Sukses

Ini Dampak Perubahan Iklim terhadap Angka Kematian Manusia

Perubahan iklim dapat memberikan dampak yang berbeda pada bagian Bumi yang beriklim hangat dan dingin.

Liputan6.com, London - Perubahan iklim drastis mungkin memberikan "keuntungan tak terduga" bagi negara-negara di belahan utara dunia. Sebuah studi terbaru menyatakan, jumlah kematian akibat cuaca dingin di musim dingin akan menurun.

Sementara itu, angka kematian akibat pemanasan global akan terus meningkat di beberapa wilayah dunia.

Dilansir dari The Telegraph, Selasa (14/11/2017), data menunjukkan hampir 50 ribu orang tewas akibat flu yang terjadi pada musim dingin di Inggris. Jumlah tersebut dinyatakan akan berkurang sekitar 32 sampai 50 persen, jika skenario terburuk perubahan iklim benar-benar terjadi di pengujung abad ke-21.

Di sisi lain, jumlah kematian pada musim panas yang telah merenggut sekitar dua ribu jiwa akan meningkat hingga lima atau tujuh kali lipat.

Hal ini dipertegas Antonio Gasparrani, seorang profesor biostatistik dan epidemiologi dari London School of Hygiene & Tropical Medicine. Ia berkata, "Perubahan iklim saat ini dikenal luas sebagai ancaman global terbesar pada abad ke-21."

"Meskipun hasil penelitian sebelumnya menunjukkan adanya potensi peningkatan angka kematian terkait suhu panas, itu akan diimbangi berkurangnya jumlah kematian akibat suhu dingin."

Gasparrani menambahkan, "Jumlah tersebut cenderung bervariasi pada tiap wilayah, tergantung pada iklim lokal di sana dan juga faktor lainnya."

"Kabar baiknya, jika kita mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan global, jumlah kematian tadi akan menjadi jauh lebih rendah," dia menegaskan.

2 dari 2 halaman

Solusi Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

Potensi meningkatnya jumlah kematian akibat pemanasan global tersebut merupakan hasil penelitian dari sekelompok peneliti yang dipublikasikan di The Lancet Planetary Health. Penelitian dilakukan untuk mengukur dampak kesehatan dari meningkatnya suhu temperatur global.

Peneliti coba membandingkan jumlah kematian yang terjadi akibat suhu dingin dan panas di 451 lokasi di seluruh dunia, dengan menggunakan data berupa 85 juta kematian yang terjadi antara 1984-2015. Itu dilakukan demi menaksir dampak perubahan iklim pada kematian di beberapa lokasi.

Tim penelitian juga memperkirakan, bagaimana angka kematian itu dapat berubah berdasarkan empat skenario alternatif tentang perubahan iklim yang dirancang oleh Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim (IPCC).

Para peneliti kemudian memaparkan "skenario terburuk" bagi beberapa wilayah beriklim hangat, jika saja emisi gas rumah kaca terus meningkat sepanjang abad ke-21.

Seperti contoh, angka kematian di Eropa Selatan yang meningkat 6,4 persen di pengujung abad bila pemanasan global terus dibiarkan terjadi.

Asia Tenggara juga akan bernasib serupa, dengan adanya peningkatan angka kematian sebesar 12,7 persen tiap tahunnya. Begitu juga Amerika Selatan, dengan peningkatan 4,6 persen jumlah kematian setiap tahunnya.

Sementara itu, peningkatan jumlah kematian di wilayah beriklim lebih sejuk seperti Eropa Utara tidak akan terjadi, atau bahkan berkurang.

Hasil dari penelitian menyimpulkan, skenario buruk tersebut dapat dicegah, jika sejumlah negara yang terikat dalam Perjanjian Paris 2015 segera mencegah terjadinya pemanasan suhu bumi di atas 2 derajat Celsius. Jika itu dapat dilakukan, jumlah kematian tiap tahunnya dapat ditekan menjadi -0,4 hingga 0,6 persen.