Sukses

Soal Rudal Korea Utara, Trump Hubungi China, Korsel, dan Jepang

Donald Trump menghubungi pemimpin China, Korea Selatan, dan Jepang, usai Korea Utara meluncurkan rudal Hwasong-15 pada 29 November 2017.

Liputan6.com, Washington, DC - Setelah dua bulan absen, Korea Utara kembali meluncurkan misil. Senjata yang ditembakkan dini hari pada 29 November 2017 itu merupakan rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-15.

Korut mengklaim, Rudal Hwasong-15 mencapai ketinggian 4.475 kilometer, terbang sejauh 950 kilometer dalam waktu 53 menit, sebelum akhirnya jatuh di titik 250 kilometer dari pantai timur Jepang.

Jika diluncurkan pada lintasan rata, rudal itu disebut dapat menempuh jarak sejauh 13.000 km dan cukup untuk mencapai Washington DC, Amerika Serikat.

Merespons peluncuran rudal itu, Presiden AS Donald Trump menghubungi pemimpin negara-negara tetangga Korea Utara, yakni China, Korea Selatan, dan Jepang.

Dalam rilis media yang diterima Liputan6.com pada Kamis (30/11/2017), dari Kantor Sekretaris Pers Gedung Putih, saat berbicara dengan Presiden China Xi Jinping, Donald Trump menggarisbawahi soal pembelaan diri AS dan sekutunya dari ancaman yang ditimbulkan rezim Korea Utara.

Trump juga menekan China untuk menggunakan semua 'tuas' yang tersedia untuk meyakinkan Korea Utara untuk mengakhiri provokasi dan kembali ke jalur denuklirisasi.

Sementara itu ketika Trump berbincang dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, keduanya menggarisbawahi soal ancaman serius bahwa provokasi Korea Utara tak hanya mengarah ke AS, tapi juga seluruh dunia.

"Presiden Trump dan Presiden Moon menegaskan kembali kecaman keras mereka terhadap kampanye Korea Utara untuk memajukan program rudal nuklir dan balistiknya, menekankan bahwa senjata ini hanya berfungsi untuk mengacaukan keamanan Korea Utara dan memperdalam isolasi diplomatik dan ekonominya," demikian pernyataan yang dirlis dari Sekretaris Pers Gedung Putih.

Sementara itu saat menghubungi Perdana Menteri Jepang, Donald Trump dan Shinzo Abe sepakat bahwa tindakan provokatif rezim Korea Utara melemahkan keamanannya sendiri dan mengisolasinya lebih jauh dari masyarakat internasional.

Keduanya pun menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi ancaman Korea Utara.

 

2 dari 2 halaman

AS di DK PBB: Kami Menyerukan Semua Negara Putus Hubungan dengan Korut

Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat pada 29 November 2017 dalam merespons peluncuran rudal Korut.

Dalam pertemuan itu, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, menuntut agar negara-negara lebih jauh mengisolasi rezim Kim Jong-un.

"Jadi hari ini, kami menyerukan agar semua negara memutus hubungan dengan Korea Utara," ujar Haley.

"Selain menerapkan sepenuhnya semua sanksi PBB, semua negara harus memutuskan hubungan diplomatik dengan Korea Utara dan membatasi kerja sama militer, ilmiah, teknis, atau komersial."

"Mereka juga harus memutus hubungan perdagangan dengan rezim tersebut, dengan menghentikan semua impor dan ekspor, dan mengusir semua pekerja Korea Utara," kata Haley dalam pertemuan itu.

Perempuan berusia 45 tahun itu juga menegaskan bahwa AS tak memancing Korea Utara untuk berperang.

"Diktator Korea Utara membuat pilihan yang membawa dunia lebih dekat dengan perang, bukannya menjauh. Kami tidak pernah ingin berperang dengan Korea Utara, hingga hari ini," tegas Haley.

"Jika perang memang terjadi, itu terjadi karena tindakan agresi lanjutan seperti yang kita saksikan kemarin. Dan jika perang terjadi, jangan salah, rezim Korea Utara akan luluh lantak," imbuh dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: