Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat dan Prancis telah menyatakan dukungan terhadap kedaulatan dan stabilitas di Lebanon. Pernyataan ini mencuat di tengah meningkatnya ketegangan antara Beirut dan Arab Saudi.
Krisis politik yang dipicu pengunduran diri Perdana Menteri Saad Hariri yang mengejutkan pada 4 November, telah mencekam dan merusak keadaan yang relatif damai yang dipelihara pemerintah koalisi Lebanon.
Para pejabat Lebanon telah bersikeras agar Hariri pulang dari Arab Saudi di tengah isu bahwa dia ditahan paksa. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (13/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders, dalam pernyataannya pada Sabtu, 11 November menyebutkan bahwa Washington meminta kepada "semua negara dan pihak agar menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan proses konstitusi Lebanon."
Kantor berita nasional pemerintah Lebanon, pada Sabtu, melaporkan,Presiden Prancis Emmanuel Macron menelepon Presiden Lebanon untuk mengutarakan dukungan Perancis pada "persatuan, kedaulatan dan kemerdekaan" Lebanon.
Mundurnya Hariri dari Kursi PM
Pada Sabtu, 4 November, dunia dikejutkan dengan pernyataan Saad Hariri yang mengundurkan diri dari posisinya sebagai Perdana Menteri. Ia menyampaikan pengumuman tersebut melalui sebuah video dari Arab Saudi.
Hariri menuding Iran dan kelompok Hizbullah Lebanon telah menabur perselisihan di negara-negara Arab dan ia takut dirinya menjadi korban pembunuhan.
Meski demikian, elite politik Lebanon meminta agar Hariri yang saat ini masih berada di Arab Saudi untuk kembali. Sebagian pihak meyakini bahwa pengunduran diri Hariri dibayangi tekanan Riyadh.
"Kembalinya Perdana Menteri Lebanon, pemimpin nasional, Saad Hariri, yang juga pimpinan Future Movement, dibutuhkan untuk memulihkan martabat dan kehormatan Lebanon di dalam dan luar negeri," ujar mantan Perdana Menteri Lebanon, Fouad Saniora.
Saniora memimpin kubu Future Movement di parlemen.
Adapun Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir pada awal pekan ini memperingatkan bahwa pemerintahannya akan menganggap Lebanon sebagai musuh selama kelompok Hizbullah bercokol di pemerintahan Lebanon.
Al-Jubeir menegaskan, partisipasi Hizbullah dalam pemerintahan Lebanon merupakan "tindakan perang" melawan Arab Saudi. Riyadh memandang Hizbullah sebagai perwakilan Iran di tengah rivalitas Sunni dan Syiah.
Arab Saudi belum lama ini menuding kelompok Hizbullah yang mendapat dukungan dari Iran, menembakkan rudal ke wilayah mereka dari Yaman. Rudal tersebut berhasil dicegat.
Ketegangan ini mencuat di saat kondisi dalam negeri Arab Saudi gonjang-ganjing terkait penangkapan sejumlah pangeran, menteri dan mantan menteri atas dugaan korupsi. Jumlah mereka yang ditahan kabarnya mencapai 200 orang lebih.
Advertisement