Liputan6.com, Yerusalem - Seorang pemuda Palestina menusuk penjaga keamanan Israel di stasiun bus utama Yerusalem pada Minggu, 10 Desember 2017. Dalam rekaman kamera keamanan, terlihat petugas itu ditusuk di bagian dada.
Pelaku penyerangan merupakan pemuda berusia 24 tahun asal Tepi Barat. Setelah berhasil menusuk, ia sempat melarikan diri. Namun, pemuda itu berhasil diamankan setelah dikejar oleh saksi mata dan petugas kepolisan.
Korban yang berusia 35 tahun langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawat medis. Dokter menyebut kondisi petugas keamanan itu dalam kondisi kritis.
Advertisement
"Pisau itu malangnya mengenai jantungnya. Kondisinya berangsung stabil, tapi saya tak dapat mengatakan bahwa nyawanya tak terancam karena, seperti yang saya sudah katakan, ia berada dalam kondisi kritis," ujar Dr Ofer Merrin kepada The Times of Israel seperti dikutip dari News.com.au, pada Senin (11/12/2017).
Hubungan antara Palestina dan Israel makin memanas setelah Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 6 Desember 2017.
Pada 8 Desember, bentrokan pecah antara ribuan warga Palestina dengan aparat keamanan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dalam peristiwa itu, dua warga Palestina dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Baca Juga
Unjuk rasa menentang pengakuan Trump itu tak hanya dilakukan oleh warga Palestina. Sejumlah pemimpin dunia mengecam pengakuan Presiden AS itu. Warga dari sejumlah negara pun merespons keputusan Trump dengan berbagai cara.
Ratusan warga muslim Amerika Serikat menggelar salat Jumat di depan Gedung Putih. Menanggapi seruan organisasi muslim Amerika, jemaah menggelar sajadah mereka di sebuah taman yang berada di depan kediaman Trump di kompleks Gedung Putih.
Dengan menggunakan syal berwarna bendera Palestina, para pengunjuk rasa juga memegang spanduk yang bertuliskan kecaman pendudukan Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat
"Trump tak memiliki secuil tanah Yerusalem dan Palestina. Ia punya Trump Tower. Ia dapat memberikannya kepada Israel," ujar Direktur Eksekutif Council on American-Islamic Relations (CAIR), Nihad Awad, seperti dimuat oleh South China Morning Post.
Seorang pengunjuk rasa lainnya, Zaid al-Harasheh, mengatakan, keputusan Trump soal Yerusalem itu tak akan menciptakan perdamaian dan justru menimbulkan lebih banyak kekacauan.
Â
Donald Trump Resmi Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel
Pada 6 Desember 2017, Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pengumuman Trump sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Selama tujuh dekade, AS bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948.
Sementara, menurut Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak "tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina".
"Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik," ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.
Trump sebelumnya telah bersumpah akan menjadi perantara "kesepakatan akhir" antara Israel dan Palestina. Terkait hal ini, ia menegaskan bahwa dirinya tetap berkomitmen untuk melakukan hal tersebut.
Pengakuan Trump atas Yerusalem dinilai mengisolasi AS dalam salah satu isu diplomatik paling sensitif di dunia. Sebelumnya, wacana Trump tersebut telah menimbulkan badai kritik dari para pemimpin negara-negara Arab dan Eropa.
Advertisement