Sukses

Balas Ejekan, Iran Sebut Putra Mahkota Arab Saudi 'Tak Dewasa'

Putra Mahkota Arab Saudi menyebut Pemimpin Tertinggi Negeri Para Mullah sebagai 'Hitler baru di Timur Tengah'.

Liputan6.com, Teheran - Perang kata-kata terjadi antara Iran dan Arab Saudi. Hal tersebut diawali ketika Pangeran Mohammed bin Salman menyebut Pemimpin Tertinggi Negeri Para Mullah sebagai 'Hitler baru di Timur Tengah'.

Pihak Teheran yang tak terima langsung membalas. Kementerian Luar Negeri Iran menyebut, putra mahkota Arab Saudi itu sebagai sosok yang 'tak dewasa'.

Pihak Iran juga mengatakan, Mohammed bin Salman harus 'merenungkan soal nasib' para diktator di Timur Tengah.

"Saya sangat menganjurkan agar dia memikirkan dan merenungkan terkait nasib para diktator terkenal di Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Apalagi saat ini ia sedang meniru kebijakan dan perilaku (para diktator) tersebut. Menjadikan mereka sebagai panutan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qasemi, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (25/11/2017).

Qasemi menuding, Mohammed bin Salman sedang mengikuti langkah para diktator. Kata-katanya itu diduga terkait dengan langkah Arab Saudi melakukan penangkapan besar-besaran dalam kasus korupsi.

Ada sekitar 200 orang yang diciduk, termasuk 11 pangeran, dan sejumlah elite Saudi yang selama ini bergelimang harta. Harta senilai US$ 100 miliar juga ikut disita sebagai barang bukti.

Sebelumnya, Mohammed bin Salman mengeluarkan kata-kata keras terhadap Pemimpin Tertinggi Iran.

Ia menyebut, Ayatollah Ali Khamenei sebagai "Hitler baru di Timur Tengah", dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan New York Times, Kamis, 23 November 2017.

Mohammed bin Salman, yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan Arab Saudi menyebut, ekspansi Iran di bawah kepemimpinan Ayatollah Ali Khamenei sebagai sesuatu yang harus dikonfrontasi.

"Kita tidak ingin Hitler baru di Iran mengulangi apa yang pernah terjadi di Eropa, ke Timur Tengah," kata dia, seperti dikutip dari Al Arabiya, Jumat (24/11/2017).

Sang pewaris takhta Kerajaan Arab Saudi itu menambahkan, perang di Yaman akan menguntungkan pihaknya. Mohammed bin Salman mengklaim, militer negaranya dan sekutu telah mengendalikan 85 persen wilayah Yaman.

2 dari 2 halaman

Musuh Lama

Arab Saudi yang berhaluan Sunni dan Iran yang Syiah sejak lama menempatkan diri dalam kubu yang bertentangan pada banyak konflik di Timur Tengah.

Ketegangan kian meningkat bulan ini ketika Perdana Menteri Lebanon, yang adalah sekutu Saudi, mengundurkan diri dan mengumumkan keputusannya itu lewat siaran televisi dari Riyadh.

Ia menyebut, pengaruh Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon, serta risiko terhadap nyawanya, menjadi alasan dirinya mundur. Di sisi lain, Hizbullah membantah tuduhan yang dialamatkan ke pihaknya. Belakangan, Hariri memutuskan menunda lengser.

Sementara itu, Arab Saudi telah melancarkan ribuan serangan udara, dalam perang di Yaman, untuk mengalahkan kubu Houthi yang bersekutu dengan Iran -- yang menguasai bagian luas wilayah teritorial Yaman.

Putra Mahkota mengklaim, perang tersebut akan menguntungkan pihaknya. Namun, faktanya cengkeraman kubu Houthi masih kuat. Sekitar 10.000 orang tewas dalam konflik di Yaman. Rakyat negara itu terancam krisis kelaparan.

Houthi sempat meluncurkan serangan balasan, dengan mengirimkan rudal balistik ke bandara Riyadh pada 4 November 2017. Kala itu, Arab Saudi menuding langkah tersebut sebagai genderang perang oleh Teheran.

Video Terkini