Liputan6.com, Seoul - Perempuan setengah baya itu berjalan tertatih-tatih. Matanya cekung, rambutnya memutih. Pandangannya kosong. Sesekali wajahnya mengernyit kesakitan. Lee Jeong-hwa, demikian namanya. Ia adalah salah seorang pembelot Korea Utara yang berhasil kabur ke Korea Selatan. Perempuan mungil setinggi 152 cm itu mengaku mengalami kesakitan sepanjang hidupnya.
Namun, jika mengingat kehidupannya di Korea Utara, jauh lebih buruk daripada sakit yang ia kini rasakan.Â
"Banyak sekali orang tewas tiba-tiba dan kami mulai menyebut mereka mendapat 'penyakit setan'," kata Lee seperti dikutip dari NBC News pada Senin (4/12/2017).
Advertisement
"Awalnya, kami berpikir kami sekarat karena kemiskinan dan gizi yang buruk. Tapi, ternyata kami sekarang tahu ini adalah radiasi."
Sepanjang perbincangan dengan NBC, Lee berulang kali mengusap kakinya yang katanya sakit. Ia kini ditampung di kantor SAND, sebuah lembaga nirlaba di Seoul yang mengadvokasi hak asasi manusia warga Korea Utara. Lee mengatakan, ia sudah berkali-kali kabur dari negaranya semenjak tahun 2003. Namun gagal.
Akan tetapi, pada 2010, Lee berhasil kabur dari kediamannya di Kilju, rumah bagi situs uji coba nuklir Korea Utara, Punggye-ri.
Baca Juga
Selama tujuh tahun terakhir dia tinggal di Korea Utara, pemimpin saat itu Kim Jong-il. Kala itu, Jong-il hanya melakukan uji coba selama 2 kali di dekat tempat Lee tinggal.
Namun, semenjak Jong-il meninggal pada 2011, anak lelaki sekaligus pewaris takhtanya, Kim Jong-un telah melakukan uji coba lebih dari empat kali selama Lee di sana. Bahkan, Jong-un mengklaim, ia melakukan uji coba bom hidrogen pada September lalu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), radiasi dapat mengganggu fungsi jaringan dan organ tubuh, tergantung pada tingkat paparan. Pada dosis rendah, ada risiko kanker di masa depan.
Lee dan pembelot lainnya bersikukuh bahwa tes ini memiliki efek buruk pada kesehatan mereka. Bukti ilmiah dan pendapat ahli, bagaimana pun, mengatakan sebaliknya.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan telah menguji Lee dan 29 pembelot lainnya dari Kilju yang mengaku mengalami kontaminasi radiasi. Lee mengatakan kepada NBC News bahwa hasil tesnya sudah keluar - dan mereka bersih.
Terlepas kesaksian Lee dan lainnya, sulit untuk memverifikasi radiasi sebagai penyebab penyakit yang meluas, seperti leukemia dan kanker lainnya, yang menurut pembelot telah merusak Kilju.
Suh Kune-yull, seorang profesor teknik nuklir di Seoul National University (SNU), mengatakan, kenyataannya para peneliti "kekurangan data."
"Saya tidak berpikir mereka berbohong," kata Kune-yull tentang para pembelot. "Kita harus memperhatikan kata-kata mereka, tapi saya tidak punya banyak informasi yang dapat dipercaya."
Baik Lee dan Rhee tetap berhubungan dengan keluarga mereka saat mereka bisa, menggunakan ponsel yang diselundupkan ke Korea Utara dari China.
Rhee mengatakan keluarganya sakit, seperti pusing dan muntah, sementara obat-obatan tidak membantu. Dia terkejut bahwa di rumah barunya di Korsel, bahkan hak hewan pun terlindungi. Tapi kembali ke Korea Utara, katanya, kesehatan bangsanya diabaikan.
Â
Â
Bayi Tak Berkelamin... Sulit Dikonfirmasi
Seorang juru bicara Institut Keselamatan Nuklir Korea mengatakan kepada NBC News bahwa "asumsi" paparan bahan radioaktif dari tempat uji bawah tanah sangat berlebihan, tapi sulit untuk dikonfirmasi.
Baik Lee dan Rhee Yeong-sil, seorang pembelot lain di kantor SAND, mengatakan selama bertahun-tahun mereka tidak tahu bahwa Korea Utara sedang menguji perangkat nuklir. Mereka mengabaikan getaran dan menemukan kebenaran setelah melarikan diri dari tanah air mereka.
Rhee, yang berusia 60-an dan membelot pada tahun 2013, mengatakan bahwa dia tinggal beberapa mil dari tempat uji coba Punggye-ri. Ia juga mengaku tetangganya melahirkan bayi yang cacat.
"Tak tahu jenis kelamin bayi itu, karena saat lahir ia tak memiliki alat kelamin," kata Rhee.
"Di Korea Utara, bayi yang cacat biasanya dibunuh. Jadi orangtuanya langsung membunuh si bayi itu," terangnya.
Beberapa klaim Rhee dan Lee mengenai paparan radiasi sampai tahun 1990-an bahkan tahun 1980-an, menimbulkan pertanyaan tentang apakah sesuatu selain uji coba nuklir dapat mencemari lingkungan dan membuat orang sakit.
Sementara uji coba nuklir pertama di negara itu tidak sampai tahun 2006. Namun, para pembelot menceritakan kisah tentang ikan trout yang sekarat di sungai pegunungan dan jamur pinus berharga di daerah itu menghilang jauh sebelum itu.
Presiden SAND, Choi Kyung-hui, yang juga seorang pembelot tapi tidak dari Kilju, mengatakan kemungkinan besar aktivitas militer di Punggye-ri pada tahun-tahun menjelang tes tersebut dapat menjelaskan kontaminasi di daerah tersebut.
Namun Ferenc Dalnoki-Veress, seorang ilmuwan di Pusat Studi James Martin for Nonproliferasi di Monterey, California, meragukan bahwa radiasi merusak lingkungan dan kesehatan penduduk.
Dia mengatakan bahwa jika ada bahan radioaktif yang bocor, bahkan dari keruntuhan terowongan yang dilaporkan bulan ini setelah uji keenam, sensor kuat di wilayah atmosfer akan mendeteksinya. Hal yang sama berlaku untuk tes sebelumnya, katanya.
Beberapa hari setelah tes keenam, pemerintah Korea Selatan mengumumkan telah mendeteksi jumlah xenon radioaktif, meskipun tidak pernah dikatakan secara meyakinkan dari mana asalnya.
Ferenc mengatakan "sangat, sangat tidak mungkin bahwa itu berasal dari situs Punggye-ri."
Dia juga skeptis terhadap kontaminasi air tanah. Pengujian di dekat batuan jenuh, air bisa membangun uap yang mengangkut kontaminan ke udara. "Namun, tidak terlihat sama sekali."
Â
Advertisement