Sukses

Perusahaan Ini Paksa Pulang Karyawan Lembur Pakai Drone

Jepang dikenal dengan fenomena karoshi, yakni kematian yang disebabkan oleh waktu kerja yang berlebihan.

Liputan6.com, Tokyo - Sebuah perusahaan Jepang akan mengirimkan drone yang membunyikan musik dengan volume keras di sekitar kantor mereka pada saat larut malam. Langkah ini terpaksa diambil untuk memaksa para pekerja pulang.

Seperti dikutip dari independent.co.uk pada Minggu (10/12/2017), perusahaan konstruksi Tasei telah mengumumkan bahwa pesawat tanpa awak "T-Friend" akan mengudara di atas meja kerja para karyawan yang menolak pulang saat waktu sudah larut malam.

Mereka yang enggan pulang akan diputarkan rekaman lagu Auld Lang Syne. Lazimnya, lagu yang berasal dari puisi gubahan Robert Burns itu diputar di toko-toko di Jepang sebagai peringatan bahwa mereka bersiap tutup.

Pihak Tasei berharap, drone yang diproduksi oleh Blue Innovation and telecoms company NTT East dapat mulai beroperasi pada April 2018.

Melalui sebuah pernyataan, pihak Tasei mengatakan bahwa T-Friend tidak hanya memperkuat keamanan ruang kantor pada malam hari, tapi juga berfungsi dalam patroli reguler.

"Ini memiliki efek seperti mencegah kerja lembur dan dapat digunakan untuk memperbaiki lingkungan kerja untuk reformasi pekerja," sebut pernyataan itu.

Karoshi atau overwork atau kematian akibat kerja yang berlebihan telah menjadi persoalan tersendiri di Jepang. Banyak perusahaan telah mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengatasi masalah ini, termasuk membatasi jam lembur dan berusaha memaksa karyawan meninggalkan meja mereka pada jam-jam tertentu.

Namun keberadaan T-Friend dikritik sejumlah ahli yang menilai bahwa drone tersebut tidak akan membantu banyak.

Scott North, profesor sosiologi di Osaka University mengatakan kepada BBC, "Bahkan jika drone tersebut bisa membuat pekerja meninggalkan kantor, mereka (pekerja) akan membawa kerjaan ke rumah jika memang belum selesai".

"Untuk memangkas waktu lembur, perlu mengurangi beban kerja, baik dengan mengurangi tugas yang tak penting maupun kompetisi bergaya turnamen yang terkenal di kantor-kantor di Jepang dengan merekrut lebih banyak pekerja," terang North.

2 dari 2 halaman

Kematian Jurnalis yang Mengguncang Jepang

Pada Oktober lalu, kematian seorang jurnalis Jepang pada 2013 telah dikonfirmasi akibat bekerja terlalu keras. Jelang kematiannya, yang bersangkutan diketahui bekerja lembur selama 159 jam dalam waktu satu bulan.

Seperti dikutip dari News.com.au, Miwa Sado, seorang jurnalis politik di lembaga penyiaran publik di Jepang, NHK, meninggal akibat gagal jantung.

Otoritas di Tokyo mengklaim bahwa nyawa perempuan berusia 31 tahun itu melayang setelah ia mengalami gangguan kesehatan akibat overwork atau yang di Jepang dikenal dengan istilah karoshi. Laporan The Japan Times menyebutkan bahwa Miwa hanya libur dua hari dalam kurun satu bulan.

Miwa ditemukan tak bernyawa oleh temannya di tempat tidur di apartemennya di Tokyo pada Juli 2013. Perempuan itu bergabung dengan NHK sejak 2005, setelah lulus kuliah dari jurusan hukum di Hitotsubashi University.

Sejak Juli 2010, ia ditugaskan meliput hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan metropolitan Tokyo. Dan pada 2013, tepatnya pada Juni, ia bekerja melaporkan pemilihan majelis metropolitan Tokyo. Sementara pada Juli, ia bertugas meliput pemilihan Majelis Tinggi.

Menurut orangtua Miwa, putri mereka sangat sibuk saat itu. Oleh sang ayah, sosok Miwa digambarkan sebagai seorang yang jarang mengeluh. Meski demikian, pria itu tetap saja mengkhawatirkan kondisinya, terlebih setelah ia menerima email dari Miwa pada 27 Juni, satu hari setelah ulang tahun perempuan itu.

"Saya sangat sibuk serta stres dan berpikir untuk berhenti kerja setidaknya satu hari, tapi saya rasa saya harus bertahan," tulis Miwa dalam email-nya.

Sang ibu bercerita bahwa putrinya ditemukan dalam kondisi tak bernyawa dengan tangan menggenggam ponsel. "Mungkin dia ingin menelepon saya. Setiap kali saya memikirkan itu, saya merasa sangat terluka".

Masahiko Yamauchi, seorang pejabat senior di NHK, mengatakan bahwa kematian Miwa adalah "masalah bagi perusahaan itu secara keseluruhan, termasuk sistem ketenagakerjaan dan bagaimana pemilu harus diliput".

Orangtua Miwa masih tak kuasa menerima kepergian sang putri. "Bahkan sampai hari ini, empat tahun setelahnya, kami tidak bisa menerima kematian putri kami".

NHK pada akhirnya bersedia mengumumkan kepada seluruh karyawan di lembaga penyiaran publik itu -- setelah mendapat tekanan dari pihak keluarga -- bahwa pemicu kematian Miwa adalah karoshi.

Kepada keluarga Miwa, NHK menegaskan bahwa pihaknya tengah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa karyawan mereka tidak bekerja dalam waktu yang panjang.

"NHK harus melanjutkan program reformasi setelah sepenuhnya menginformasikan seluruh stafnya atas kematian putri kami. Reformasi ini tidak akan pernah sempurna kecuali didasarkan pada penyesalan mendalam atas kematian seorang pekerjanya," ungkap ayah Miwa.

Dalam liputan dua menit tentang kematian Miwa yang ditayangkan News Watch 9 --yang bernaung di bawah NHK-- disebutkan, "Kami memutuskan untuk mengungkap (kematiannya) kepada seluruh karyawan kami dan membagikannya kepada publik agar tidak terulang kembali dan menindaklanjuti kasus ini dengan reformasi".