Liputan6.com, Riyadh - Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman mengeluarkan kata-kata keras terhadap Pemimpin Tertinggi Iran.
Ia menyebut, Ayatollah Ali Khamenei sebagai "Hitler baru di Timur Tengah", dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan New York Times, Kamis, 23 November 2017.
Mohammed bin Salman, yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan Arab Saudi menyebut, ekspansi Iran di bawah kepemimpinan Ayatollah Ali Khamenei sebagai sesuatu yang harus dikonfrontasi.
Advertisement
Baca Juga
"Kita tidak ingin Hitler baru di Iran mengulangi apa yang pernah terjadi di Eropa, ke Timur Tengah," kata dia, seperti dikutip dari Al Arabiya, Jumat (24/11/2017).
Sang pewaris takhta Kerajaan Arab Saudi itu menambahkan, perang di Yaman akan menguntungkan pihaknya. Mohammed bin Salman mengklaim, militer negaranya dan sekutu telah mengendalikan 85 persen wilayah Yaman.
Arab Saudi yang berhaluan Sunni dan Iran yang Syiah sejak lama menempatkan diri dalam kubu yang bertentangan pada banyak konflik di Timur Tengah.
Ketegangan kian meningkat bulan ini ketika Perdana Menteri Lebanon, yang adalah sekutu Saudi, mengundurkan diri dan mengumumkan keputusannya itu lewat siaran televisi dari Riyadh.
Ia menyebut, pengaruh Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon, serta risiko terhadap nyawanya, menjadi alasan mundur. Di sisi lain, Hizbullah membantah tuduhan yang dialamatkan ke pihaknya. Belakangan, Hariri memutuskan menunda lengser.
Sementara itu, Arab Saudi telah melancarkan ribuan serangan udara, dalam perang di Yaman, untuk mengalahkan kubu Houthi yang bersekutu dengan Iran -- yang menguasai bagian luas wilayah teritorial Yaman.
Putra Mahkota mengklaim, perang tersebut akan menguntungkan pihaknya. Namun, faktanya cengkeraman kubu Houthi masih kuat. Sekitar 10.000 orang tewas dalam konflik di Yaman. Rakyat negara itu terancam krisis kelaparan.Â
Houthi sempat meluncurkan serangan balasan, dengan mengirimkan rudal balistik ke bandara Riyadh pada 4 November 2017. Kala itu, Arab Saudi menuding langkah itu sebagai genderang perang oleh Teheran.
Â
Israel Juga Kecam Iran
Sebelumnya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuding, Teheran merencanakan penghancuran Israel dari Suriah. Iran diketahui mendukung rezim Suriah pimpinan Bashar al-Assad.
"Iran sedang merencanakan untuk memperkuat dirinya secara militer di Suriah," ujar Netanyahu melalui sebuah pesan video di hadapan Federasi Yahudi Amerika Utara, seperti dikutip dari Russia Today pada Jumat, 17 November 2017.
Pemimpin Israel tersebut mengklaim bahwa Iran ingin menempatkan tentaranya di Suriah secara permanen dengan maksud memanfaatkan Suriah sebagai basis untuk menghancurkan negaranya.
Netanyahu yang pernah menyebut kesepakatan nuklir Iran 2015 sebagai "kesalahan bersejarah" dan ancaman terhadap kelangsungan hidup Israel, kembali mengecam dokumen yang banyak mendapat pujian tersebut. Ia berpandangan bahwa kesepakatan nuklir tersebut memungkinkan Negeri Para Mullah untuk memproduksi ratusan senjata nuklir setelah sekitar satu dekade.
Pria berusia 68 tahun tersebut mendesak upaya bersama masyarakat internasional untuk mengekang Iran. Ia menyatakan, jika sekutu Israel tidak mendukung hal tersebut, maka pihaknya tidak ragu untuk bertindak seorang diri.
"Jika kita berdiri bersama kita bisa mencapainya. Tapi jika diharuskan, maka kita akan berdiri sendiri. Iran tidak bisa mewujudkan senjata nuklir. Mereka tidak dapat mengubah Suriah menjadi basis militer melawan Israel," terang Netanyahu.
Advertisement