Sukses

Uni Eropa Menolak Ikut Jejak AS soal Klaim Yerusalem

Uni Eropa sepakat keputusan presiden AS yang akui Yerusalem ibu kota Israel buruk bagi upaya perdamaian.

Liputan6.com, Brussels - Menteri-Menteri Luar Negeri Eropa menolak keras permintaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar mengikuti jejak Donald Trump yang mengakui Yerusalem ibu kota Israel.

Oposisi dari seluruh Eropa datang saat Netanyahu melakukan lawatan resmi pertama ke Uni Eropa sebagai Perdana Menteri Israel selama 22 tahun terakhir.

Bahkan Republik Ceko, salah satu sekutu terdekat Israel, mengatakan bahwa keputusan Presiden AS itu buruk bagi upaya perdamaian. Prancis mengatakan bahwa status Yerusalem dapat ditentukan hanya dalam kesepakatan akhir antara Israel dan Palestina.

Netanyahu meminta pemerintah Eropa untuk mendukung inisiatif perdamaian AS meskipun fakta bahwa Trump belum mengungkapkan rincian tentang hal itu. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (12/11/2017).

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, menjelaskan bahwa UE tidak akan menulis cek kosong bagi rencana perdamaian Trump yang tak terlihat usai resmi mengakui Yerusalem ibu kota Israel. 

Mereka juga mendesak Washington untuk mengungkapkan apa yang sedang disusun oleh Jason Greenblatt, utusan Timur Tengah Trump, dan Jared Kushner, menantu Trump dan penasihat senior terhadap Yerusalem.

"Kami telah menunggu lama apa inisiatif Amerika, dan jika tidak diumumkan maka Uni Eropa harus mengambil inisiatif," kata Le Drian.

Langkah dramatis Netanyahu yang meminta Uni Eropa mengikuti kebijakan Donald Trump ini datang setelah Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah mengatakan akan memperbarui fokus mereka ke Palestina.

Demo di depan kantor Uni Eropa saat kedatangan PM Israel (JOHN THYS / AFP)

Nasrallah juga memanggil seluruh sekutu Hizbullah untuk bersatu melawan Israel. Rencananya akan ada ratusan ribu orang berdemonstrasi di Beirut menolak rencana Trump.

Netanyahu, yang bertemu dengan para Menteri Luar Negeri Uni Eropa di Brussels, mengatakan bahwa langkah Trump membuat perdamaian di Timur Tengah akan terwujud, "karena mengakui kenyataan adalah substansi dan landasan perdamaian".

Dia mengatakan, semua atau sebagian besar negara Eropa telah memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem dan mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel, meskipun tidak ada bukti bahwa negara Eropa sedang bersiap untuk melakukannya.

Diplomat Swedia, Margot Wallstrom, pasca-pertemuan tersebut mengatakan: "Saya tidak melihat bahwa negara lain akan melakukan itu (memindahkan kedutaan) dan saya tidak berpikir ada negara Uni Eropa lainnya yang akan melakukannya."

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, mengulangi komitmen blok tersebut atas solusi dua negara, mengatakan kepada Netanyahu bahwa pihaknya akan terus mengakui konsensus internasional mengenai Yerusalem.

"Uni Eropa akan meningkatkan upaya perdamaiannya dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, bulan depan," katanya.

Diplomat AS terus berusaha mengatasi kerusakan yang diakibatkan oleh keputusan Trump usai pengakuan Yerusalem ibu kota Israel. Padahal selama bertahun-tahun pihaknya telah melakukan diplomasi ala AS dan konsensus hukum internasional.

Ditanya dalam konferensi via telepon dengan wartawan tentang apakah Presiden akan berubah pikiran, David Satterfield, Asisten Sekretaris Biro Urusan Timur Dekat, mengatakan tidak.

"Keputusan Presiden telah dibuat," kata Satterfield terkait pengakukan Yerusalem kota Israel.

"Seperti yang saya katakan, apa yang Presiden yakin adalah langkah yang tepat, pada saat yang tepat. Presiden juga mengatakan bahwa tindakan ini sama sekali tidak mengurangi hasil negosiasi status akhir antara Israel dan Palestina," tutupnya.

 

 

2 dari 2 halaman

Palestina Galang Dukungan

Pejabat Palestina meminta Eropa untuk mengambil peran lebih besar dalam proses perdamaian yang sekarat setelah langkah Trump memicu protes di berbagai kawasan di Timur Tengah.

Abbas melakukan perjalanan ke Istanbul dan Kairo untuk bertemu dengan Presiden Mesir, Abdel Fatah al-Sisi, dan mitranya dari Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk menggalang dukungan menjelang pertemuan puncak darurat Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Turki minggu ini.

Warga Palestina menyerukan kepada anggota 57 negara OKI untuk membuat pengakuan sendiri atas Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.

Mengikuti pertemuannya dengan Sisi pada hari Senin, Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan bahwa setiap langkah yang mencegah kemungkinan kesepakatan antara Israel dan Palestina adalah kontraproduktif dan tidak stabil.

Negara-negara Arab mengutuk keputusan Trump atas Yerusalem pekan lalu dan berjanji untuk mendesak badan-badan internasional untuk mengambil tindakan terhadapnya, meskipun tanpa mengumumkan tindakan konkret.

Demo Anti-Israel di Eropa 

Telah terjadi kecaman yang meluas di Jerman tentang demonstrasi anti-Israel akhir pekan lalu yang mencakup nyanyian "Kematian bagi Israel" dan insiden di mana pemrotes membakar bendera Israel.

Protes berlangsung di Berlin pada Jumat dan Minggu, demonstran pro dan anti-Israel bentrok di sela-sela demonstrasi di Munich dan beberapa ratus orang juga melancarkan protes di depan konsulat AS di Düsseldorf.

Angela Merkel, Kanselir Jerman, mengatakan pada hari Senin, "Kami mengutuk semua jenis antisemitisme dan xenofobia dan tidak ada perselisihan, bahkan atas status Yerusalem, membenarkan tindakan semacam itu."