Sukses

WHO: Hampir 1 Juta Jiwa Terinfeksi Wabah Kolera di Yaman

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa dugaan kasus infeksi Kolera di Yaman mencapai 940.000 jiwa.

Liputan6.com, Sana'a - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa dugaan kasus infeksi Kolera di Yaman mencapai sekitar 940.000 jiwa. Informasi itu disampaikan oleh WHO lewat rilis resmi yang dipublikasikan pada Selasa 21 November 2017.

Penyakit itu diduga menginfeksi banyak penduduk di 22 dari total 23 provinsi, dengan dugaan infeksi terbanyak dilaporkan melanda Provinsi Al-Hudeidah di Yaman barat. Demikian seperti dilansir oleh Azeri Press Agency (APA), Selasa (21/11/2017)

Lembaga yang bernaung di bawah PBB itu juga mencatat, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae tersebut telah merenggut sekitar 2.208 nyawa manusia di Yaman.

Jumlah kematian tertinggi terkait kolera -- sekitar 416 jiwa -- tercatat di Provinsi Hajjah di Yaman barat laut. 

Satu-satunya daerah negara tersebut yang tidak terdampak wabah Kolera -- infeksi usus kecil yang berpotensi fatal -- adalah Provinsi Socotra, gugus empat pulau kecil di Laut Arab.

Penduduk Yaman dilanda beragam krisis kemanusiaan akibat perang saudara yang berkecamuk sejak 2014, ketika kelompok pemberontak Houthi mempreteli pemerintahan yang saat itu berkuasa dan menduduki sebagian besar negara dengan Ibu Kota Sana'a itu. 

Tensi meningkat pada 2015 ketika Arab Saudi meluncurkan operasi serangan udara mendukung kubu Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi demi menghancurkan basis pertahanan kelompok Houthi. 

Menurut Komite Palang Merah Internasional, lebih dari 3 juta orang Yaman terpaksa melakukan eksodus massal sejak konflik berkecamuk. Sedangkan, 20 juta orang yang masih bertahan di negara tersebut dilaporkan memerlukan bantuan kemanusiaan.

2 dari 2 halaman

WHO: Ada 5.000 Kasus Baru Setiap Hari di Yaman

Seorang bocah Yaman dirawat akibat terjangkit wabah kolera (1/7/2017). (AP Photo/Hani Mohammed)

Menurut WHO, seperti dikutip dari VOA News, Rabu 15 Agustus 2017, setiap hari ada lebih dari 5.000 kasus baru kolera yang ditularkan melalui air yang tercemar kotoran. Parahnya lagi, sistem kesehatan dan sanitasi di Yaman rusak akibat perang yang berlangsung selama dua tahun.

Kolera menyebabkan diare dan dehidrasi akut yang bisa mengarah pada kematian.

"Penyebaran kolera telah melambat secara signifikan di beberapa daerah dibandingkan waktu puncak wabah. Namun penyakit ini masih menyebar dengan cepat di sejumlah distrik yang baru terkena dampaknya," kata WHO dalam sebuah pernyataannya Agustus 2017 lalu.

Di negara maju, penyakit ini telah diberantas dengan sistem sanitasi dan pengolahan air yang baik.

Namun perang saudara yang menghancurkan Yaman, yang melibatkan koalisi militer pimpinan Arab Saudi melawan kelompok bersenjata Houthi yang didukung Iran, ditambah dengan perekonomian yang anjlok, membuat negara seakan lumpuh.

Yaman tak mampu mengatasi bencana seperti kolera dan juga kelaparan massal yang dialami rakyatnya.

WHO menambahkan, jutaan orang Yaman sudah tidak lagi mendapat suplai air bersih dan pengumpulan sampah telah terhenti di kota-kota besar.

Sekitar 30.000 pekerja kesehatan di sana belum mendapat gaji selama hampir setahun, obat-obatan untuk penyakit kritis juga kurang.

"Dokter dan perawat menjadi tulang punggung, tanpa mereka, kita tidak dapat melakukan apapun di Yaman. Gaji mereka harus dibayar agar mereka bisa bekerja untuk menyelamatkan nyawa," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"WHO dan mitranya, bekerja sepanjang waktu untuk mendirikan klinik perawatan kolera, merehabilitasi fasilitas kesehatan, memberikan pasokan medis dan mendukung upaya yang dilakukan Yaman," kata badan PBB tersebut.

Lebih dari 99 persen pasien yang bisa mengakses fasilitas kesehatan tetap bertahan hidup, namun anak-anak dan orangtua tetap menjadi kelompok yang paling rentan.

"Upaya telah membuahkan hasil di beberapa tempat. Hasil pengawasan membuktikan dugaan kasus telah menurun selama empat minggu, termasuk di beberapa tempat yang paling terdampak," jelas juru bicara WHO Fadela Chaib.

"Terutama kota Sanaa, Hajja dan Amran konsisten dengan penurunan kasus. Namun di banyak distrik lainnya, kasus dan kematian terus berlanjut dan meningkat," tutur Chaib.

Video Terkini