Liputan6.com, New York - Beberapa waktu lalu, seorang ahli nujum, dengan tepat meramalkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
Ia pun turut memprediksi sejumlah peristiwa yang mungkin terjadi pada tahun-tahun mendatang.
Dilansir dari laman Dailystar.co.uk, Selasa (12/12/2017), di penghujung tahun 2017, pria itu mulai menyatakan ramalannya seputar hal-hal mengerikan yang akan terjadi di tahun 2018.
Advertisement
Hamilton-Parker, namanya, meramalkan serangan Amerika Serikat ke Korea Utara lewat perang yang melibatkan senjata kimia.
Baca Juga
Peramal kelahiran Southampton, Inggris tersebut tak berhenti di situ saja. Sebuah pernyataan mengejutkan keluar dari mulutnya. Ia mengatakan, Kim Jong-un akan digulingkan oleh rakyatnya sendiri di tahun 2018.
Peristiwa lain seperti tenggelamnya sebuah kapal perang milik Amerika Serikat, letusan gunung berapi di Naples (Napoli), juga terjadi dan wabah flu burung, juga jadi penerawangannya.
Hamilton-Parker turut menyoroti sosok Theresa May yang ia nilai akan tetap menjadi PM Inggris. Namun, Negeri Ratu Elizabeth itu juga diprediksi kembali akan menjadi sasaran para pelaku teror.
Sebuah serangan teror di jalan raya Inggris disebut akan kembali terjadi. Tak ketinggalan, ada pula prediksi ketahanan ekonomi global yang menurun.
Menulis di blognya, Craig mengatakan, "2018 akan menjadi tahun kekacauan politik dan krisis lingkungan yang disebabkan oleh perubahan cuaca ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Sementara itu, Hamilton-Parker memprediksi bahwa Uni Eropa akan menghadapi hari-hari paling gelap. Sedangkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan menghadapi upaya pemakzulan tahun 2018 nanti.
Ramalan Sang Pembelot
Ramalan soal Korut sebelumnya juga diutarakan Ri Jong-ho, mantan pejabat bidang ekonomi yang ditunjuk Kim Jong-il, ayah pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. Sebelum membelot, ia bekerja di lembaga rahasia yang dikenal sebagai Office 39, yang berfungsi menjadi 'mesin uang' bagi rezim Korut.
Sebagai sosok yang tahu persis soal kondisi keuangan Korea Utara, Ri mengaku menyaksikan tanda-tanda kelumpuhan ekonomi bekas negaranya. Ia mengatakan, terjangan efek sanksi perdagangan yang diberlakukan PBB terlalu hebat bagi Korut yang terkucil.
"Saya tak tahu apakah Korea Utara akan bisa bertahan dalam waktu setahun akibat hantaman sanksi," kata dia seperti dikutip dari News.com.au.
Ri menambahkan, sanksi yang diberlakukan tahun ini berada pada tingkat berbeda dari sebelumnya. Sebab, China, yang adalah sekutu dekat Korut, menutup semua bisnis milik Pyongyang di negara tersebut. Tak hanya itu, Tiongkok juga nyaris menghentikan suplai produk minyak bumi dan memutus impor tekstil dari Korea Utara.
Akibatnya, pasar untuk Korut terblokir, barang keluar ataupun masuk. Ratusan perusahaan kini terpaksa dihentikan operasinya.
"Dampaknya sangat signifikan, itu mengapa mereka merasa terancam dan meluncurkan rudal," kata Ri.
Pria berkaca mata itu mengatakan, dalam hal aktivitas ekonomi, bisa dibilang, Korut sudah lumpuh.
"Tak ada listrik, rezim membelanjakan uangnya untuk persenjataan militer," kata dia. "Dan jika tak ada tenaga listrik, bagaimana pabrik bisa beroperasi?"
Ri mengatakan, rakyat Korut putus asa menanti pasokan energi. Mereka kembali ke era pertanian yang primitif tanpa listrik. "Ketika melihat Semenanjung Peninsula dari atas, Korea Utara bak noktah hitam. Gelap gulita," tambah dia.
Bahkan sebelum sanksi terbaru PBB diberlakukan, Ri yang mengaku selama bekerja 30 tahun di pusat kebijakan keuangan rezim, ia menyaksikan penurunan ekonomi Korut yang membuat warganya kelaparan.
Advertisement