Liputan6.com, Gothenburg - Pada Sabtu 9 Desember 2017 malam, sekumpulan orang yang mengenakan penutup wajah melemparkan bom molotov ke sebuah singagog -- tempat ibadah umat Yahudi -- di Gothenburg, Swedia.
Serangan tersebut membuat taman tempat ibadah itu terbakar. Namun, bangunan tersebut tak sempat dilalap api dan tak ada seorang pun yang terluka. Pihak berwenang mengatakan, para jemaah melarikan diri ke ruang bawah tanah untuk berlindung.
"Itu kemungkinan merupakan tindak kejahatan kebencian. Serangan itu merupakan usaha pembakaran dengan sengaja. Tapi itu bisa berubah selama penyelidikan," ujar seorang juru bicara kepolisian, Ulla Brehm, dikutip dari The New York Times, Senin (11/12/2017).
Advertisement
Pemimpin sinagog, Allan Stutzinsky, mengatakan kepada surat kabar lokal Dagens Nyheter bahwa sekitar 10 pemuda berkumpul di luar gerbang dan mulai membakar benda-benda serta melemparkannya ke tempat ibadah itu.
Baca Juga
"Mereka mengenakan penutup wajah dan membakar sejumlah benda dan kemudian melemparkannya ke pintu gerbang halaman," ujar Stutzinsy.
"Ada kebakaran di halaman, tapi hujan cukup deras turun dan api padam dengan cukup cepat," imbuh dia.
Meski pelaku sempat kabur, aparat keamanan menangkap tiga orang berusia 20-an tahun yang dicurigai melakukan pembakaran. Polisi tidak memberikan rincian lebih lanjut soal tersangka dan melanjutkan pencarian tersangka lain.
Sejumlah pejabat Swedia mengutuk serangan terhadap tempat ibadah umat Yahudi tersebut, termasuk Perdana Menteri Stefan Lovfen.
"Tidak ada tempat untuk anti-Semitisme di masyarakat Swedia. Pelaku akan bertanggung jawab atas kejahatan mereka," ujar Lovfen. Anti-Semitisme adalah suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi.
Komisioner Otoritas Kepolisian, Dan Eliasson, mengatakan kepada surat kabar Aftonbladet bahwa tingkat ancaman terhadap Yahudi di Swedia meningkat, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Â
200 Orang Berunjuk Rasa di Swedia Menentang Klaim Trump
Sehari sebelum serangan ke sinagog terjadi, sekitar 200 orang berkumpul di Mollevangstorget square, Malmo, Swedia, untuk berunjuk rasa menentang Israel.
Seorang juru bicara kepolisian di Malmo, Calle Persson, mengatakan bahwa pengunjuk rasa meneriakkan ujaran kebencian kepada kaum Yahudi. Demonstrasi serupa juga digelar pada 7 Desember 2018.
Namun seorang demonstran yang berada di luar Kedutaan Besar Amerika Serikat di Stockholm mengatakan, tidak ada ruang bagi para anti-Semitisme.
"Mereka yang mengekspresikan sentimen tersebut harus pergi," ujar pengunjuk rasa tersebut pada 9 Desember 2018.
Seorang juru bicara untuk Jewish Community Center di Malmo, Fredrik Sieradzki, mengatakan bahwa ancaman terhadap kaum Yahudi telah memuncak semenjak demonstrasi terjadi.
Ia mengatakan bahwa baru-baru ini pemimpin Yahudi bertemu dengan perwakilan organisasi muslim dan Palestina di Malmo.
"Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka tidak menerima tindak kejahatan, ancaman kekerasan, atau diskriminasi terhadap orang-orang Yahudi di Malmo," ujar Sieradzki.
Dalam beberapa tahun terakhir, insiden anti-Semitisme di Malmo menjadi yang tertinggi dalam sejarah Swedia.
Pada September lalu, sebuah kelompok neo-Nazi berkeinginan untuk berunjuk rasa di sinagog Gothenburg saat umat Yahudi di seluruh dunia merayakan Yom Kippur. Namun pengadilan menolak permintaan itu.
Advertisement