Liputan6.com, Islamabad - Gerombolan orang di ibu kota Pakistan, Islamabad, membakar Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 21 November 1979. Serangan itu diawali unjuk rasa mahasiswa di luar kompleks Kedubes AS.
Demonstrasi berubah ricuh saat para demonstran berhasil menerobos masuk ke dalam kompleks kedubes. Tembakan meletus dan seorang marinir yang berdiri di atap gedung tewas diterjang peluru.
Baca Juga
Seperti dikutip dari BBC History, serangan tersebut diyakini dipicu oleh sebuah pernyataan Pemimpin Iran, Ayatollah Khomeini, yang mengatakan bahwa AS dalang di balik pendudukan Masjidil Haram.
Advertisement
Kementerian Luar Negeri AS menggambar pernyataan Khomeini tersebut sebagai "tidak bertanggung jawab, sekaligus kebohongan." Adapun pihak berwenang Saudi merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa pendudukan Masjidil Haram didalangi oleh kelompok fundamentalis Islam dan tidak ada pihak Barat yang terlibat.
Seperti dilansir alriyadh.com, pendudukan Masjidil Haram yang berlangsung pada 20 November hingga 4 Desember 1979 dilancarkan oleh kelompok "Ikhwan". Gerakan ini dipimpin oleh
Saat itu, hubungan AS dengan Pakistan telah berada pada titik terendah setelah Washington memangkas bantuan pada April sebelumnya. Langkah AS tersebut dipicu ambisi nuklir Pakistan dan kritik terhadap catatan HAM pemerintahan Jenderal Mohammed Zia ul-Haq.
Ketika para pendemo mulai menghancurkan jendela dan membakar gedung, lebih dari 100 staf kedubes dilaporkan berusaha melindungi diri mereka di lantai atas. Mereka yang terjebak dalam insiden ini termasuk diplomat AS, staf lokal dan seorang jurnalis dari majalah Time.
Duta Besar AS untuk Pakistan, Arthur W Hummel Jr tengah berada di luar gedung saat serangan terjadi. Staf yang terjebak berhasil menghubungi dan Dubes Hummel langsung menghubungi otoritas Pakistan.
Jenderal Zia dikabarkan memerintahkan tentara Pakistan untuk menyelamatkan warga AS yang terperangkap. Akhirnya, lima jam setelah serangan terjadi atau sekitar pukul 18.00 waktu setempat, militer dapat mengendalikan situasi.
Pasca-serangan, ditemukan lima mayat lagi di lokasi kejadian, yakni seorang warga AS, dua staf lokal dan dua lainnya adalah para pendemo.
Ternyata, tak hanya Kedubes AS yang menjadi target. Sejumlah institusi AS lainnya di Pakistan juga menjadi sasaran demo anti-AS.
Selama bertahun-tahun hubungan Washington-Islamabad tetap tidak nyaman hingga akhirnya pada 2001, Pakistan setuju untuk mendukung "perang melawan teror" yang dilancarkan AS. Mereka membantu menggulingkan rezim Taliban di Afghanistan.
Meski demikian, kelompok ekstremis di Pakistan terus menargetkan entitas AS di sana. Pada 2002 saja, ada tujuh serangan terhadap komunitas AS yang tinggal dan bekerja di Pakistan.
Kedubes AS di Islamabad kini menjadi salah satu fasilitas diplomatik yang paling banyak dibentengi di dunia. Pejabat intelijen AS dan staf keamanan diplomatik dilaporkan menganalisi sebanyak lima ancaman serangan potensial setiap harinya.
Sementara itu, pada tanggal yang sama tahun 2009, terjadi ledakan di tambang batu bara di Heilongjiang, China. Peristiwa ini menewaskan 108 orang, sementara 29 lainnya terluka.
Sejarah mencatat peristiwa lain pada 21 November 1974, yakni bom menghancurkan dua pub di Birmingham, Inggris. Peristiwa ini menewaskan 21 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya. Tentara Republik Irlandia (IRA) dituding dalang di balik serangan tersebut.