Liputan6.com, Perth - Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) pada Selasa 15 November mengimbau Australia agar menerima tawaran Selandia Baru untuk menampung 150 pengungsi dari pusat penahanan pengungsi yang dikelola Australia di Papua Nugini.
UNHCR menyerukan hal itu saat sekitar 450 pengungsi mengurung diri di dalam pusat penahanan yang ditelantarkan itu, tanpa makanan dan air minum.
Baca Juga
Para pencari suaka itu telah bertahan di pusat penahanan tersebut selama dua pekan terakhir dan menentang upaya Australia dan Papua Nugini untuk menutup fasilitas tersebut, dengan alasan keamanan mereka terancam jika dipindah ke pusat-pusat transit.
Advertisement
Dengan banyak tahanan jatuh sakit karena kondisi yang buruk di dalam kamp, Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi mengimbau Australia agar mengizinkan 150 pencari suaka ditampung di Selandia Baru.
Para pencari suaka itu umumnya datang dari Afghanistan, Iran, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka, dan Suriah.
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull sebelumnya menolak tawaran permukiman kembali pengungsi dari Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan memilih untuk melakukan pertukaran pengungsi yang dirundingkannya dengan Presiden Barrack Obama tahun lalu.
Ribuan Warga Melbourne Gelar Aksi Bela Pengungsi di Pulau Manus
Sebelumnya permasalahan ini menimbulkan gejolak di kalangan warga. Ribuan orang turun ke jalanan Melbourne, Australia untuk mendukung 600 migran asal Papua Nugini dan negara lain yang kamp penampungannya ditutup oleh pemerintah pekan lalu.
Dilansir dari laman VOA Indonesia, pemerintah Australia dengan tegas menolak menerima pengungsi itu, sementara Selandia Baru menawarkan menerima sebagian dari mereka.
Demonstran menilai pemerintah Australia memperlakukan para migran dengan cara yang menyiksa dan menuntut agar mereka diizinkan bermukim kembali di Australia.
Australia menginginkan mereka pindah ke unit-unit akomodasi baru tetapi orang-orang itu takut akan diserang lagi oleh penduduk setempat, yang menolak kehadiran mereka di pulau itu.
Unit-unit tersebut dibangun Australia oleh komunitas Lorengau. Tetapi PBB mengatakan, sebagian perumahan komunitas baru itu belum siap.
Aktivis yang berdemonstrasi di Melbourne menuduh Australia hendak membuat pengungsi kelaparan supaya pasrah. Di antara mereka terdapat sekitar 90 Muslim Rohingya dari Myanmar, 200 orang dari Iran, dan lainnya dari Afghanistan, Somalia dan Pakistan.
Pasokan makanan, obat-obat, listrik dan air telah dihentikan dari bekas pusat penahanan tersebut.
Pengungsi Sudan Abdul Aziz Adam menuduh Australia menelantarkan pengungsi, dan berharap Selandia Baru akan menawarkan tempat perlindungan bagi mereka.
"Australia menolak memberi kami kebutuhan dasar seperti air dan makanan. Mereka sengaja membuat kami kelaparan. Mereka menginginkan kami dimukimkan kembali di Papua Nugini yang bahkan orang di sana tidak menginginkan kami bermukim di negara mereka," ujar Aziz Adam.
"Dan kami yang berada di Pulau Manus sudah putus asa. Satu-satunya harapan kami sekarang adalah pemerintah Selandia Baru. Yang terhormat Perdana Menteri Selandia Baru, kami memohon dan mengharap belas kasih Anda untuk membantu kami. Kami membutuhkan bantuan Anda," tambahnya.
Perdana Menteri Selandia Baru yang berasal dari Partai Buruh, Jacinda Ardern diperkirakan akan mendesak rekan setaranya yang berhaluan kanan, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, agar mengizinkan negaranya menerima sebagian pengungsi yang ditahan di Pulau Manus dan kamp migran Australia lainnya di Nauru.
Sejak tahun 2013, Australia menahan semua pencari suaka yang mencoba masuk ke negara itu dengan kapal. Menurut Australia, kebijakan itu mencegah migran bertaruh nyawa di laut dan melindungi perbatasan maritimnya. Pengeritik berpendapat, tindakan tersebut bersifat menghukum dan ekstrem.
Aktor Australia Russell Crowe mengatakan, perlakuan Australia terhadap pengungsi yang ditahan di Papua Nugini memalukan bangsa.
Advertisement