Sukses

Dicap Negara Sponsor Terorisme oleh AS, Korea Utara Meradang

Sejumlah analis yakin bahwa langkah AS melabeli Korea Utara sebagai sponsor terorisme tidak akan menghentikan ambisi nuklir negara itu.

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara merespons dengan marah kebijakan pemerintahan Donald Trump yang memasukkannya dalam daftar negara sponsor terorisme. Pyongyang menyebut langkah tersebut merupakan provokasi serius.

Dalam pernyataannya pada Rabu waktu setempat, Pyongyang juga menegaskan bahwa menempatkan negara mereka dalam "daftar hitam" hanya akan memperkuat tekad mereka untuk mengembangkan program senjata nuklir.

"Tentara dan negara kita gusar dan marah terhadap gangster keji yang berani memasukkan nama negara kita yang suci dalam daftar 'teroris' menyedihkan ini," ungkap media resmi pemerintah Korut, KCNA, mengutip pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut seperti dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (23/11/2017).

Beberapa analis mengatakan, kebijakan AS tersebut tidak akan menghalangi Korut untuk mengejar kemampuan nuklirnya justru akan semakin mendorong jauh dialog potensial terkait denuklirisasi.

Sebelumnya, Korea Utara juga sempat masuk daftar negara sponsor terorisme. Namun pada 2008, George W. Bush menghapusnya sebagai bagian dari langkah untuk mempromosikan dialog dengan negara itu.

Juru bicara Kemlu Korea Utara mengatakan, label sebagai sponsor terorisme yang diberikan AS hanyalah merupakan "alat otoritarianisme gaya Amerika yang dapat diberlakukan atau dihapuskan sewaktu-waktu, sesuai dengan kepentingan mereka."

"AS akan sepenuhnya bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang diakibatkan oleh provokasinya yang lancang terhadap Korut," ungkapnya.

2 dari 2 halaman

Trump: Korut Mendukung Terorisme Internasional

Trump pada hari Selasa lalu mengatakan bahwa Korut tidak hanya mengancam dunia dengan "pengrusakan nuklir", tapi juga bertanggung jawab karena berulang kali mendukung "tindakan terorisme internasional, termasuk pembunuhan di luar negeri."

Ketegangan antara AS dan Korut meningkat sejak Trump menjabat pada Januari 2017. Ia mengancam akan "menghancurkan Korut" jika negara itu mengancam AS dan sekutu-sekutunya.

Korut selama ini beralasan bahwa pihaknya membutuhkan senjata nuklir demi mencegah invasi AS. Sementara, pejabat AS meyakini bahwa Pyongyang selangkah lagi menuju pengembangan rudal balistik berkekuatan nuklir yang mampu menyerang AS. Washington bersumpah tidak dapat menolerir Pyongyang sebagai kekuatan nuklir.

Sementara itu, pada 21 November, AS kembali menjatuhkan sejumlah sanksi baru terhadap Korut. Sanksi baru menyasar sejumlah firma transportasi perkapalan, distribusi barang dan perdagangan yang dioperasikan oleh entitas bisnis Korut dan China.

Video Terkini