Liputan6.com, Goma - Sebuah serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB di Kongo menyebabkan 15 orang tewas dan 53 lainnya terluka. Peristiwa tersebut terjadi di Kivu Utara, sebuah provinsi yang berada di bagian timur yang berbatasan dengan Rwanda dan Uganda, pada 7 Desember 2018 malam waktu setempat.
Dalam sebuah pernyataan, pejabat misi perdamaian PBB mengatakan, kelompok pemberontak Allied Democratic Forces (ADF) menjadi dalang serangan tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, serangan tersebut merupakan sebuah kejahatan perang. Ia pun menyebutnya sebagai serangan terburuk terhadap pasukan penjaga perdamaian.
Advertisement
"Saya mengutuk serangan ini dengan tegas," ujar Guterres seperti dikutip dari CNN, Sabtu (9/12/2017).
Baca Juga
"Serangan yang disengaja terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB tidak dapat diterima dan merupakan kejahatan perang. Saya meminta pihak berwenang DRC (Republik Demokratik Kongo) untuk menyelidiki insiden ini dan dengan cepat membawa pelaku ke pengadilan."
"Tidak boleh ada impunitas untuk serangan semacam itu, di sini atau tempat lain," imbuh dia.
Hal serupa juga disampaikan oleh perwakilan khusus Sekjen PBB di Kongo, Maman Sidikou.
"Serangan terhadap mereka yang bekerja dalam pelayanan perdamaian dan stabilitas di Republik Demokratik Kongo adalah perbuatan pengecut dan merupakan pelanggaran serius," ujar Sidikou.
"Misi PBB akan mengambil semua tindakan untuk memastikan bahwa pelaku bertanggung jawab dan dibawa ke pengadilan," imbuh dia.
Sebelumnya, Guterres mengatakan, 12 penjaga perdamaian PBB, yang semuanya merupakan warga Tanzania, tewas dan 40 lainnya terluka dalam serangan di Kongo tersebut.
Â
Serangan Terparah Sepanjang Sejarah PBB
Republik Demokratik Kongo memiliki 15 misi penjaga perdamaian terbesar di PBB, dengan personel lebih dari 22.000 orang. Kekerasan telah pecah di Kongo bagian timur sejak 1994.
"Ini adalah serangan terburuk terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB dalam sejarah organisasi ini," ujar Guterres.
"Laki-laki dan perempuan pemberani ini mempertaruhkan hidup mereka setiap hari di seluruh dunia untuk melayani perdamaian dan melindungi warga sipil," imbuh dia.
Awal tahun 2017, dua pakar PBB yang menyelidiki kasus pelanggaran hak asasi manusia dan seorang penerjemah Kongo ditemukan tewas di luar kota Kananga. Sejumlah organisasi pun menawarkan imbalan bagi siapa saja yang memberikan informasi yang mengarah ke penangkapan pelaku pembunuhan itu.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengunjungi sebuah kamp pengungsi di Kongo pada Oktober 2017.
Menurut PBB, hampir 4,5 juta warga Kongo terpaksa melarikan diri dari rumah mereka dan banyak di antara mereka yang tinggal di kamp-kamp tersebut.
Advertisement