Sukses

Pembelot Korut: Tahanan Dipaksa Aborsi, Jasad Jadi Makanan Anjing

Sang pembelot dari Korea Utara itu memaparkan pengalamannya di dalam pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB.

Liputan6.com, New York - Seorang perempuan pembelot Korea Utara mendeskripsikan pengalaman mengerikan yang ia rasakan semasa menjalani hukuman di kamp penahanan di negaranya sendiri.

Sang pembelot memaparkan pengalamannya di dalam pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB yang membahas tentang nasib nahas perempuan Korea Utara yang menjalani hukuman di kamp penahanan akibat melakukan pembelotan.

Forum berjudul "The Terrifying Experience of Forcibly Repatriated North Korean Women" yang digelar pada Senin 11 Desember 2017 itu dihadiri oleh perwakilan sejumlah negara anggota DK PBB.

Ji Hyeon-a memaparkan, dirinya pernah menyaksikan jasad salah satu penghuni kamp tahanan yang diumpan ke anjing oleh penjaga Korea Utara.

Ia juga mendeskripsikan pengalaman sejumlah perempuan hamil yang dipaksa untuk aborsi oleh pengawas kamp tahanan tersebut.

"Perempuan hamil juga dipaksa melakukan kerja paksa sepanjang hari. Malamnya, kami mendengar para ibu hamil berteriak dan bayi-bayi tewas sebelum mampu melihat ibu mereka sendiri," kata Ji Hyeon-a seperti dikutip Foxnews.com, Selasa (12/12/2017).

Ji Hyeon-a melanjutkan, perempuan pembelot yang hamil yang mengandung bayi usai berhubungan seks dengan warga asing non-Korut, akan dipaksa untuk menggugurkan kandungannya.

"Karena Korea Utara tak mengizinkan bayi ber-ras campuran," paparnya.

Ia sendiri sempat menjadi korban aborsi paksa, karena mengandung bayi saat membelot ke China beberapa tahun silam.

Setelah otoritas Tiongkok melakukan re-patriasi terhadapnya, Ji Hyeon-a kemudian ditangkap dan menjalani hukuman di salah satu kamp kerja paksa di Korea Utara.

Saat menjalani hukuman di kamp tersebut, Ji Hyeon-a dipaksa untuk menggugurkan kandungannya yang masih berusia tiga bulan.

"Anak pertama saya tewas saat masih belum bisa melihat dunia, saat saya belum sempat mengucapkan maaf kepadanya," kenang Ji.

Perempuan malang itu pun akhirnya berhasil membelot kembali ke Korea Selatan pada 2007. Dan hingga kini, Ji Hyeo-a merasa sangat bebas ketimbang menjalani hari-hari di Korea Utara.

Sang Pembelot Mengkritik China

Ji Hyeo-a kemudian memanfaatkan pertemuan DK PBB tersebut untuk mengkritisi kebijakan pemerintah China yang melakukan re-patriasi terhadap para pembelot Korea Utara.

"Padahal banyak warga Korea Utara hidup di dalam penjara mengerikan dan Kim Jong-un melakukan berbagai pembantaian di sana. Butuh keajaiban untuk dapat bertahan hidup di Korea Utara," paparnya.

 

2 dari 2 halaman

Dubes AS untuk PBB: Rakyat Korea Utara Dimanfaatkan

Dalam forum tersebut, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley mengatakan bahwa kisah serupa pengalaman Ji Hyeo-a harus digaungkan agar masyarakat dunia tahu apa yang dialami oleh warga Korea Utara.

"Kita harus menceritakan kisah lengkap orang Korea Utara. Hanya beberapa dari mereka, yang telah melarikan diri untuk menceritakan kebenaran tentang perjuangan mereka untuk kebebasan. Harapan saya adalah kita mendengar cerita mereka," papar Nikki Haley seperti dikutip dalam rilis resmi dari Asia-Pacific Media Hub, Kementerian Luar Negeri AS, Selasa 12 Desember 2017.

Haley melanjutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis yang dilakukan oleh pemerintah Korea Utara lebih dari sekadar penyebab penderitaan rakyatnya. Mereka juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk menjaga rezim Kim Jong Un tetap berkuasa.

"Rezim (Korea Utara) juga memanfaatkan hal tersebut untuk mengembangkan persenjataan yang tidak perlu dan mendukung kekuatan militer konvensional yang sangat besar yang menimbulkan risiko serius bagi perdamaian dan keamanan internasional," tambahnya.

"Misi mereka (Korut) untuk memiliki senjata nuklir dimulai dengan penindasan dan eksploitasi orang-orang Korea Utara biasa. Melalui ekspor pekerja ke luar negeri untuk mendapatkan mata uang keras dan penggunaan kerja paksa di dalam negeri, rezim tersebut menggunakan rakyatnya untuk menanggung program rudal nuklir dan balistiknya," ujar Haley.