Liputan6.com, Teheran - Korban tewas akibat gempa yang terjadi di perbatasan Iran-Irak pada Minggu 12 November 2017 terus bertambah. Hingga berita ini diturunkan, lindu tersebut telah merenggut 452 nyawa.
Gempa berkekuatan 7,3 skala Richter (SR) dengan kedalaman 23 kilometer itu, menjadi lindu paling mematikan pada 2017, melampaui jumlah korban gempa yang terjadi di Mexico City pada September lalu.
Menurut media lokal, getaran gempa Iran-Irak bahkan dirasakan di sejumlah negara, seperti Turki, Pakistan, Lebanon, dan Kuwait.
Advertisement
Merespons hal tersebut, pihak berwenang di Iran dan Irak telah menginisiasi operasi penyelamatan. Iran, negara yang paling parah terdampak dengan jumlah korban tewas sebanyak 445 orang, menetapkan tiga hari berkabung.
Dikutip dari CNN, Selasa (14/11/2017), Presiden Iran Hassan Rouhani berencana untuk mengunjungi Kermanshah untuk meninjau operasi penyelamatan. Sementara itu menteri dalam negeri dan kesehatan telah berada di sana.
Baca Juga
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi dalam Twitternya pada Senin 13 November, menginstruksikan tim pertahanan sipil dan lembaga kesehatan untuk melakukan semua yang mereka mampu untuk memberikan bantuan terhadap mereka yang terdampak gempa.
Sementara itu Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyatakan belasungkawa dan mendesak militer dan masyarakat untuk mengirim bantuan kepada korban.
Menurut kantor berita Tasnim, Garda Revolusi Iran dilaporkan akan mengunjungi daerah-daerah yang terdampak untuk membantu usaha penyelamatan.
Sementara itu juru bicara Bulan Sabit Merah Iran, Mansoureh Bagheri, mengatakan, pihaknya telah bekerja di area yang terdampak dengan menggunakan anjing pelacak, tim pemecah puing, dan tim tanggap darurat.
Menurutnya, lebih dari 500 desa di lokasi yang berada di dekat pusat gempa mengalami kerusakan.
Â
Penuturan Saksi Mata
Seorang ibu asal Baghdad, Iran, Majida Ameer, mengaku bahwa ia dan tiga anaknya berlari ke jalan setelah merasakan gempa.
"Aku sedang duduk bersama anak-anak menikamti makan malam dan seketika bangunan bergoyang," ujar Ameer.
"Awalnya aku berpikir bahwa itu bom besar. Namun aku mendengar semua orang di sekitarku berteriak 'Gempa'!" imbuh dia.
Pourya Badrkhani, seorang guru musik di Kermanshah, Iran, mengatakan bahwa ia sedang duduk menonton televisi saat gempa terjadi. Ia mengaku segera meninggalkan rumah bersama keluarganya dan bergabung bersama tetangganya menuju jalan.
Ia mengatakan bahwa banyak orang mendonorkan darah untuk membantu mereka yang terluka. Sementara itu beberapa orang lainnya secara sukarela pergi ke kota-kota perbatasan, di mana menjadi wilayah yang paling parah terdampak.
Iran merupakan negara yang berada di garis patahan utama antara lempeng Arab dan Eurasia dan pernah mengalami sejumlah gempa.
Gempa paling mematikan pada abad ini terjadi di Iran pada 2003. Saat itu lindu berkekuatan 6,6 skala Richter mengguncang kota Bam dan menewaskan sekitar 26.000 orang.
Sepuluh tahun sebelumnya, yakni pada Juni 1990, diperkirakan 37.000 orang tewas dalam gempa yang melanda Rudar, Manjil, dan Lushan. Ratusan desa rusak akibat peristiwa tersebut.
Pada 2005, gempa berkekuatan 6,4 SR menguncang Zarand, Provinsi Kerman, dan menewaskan 400 orang. Sementara itu pada 2012 sebanyak 300 orang tewas dalam gempa ganda yang mengguncang Iran barat laut.
Advertisement