtual seperti Lara Croft hingga robot seks. Pornografi VR memiliki potensial untuk meningkatkan obsesi ini," lanjut Balaam.
"Penelitian kami bukan hanya menekankan orang makin mencari sebuah kesempurnaan, tapi juga tak bisa membuat orang tak bisa membedakan mana yang fantasi mana yang realitas," kata peneliti itu.
"Beberapa temuan kami menyoroti potensi untuk menciptakan model 3D kehidupan nyata, yang membuat bertanya-tanya apa arti dalam pengalaman VR. Jika seorang memiliki kekasih VR, apakah mereka akan melakukan sesuatu terhadapnya yang mereka tahu di dunia nyata seseorang akan menolak melakukan itu?"
Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa pornografi VR akan mempertanyakan hal etis terkait hubungan.
Tambahan kata 'realitas', dalam teknologi bisa berarti orang yang menonton konten dianggap 'selingkuh' dengan pasangan sebenarnya. Atau lebih parah lagi, orang yang berlebihan fantasinya yang disalurkan di dunia VR dianggap telah melakukan kekerasan terhadap pasangan.
"Pornografi memiliki peran kunci dalam teknologi mulai dari stereoskop tahun 1800-an hingga video dan sekarang VR," ujar peneliti di institusi yang sama, Matthew Wood.
"Namun, VR adalah pertama kalinya menawarkan kemungkinan dari sekedar penonton pasif menjadi aktif."
"Salah satu temuan kami menunjukkan bahwa pornografi VR dianggap perselingkuhan dengan pasangan di dunia nyata, karena meningkatnya konten 'realitas' dalam pengalaman menonton VR."
"Kami menemukan orang yang memiliki pengalaman pornografi VR mencari-cari pasangan seks sempurna, di mana di dunia nyata sangat tidak memungkinkan," terang Wood.
"Penikmat pornografi VR lainnya adalah mendapatakan imajinasi seks yang berlebihan di mana di dunia nyata bisa dikategorikan kekerasan," lanjut Wood.
"Namun, horor yang paling mengerikan adalah kemungkinan para penikmat pornografi VR akan lebih sangat kecanduan dibanding pornografi biasa," tutup Wood.
Pengalaman Menonton Pornografi VR
Sudah ada beberapa studio hiburan dewasa yang menyediakan film VR khusus dewasa. Naughty America menyediakan 50 judul untuk para pria yang 'straight' -- bukan homoseksual. Di situs perusahaan tersebut, juga disediakan pilihan untuk membaca ringkasan cerita.
Ternyata menonton VR porno tidak lah semudah tontonan biasa karena melibatkan proses yang lebih banyak, misalnya mengunduh, mencari aplikasinya, sinkronisasi gawai, dan memilih mode tayangan yang tergantung pada masing-masing gawai dan cara tayangan filmya. Bisa-bisa 20 menit habis hanya untuk persiapan.
Walau terdengar merepotkan, pengalaman dengan VR porno ternyata cukup menyenangkan. Mari mulai dari hal yang tidak terlalu ‘menyerempet’ kepada seks. Antarmuka (interface) bagi pengguna ternyata bekerja dengan mulus dan tanpa hambatan. Tayangannya sendiri dirancang supaya menjadi pengalaman yang membebaskan tangan kita supaya…begitulah.
Ketika menyaksikan video porno dengan cara tradisional, ada jarak antara pemirsa dengan layar tayangan. Pemirsa tidak bisa merasa ada dalam tayangan karena sadar sedang menonton.
Pengalaman itu bertolak belakang dengan VR cabul. Dengan earphone terpasang dan tayangan di hadapan mata, pemirsa seakan tersedot ke dalam pengalamannya. Ketika melihat ke atas, pemirsa melihat langit-langit ruangan. Ketika melihat ke kiri, ada juru rawat cantik di sana. Bahkan kamera rekamannya pun mempelajari apa yang paling senang dilihat oleh pemirsa.
Tidak ada jurukamera yang memaksakan pengalaman POV bagi pemirsa, melainkan kendali oleh pengguna itu sendiri.
Advertisement