Liputan6.com, Tokyo - Kaisar Jepang Akihito yang menua akan turun takhta pada April 2019.
Perdana Menteri Shinzo Abe segera mengumumkan tanggal pengunduran diri tersebut setelah pemerintah dan panel kerajaan bertemu untuk membahas waktunya.
Kaisar berusia 83 tahun itu mengatakan usia dan kesehatannya menyulitkan untuk memenuhi tugasnya.
Advertisement
Pengunduran diri Kaisar Jepang Akihito adalah yang pertama di Negeri Tirai Bambu itu sejak 1817. Kelak, ia akan menyerahkan mahkota ke putra sulungnya, Pangeran Naruhito, yang kini berusia 57 tahun.
Abdikasi ini telah menjadi bahan perdebatan di Jepang.
Baca Juga
Dewan Rumah Tangga Kekaisaran yang terdiri dari Perdana Menteri Shinzo Abe, anggota parlemen, dan anggota keluarga Kerajaan Jepang, pada Jumat, 1 November 2017 menetapkan tanggal pengunduran diri tersebut.
Abe kemudian bertemu wartawan untuk mengumumkan bahwa mereka telah memutuskan kaisar akan mengundurkan diri pada 30 April 2019. Demikian seperti dikutip dari BBC pada Jumat (1/12/2017).
Turun takhta Kaisar Jepang Akihito akan menandai berakhirnya era Heisei, dan dia segera digantikan oleh putranya, Putra Mahkota Naruhito, pada 1 Mei, yang akan memulai era kekaisaran baru.
Laporan sebelumnya mengatakan kaisar tersebut akan turun pada 31 Desember sehingga anaknya akan memulai masanya pada 1 Januari, menyinkronkan kalender kekaisaran--yang masih digunakan untuk pengumuman resmi--dengan kalender Gregorian yang banyak digunakan di Jepang.
Namun, usulan tersebut dilaporkan ditolak oleh keluarga kerajaan karena upacara untuk menandai suksesi Kaisar Jepang Akihito tersebut kemudian akan berbenturan dengan akhir tahun kerajaan dan tahun baru, kata kantor berita Kyodo yang mengutip sumber-sumber pemerintah.
Upacara Turun Takhta Kaisar Jepang Dilaksanakan Sederhana
Sebelumnya, diberitakan bahwa pemerintah Jepang akan mempertimbangkan untuk menyederhanakan upacara pelepasan takhta Kaisar Akihito (83). Pasalnya, pengunduran diri Kaisar ditafsirkan bertentangan dengan konstitusi saat ini.
Pasal 4 Konstitusi Jepang melarang Kaisar memiliki kekuatan politik. Pejabat pemerintahan khawatir jika alasan pengunduran diri Kaisar dibacakan melalui sebuah tradisi seremonial lama, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai bukti bahwa Akihito melepas takhta berdasarkan kehendaknya sendiri. Dan itu melanggar hukum tertinggi negara itu.
"Menyederhanakan upacara dapat menghapus persoalan itu," ujar sumber di pemerintahan.
Setelah sebuah RUU yang memungkinkan pengunduran kaisar disahkan pada Juni lalu, pemerintah Jepang kini menghadapi tugas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka diharuskan melakukan suksesi sembari mematuhi sistem hukum.
Konstitusi saat ini berlaku sejak 1947 dan Undang-Undang Rumah Tangga Kekaisaran yang mulai berlaku pada tahun yang sama tidak mengatur tentang bagaimana sebuah upacara turun takhta harus dilakukan. Namun, konvensi tersebut menetapkan tentang penobatan kaisar baru.
Advertisement
Putra Mahkota Siap Naik Takhta
Menurut sumber di pemerintahan, upacara turun takhta pertama dalam sejarah kekaisaran Jepang terjadi pada abad ke-VIII dan terakhir terjadi pada Kaisar Kokaku, 200 tahun silam. Dalam seremonial tersebut, seorang petugas akan membacakan sebuah pesan dari kaisar yang mundur.
Kaisar Akihito sendiri mengisyaratkan keinginannya untuk mundur dalam pidato publik yang dianggap "langka" pada Agustus 2016. Saat itu, ia mengatakan bahwa ia khawatir usia dan kesehatannya suatu hari mengharuskannya berhenti menjalankan tugas-tugas kekaisaran.
Sementara itu, belum diputuskan apakah Jepang akan mengundang pejabat asing dalam upacara penobatan Pangeran Naruhito yang akan segera dilakukan setelah pengunduran diri Akihito.
Akihito naik ke tampuk kekuasaan pada November 1990 setelah sang ayah, Kaisar Hirohito, mangkat pada 7 Januari 1989. Upacara penobatannya dihadiri lebih dari 2000 tamu, termasuk pemimpin asing dan tergolong dalam acara kenegaraan.
Setelah Akihito mengisyaratkan segera turun takhta karena usia senja, Putra Mahkota Pangeran Naruhito menyatakan siap menggantikan sang ayah.
"Saya bersedia sepenuh jiwa dan raga untuk mengemban tugas kenegaraan yang akan diwariskan oleh Yang Mulia," kata Pangeran Naruhito dalam sebuah konferensi pers, seperti yang diwartakan oleh media Jepang, Nikkei, pada Juni lalu.
Dalam kesempatan yang sama, ketika ditanya soal produk hukum Parlemen Jepang yang mengatur tentang pengunduran diri Kaisar Akihito, sang putra mahkota mengatakan, "Saya berusaha untuk tidak terlibat dalam urusan yang terkait sistem pemerintahan."