Sukses

2 Penjelasan Ahli Ini Bikin Kita Enggak Takut Isu Kiamat Nibiru

Ramalan kiamat sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Belakangan, planet liar Nibiru dituding jadi tersangka.

Liputan6.com, Houston - Ramalan kiamat sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Para penganut Zoroaster pada masa lalu meyakini, akhir zaman terjadi ketika komet bernama Gochihr menghantam Bumi.

Dipercaya hal tersebut akan membuat semua unsur logam dalam planet ini meleleh. Kebakaran besar pun niscaya akan melanda dunia.

Masih ada sejumlah gambaran kiamat berdasarkan kepercayaan dan keyakinan. Misalnya, Mitologi Nordik menyebut, Ragnarok atau akan terjadi akibat pertempuran antardewa. Kehancuran hanya akan menyisakan dua orang yang kemudian akan merepopulasi Bumi.

Seiring berjalannya waktu, ramalan kiamat tak kunjung tamat. Ada sejumlah hal diyakini bisa menyudahi kehidupan di muka Bumi, misalnya hantaman komet atau asteroid raksasa, letusan supervolkano atau gunung super, epidemi, juga pemanasan global.

Di antara teori liar soal penyebab kiamat, Nibiru atau Planet X kerap disebut-sebut sebagai "tersangka" kehancuran Bumi.

Misalnya, ramalan kiamat 19 November 2017. Sejumlah pencetus teori konspirasi mengatakan, Nibiru akan memicu gempa dahsyat yang kemudian akan memusnahkan seluruh kehidupan di Planet Biru ini.

"Aktivitas seismik mencapai puncaknya pada minggu kedua November hingga Desember 2017," klaim salah satu penulis situs konspirasi Planetxnews.com, Terral Croft seperti dikutip dari Daily Mail.

Benarkah Nibiru akan memicu kiamat? Ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) membantah hal tersebut. Simak dua penjelasan berikut ini, seperti dikutip dari situs Futurism, Senin (4/12/2017).

 

 

2 dari 3 halaman

1. Nibiru Tak Nyata

Selama lebih dari 20 tahun, rumor terkait benda langit misterius seperti Nibiru atau Planet X, yang akan memicu malapetaka di Bumi menyebar luas. Namun, menurut NASA, isu-isu tersebut sama sekali tak benar.

Ada sejumlah teori berbeda tentang bagaimana ancaman Nibiru. Ada yang mengatakan, planet liar itu bisa menghantam Bumi, mengacaukan orbit, atau memicu rentetan letusan gunung berapi, gempa bumi, dan gelombang pasang.

Namun, semua itu tak didukung konsensus ilmiah. Para ilmuwan justru menyepakati satu hal: bahwa Nibiru tidak nyata.

Pendapat yang menyangsikan Nibiru itu awalnya disampaikan ilmuwan NASA, David Morrison.

"Nibiru, saya tak mengenal ada ilmuwan atau astronom yang menganggapnya serius," kata astronom serius SETI Institute, Seth Shostak kepada Futurism.

"Jika planet tersebut nyata adanya, bukti keberadaannya pasti akan sangat jelas."

Shostak menambahkan, gagasan bahwa ada sebuah planet sangat besar, seperti Bumi atau bahkan lebih besar, yang mendatangi tata surya bagian dalam setiap beberapa ribu tahun sekali, mudah untuk dipatahkan.

"Jika benar, pastinya itu akan mengganggu orbit planet-planet di sistem tata surya bagian dalam sejak lama. Miliaran tahun lalu. Jejaknya seharusnya masih bisa dilihat hingga saat ini," kata dia. Namun, tak seorang pun yang menyaksikannya.

Sementara, Brian Koberlein, pengajar Astrofisika dan Fisika di Rochester Institute of Technology mengatakan, bukan hanya tak ada bukti soal keberadaannya. Yang muncul justru bukti yang membantah eksistensi Nibiru.

"Kami telah melakukan survei angkasa yang membuktikan bahwa tak ada keberadaan sesuatu seperti Nibiru," kata dia.

Koberlein menempatkan Nibiru dalam kategori yang sama dengan teori bumi datar (Flat Earth).

"Ada sebuah gerakan yang menentang ide-ide ilmiah," kata dia. Koberlein menambahkan, mungkin salah satu pemicunya adalah mengenai bagaimana temuan ilmiah disajikan: terkadang sensasional atau mudah disalahpahami.

"Saya menduga, itu lebih merupakan sikap elitisme anti-ilmiah," kata Koberlein.

"Semakin banyak ide soal itu menyebar, semakin kecil kemungkinan orang membayar pajak mereka untuk membiayai penelitian ilmiah. Dan hal itu berdampak pada kita," dia menambahkan.

3 dari 3 halaman

2. Tak Ada Skenario Kiamat

Sejauh ini, para ilmuwan menyimpulkan, Nibiru tidak lebih dari sekadar cerita menyeramkan yang fiktif.

"Setidaknya hingga saat ini, tak ada 'skenario kiamat dari langit' yang akan datang. Jika Anda bicara soal Nibiru, atau batu angkasa raksasa yang bisa menghantam Bumi -- sesuatu yang cukup besar untuk memicu dampak global begitu dahsyat yang tidak ketahui keberadaannya. Hal itu bisa diabaikan." kata dia.

Koberlein mengakui bahwa memang ada kemungkinan sebuah batu angkasa besar bisa menghancurkan desa atau kota kecil. Misalnya, jika Meteorit Chelyabinsk jatuh di area yang padat penduduk, dampaknya bisa sangat serius.

Sebuah meteorit yang meledak di langit Chelyabinsk, Rusia pada 15 Februari 2013. Lebih dari 1.000 orang terluka saat meteorit selebar 17 meter dengan berat 10.000 ton terbakar di angkasa.

Sebagian besar karena terkena pecahan kaca dan akibat gedung-gedung yang berguncang hebat.

Namun, kemungkinannya masih kecil. Sebab, biasanya, benda-benda langit yang menyelonong masuk Bumi jatuh di wilayah terpencil dan jarang menghujam tanah. 

"Kita memang belum menemukan semuanya, namun, kita akan tahu jika hantaman besar akan terjadi, dan itu mungkin," kata Koberlain.

Sejauh ini, ilmuwan belum menemukan pertanda benda langit dalam skala besar akan menyerang planet manusia. 

"Tidak ada supernova yang cukup dekat yang bisa 'menggoreng' Bumi, belum ada tabrakan bintang, tidak ada gelombang gravitasi yang akan membunuh kita atau semacamnya. Sepengetahuan kami, kita masih selamat." (Ein)

Â