Sukses

Menlu China Usulkan 3 Solusi Atasi Krisis Rohingya kepada Myanmar

Menteri Luar Negeri China telah melawat ke Myanmar untuk bertemu dengan para pemimpin Burma guna membahas krisis Rohingya.

Liputan6.com, Naypyidaw - Menteri Luar Negeri China telah melawat ke Myanmar untuk bertemu dengan para pemimpin Burma. Lawatan itu dilakukan pada 19 November 2017.

Serupa dengan kunjungan sehari sebelumnya ke Bangladesh, lawatan Menlu Wang Yi ke Naypyidaw turut membicarakan krisis pengungsi dan kemanusiaan Rohingya. Demikian seperti dikutip dari VOA News, Senin (20/11/2017).

"Masyarakat internasional harus membantu memerangi kemiskinan dan mempromosikan pembangunan di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang mengakibatkan ratusan ribu muslim Rohingya melarikan diri di tengah tindakan keras militer," kata Menlu Wang Yi saat pertemuan dengan State Counsellor Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Htin Kyaw, dan Panglima Myanmar Min Aung Hlaing.

Wang melanjutkan pada sebuah konferensi pers hari Minggu bahwa China memiliki "rencana tiga tahap" untuk menyelesaikan krisis Rohingya.

"Yang pertama adalah memiliki gencatan senjata dan untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas, sehingga orang-orang bisa berhenti melarikan diri dan hidup dalam damai," kata Wang.

"Pada tahap kedua, semua pihak harus mendorong dan mendukung Myanmar dan Bangladesh untuk menemukan cara penyelesaian masalah melalui konsultasi berdasarkan," tambahnya.

Tahap ketiga, agar masyarakat internasional bisa membantu mengembangkan Rakhine.

Sementara itu, Sabtu lalu, Menlu Wang Yi telah melakukan kunjungan ke Dhaka, Bangladesh. Di sana, ia bertemu dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, bahwa krisis Rohingya hendaknya turut diselesaikan secara bilateral antara Myanmar dan Bangladesh

Lebih dari 600 ribu orang muslim Rohingya telah melarikan diri dari negara-bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh sejak Agustus 2017. Saat itu, militer melancarkan apa yang disebutnya sebagai "operasi pembersihan" sebagai tanggapan atas serangan pemberontak. Pengungsi mengatakan tentara dan massa etnis mayoritas menyerang dan membakar desa mereka untuk memaksa eksodus massal.

Â