Sukses

Yordania Desak AS Tak Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Yordania mengingatkan bahwa pengakuan terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel dapat memicu konsekuensi serius.

Liputan6.com, Amman - Menteri Luar Negeri Yordania memperingatkan Amerika Serikat akan "konsekuensi berbahaya" jika Negeri Paman Sam memutuskan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Ayman Safadi mengatakan, ia telah menegaskan hal tersebut kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson bahwa deklarasi pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan memicu kemarahan besar di dunia Arab dan muslim.

"Berbicara dengan Menlu AS Tillerson mengenai konsekuensi berbahaya bila mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu akan memicu kemarahan di dunia Arab dan muslim, memantik ketegangan dan membahayakan upaya perdamaian," tulis Menlu Safadi di akun Twitternya pada Senin 4 Desember.

Seperti dikutip dari BBC pada Senin (4/12/2017), spekulasi semakin meningkat bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan segera mengumumkan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Jika kelak langkah tersebut benar-benar diambil, maka Trump menepati janji kampanyenya.

Sementara itu, Jared Kushner, menantu sekaligus penasihat senior Trump mengatakan, belum ada keputusan yang dibuat terkait isu ini.

Adapun kicauan Safadi belum mendapat respons, termasuk dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas saat ini tengah berusaha menggalang dukungan internasional untuk meyakinkan Trump agar tidak menjalankan kebijakan tersebut.

Kantor Presiden Palestina menyebutkan bahwa Presiden Abbas telah menghubungi sejumlah pemimpin dunia termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk membahas isu ini.

"Dia (Abbas) ingin menjelaskan bahaya dari keputusan untuk memindahkan kedutaan (AS) ke Yerusalem atau mengakuinya (Yerusalem) sebagai ibu kota Israel," tutur Majdi al-Khalidi, penasihat Abbas kepada kantor berita AFP.

2 dari 2 halaman

Mengancam Solusi Dua Negara

Pemimpin Palestina sebelumnya telah memperingatkan, pemindahaan Kedubes AS ke Yerusalem yang menandai pengakuan wilayah itu sebagai ibu kota Israel akan mengancam solusi perdamaian dua negara.

Israel menduduki Yerusalem Timur sejak Perang 1967 dan pada 1980 Tel Aviv mencaploknya dan mengklaimnya sebagai domain eksklusif mereka. Di bawah hukum internasional, Yerusalem dianggap sebagai wilayah yang diduduki.

Versi Israel, Yerusalem adalah ibu kota abadi dan tak dapat dibagi. Sementara, Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan.

Selama kampanye Pilpres AS tahun lalu, Trump menyatakan dukungan kuatnya bagi Israel. Dan pada hari pertamanya di Gedung Putih, Trump berjanji akan memerintahkan relokasi Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Hingga hari ini, janjinya tersebut belum terealisasi. Kencang berembus kabar bahwa pada Rabu mendatang waktu Washington, ia akan mengumumkan pemindahan Kedubes AS tersebut.

Kushner yang diutus Trump sebagai juru damai konflik Israel-Palestina menolak mengomentari lebih lanjut ini. Ia katakan, "Presiden akan membuat keputusan dan dia masih mengkaji berbagai fakta. Ketika dia membuat keputusan, maka dia yang akan menyampaikannya pada Anda, bukan saya."