Sukses

Soal Yerusalem, Raja Maroko Nyatakan Dukungan terhadap Palestina

Jauh sebelum Trump secara resmi mengakui Yerusalem, Raja Mohammed VI dari Maroko telah lebih dulu menghubungi Presiden Abbas.

Liputan6.com, Rabat - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 6 Desember waktu setempat secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pengumuman itu sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan," ujar Trump saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, seperti dimuat dalam The New York Times.

Sehari sebelumnya, yakni pada 5 Desember, Raja Mohammed VI dari Maroko yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Komite Al Quds, menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Dalam perbincangan tersebut, Raja Mohammed VI menegaskan bahwa Maroko menawarkan dukungan kuat dan tak tergoyahkan kepada warga Palestina dalam mempertahankan hak-hak yang sah, terutama mengenai status Yerusalem.

Pernyataan dari Kerajaan Maroko yang diterima Liputan6.com, Raja Mohammed VI juga menyuarakan penolakan terhadap tindakan yang bisa melemahkan aspek multiagama dari kota tersebut, atau mengubah status hukum dan politiknya.

Presiden Palestina yang memuji tindakan dari Raja Maroko, menyesalkan kenyataan bahwa agenda Pemerintah AS mencakup apa yang disebutnya "inisiatif yang tidak pantas".

"Ia (Mahmoud Abbas) mengungkapkan keprihatinan mendalam otoritas Palestina atas konsekuensi serius terkait hal ini terhadap proses perdamaian di Timur Tengah dan keamanan serta stabilitas wilayah," demikian menurut pernyataan tersebut.

Raja Mohammed VI dan Presiden Palestina juga setuju untuk terus mempertahankan kontak langsung dan konsultasi terkait masalah tersebut, serta koordinasi kedua negara untuk mengatur tindakan yang harus diambil bersama-sama.

Raja Maroko juga mengirim pesan ke Sekretaris Jenderal PBB dan mengungkapkan kekhawatirannya. Dalam pesan tersebut, ia menyebut Yerusalem merupakan sebuah simbol bahwa hidup damai antarumat beragama dapat terjadi.

Ia meminta PBB untuk menengahi pemerintahan AS agar menahan diri untuk membuat langkah yang bisa berdampak terhadap kedamaian dan keamanan wilayah.

 

2 dari 2 halaman

Paus Fransiskus Ingin Dunia Hormati Status Quo Yerusalem

Tak hanya pemimpin negara-negara mayoritas muslim yang angkat bicara soal pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Donald Trump. Sebelum Presiden AS itu merilis keputusannya, Paus Fransiskus menyerukan agar masyarakat dunia menghormati "status quo" kota tersebut.

Paus juga menyebut bahwa akan muncul ketegangan baru di Timur Tengah yang bisa membakar konflik dunia. Dalam sebuah pidato resminya, Paus meminta semua orang untuk menaruh hormat atas resolusi PBB di kota tersebut.

Sudah sejak lama Yerusalem dianggap sebagai tempat suci tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam.

"Saya membuat sebuah permohonan yang tulus agar semua berkomitmen untuk menghormati status quo kota itu, sesuai dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bersangkutan," kata Paus, sebagaimana dimuat dalam Daily Mail.

Vatikan mendukung solusi dua negara (two-state solution) untuk konflik Palestina-Israel, dengan catatan kedua belah pihak menyetujui status Yerusalem sebagai bagian dari proses perdamaian.

Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka yang merdeka, sedangkan Israel telah menyatakan seluruh kota menjadi ibu kotanya yang abadi.

"Saya tidak bisa tinggal diam apabila ada perasaan khawatir yang mendalam, tentang situasi yang telah diciptakan dalam beberapa hari terakhir ini," ungkap Paus.

Ia berharap ada kebijaksanaan dan pertimbangan matang dalam keputusan Donald Trump itu. Tujuannya ialah untuk menghindari ketegangan baru di dunia.