Liputan6.com, Jambi - Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Millennium Challenge Account Indonesia (MCA-Indonesia) bekerja sama dalam melakukan pelatihan penghitungan emisi karbon di lahan gambut.
Pelatihan yang dilakukan di Hotel SwissBell, Jambi, pada 21 November, itu bertujuan memberikan pengetahuan kepada perwakilan pemerintah dan masyarakat tentang metodologi teknis dan parameter yang dibutuhkan untuk menghitung emisi karbon di lahan gambut.
Dalam press release yang diterima Liputan6.com dari Partnership Manager di MCA-Indonesia, pelatihan tersebut dihadiri oleh perwakilan pemerintah dan masyarakat dari delapan provinsi di Sumatera. Center for International Forestry Research (CIFOR) yang mengembangkan metodologi perhitungan emisi karbon di lahan gambut, memberi pelatihan langsung kepada para peserta.
Advertisement
Baca Juga
Dalam sambutannya, Deputi IV Badan Restorasi Gambut, Dr Haris Gunawan, mengajak para peserta pelatihan untuk saling bekerja sama dalam melakukan restorasi di lahan gambut. Ilmu yang didapat dari pelatihan ini diharapkan dapat menjelaskan ke masyarakat tentang pentingnya emisi karbon di lahan gambut.
Ketua panitia, Budi Prasti dari MCA-Indonesia, menjelaskan bahwa pelatihan penghitungan emisi karbon ini adalah yang kedua, setelah sebelumnya di lakukan di Jakarta.
Menurutnya, pelatihan tersebut adalah salah satu komitmen MCA-Indonesia untuk mendukung BRG dalam upaya merestorasi 2 juta hektare lahan gambut yang terbakar. MCA-Indonesia juga akan melakukan pelatihan perhitungan emisi karbon se-Kalimantan.
Pelatihan emisi karbon tersebut adalah salah satu dari banyak upaya kerja sama antara BRG dan MCA-Indonesia. Selain itu, terdapat juga kerja sama pembuatan konstruksi sekat kanal dan revegetasi lahan gambut, untuk mencegah terjadinya kembali kabut asap besar yang berdampak buruk untuk lingkungan dan ekonomi seperti pada tahun 2015.
RI Laporkan Kemajuan Restorasi Gambut dalam COP 23 di Jerman
Dalam Climate Change Conference (COP 23) yang digelar di Bonn, Jerman, Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) menyampaikan kemajuan pelaksanaan restorasi gambut.
Konferensi yang diadakan pada 6 hingga 17 November 2017 tersebut, diadakan oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).
"BRG akan merestorasi sekitar 2,5 juta hektare ekosistem gambut yang terdegradasi, di antaranya yang terbakar pada tahun 2015 seluas 875 ribu hektare," ujar Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG, Budi Satyawan Wardhana, dalam diskusi panel.
Dalam keterangan media yang diperoleh Liputan6.com dari BRG pada Selasa 7 November, pemerintah Indonesia menjalankan komitmen nasional untuk menurunkan emisi hingga tahun 2030 sebesar 29 persen sampai 41 persen dengan dukungan internasional. Dalam konteks tersebut, restorasi ekosistem gambut memberikan kontribusi penting.
Pada keterangan itu juga disebutkan, moratorium penerbitan izin untuk lahan gambut di Indonesia telah diperbaharui melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2017 soal penundaan dan penyempurnaan tata kelola pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut.
Instruksi tersebut adalah perpanjangan ketiga sejak pertama kali dicanangkan tahun 2011.
"Pemantauan moratorium ini menjadi penting, karena wilayah yang dimoratorium sangat luas. Saat ini 1,4 juta hektare lahan gambut ada dalam pengelolaan izin konsesi perkebunan khususnya kelapa sawit dan hutan tanaman industri untuk pulp dan kertas," ujar Budi.
"Selain itu, kami juga mengoordinir restorasi 225.000 hektare wilayah konservasi yang telah terbakar dan dikonversi," imbuh dia.
Kerja yang dilakukan BRG sejalan dengan upaya yang digagas Global Peatland Initiative atau Inisiatif Gambut Global.
Hal tersebut adalah sebuah inisiatif internasional dari berbagai kalangan ahli dan institusi untuk menyelamatkan lahan gambut dari kerusakan dan mencegah makin buruknya emisi gas rumah kaca dunia.
Advertisement