Liputan6.com, Washington, DC - Pulau baru yang terbentuk dari erupsi vulkanik sebuah gunung berapi di Pasifik Selatan, diperkirakan mampu bertahan di samudera selama beberapa dekade. Kata studi yang dilakukan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Hunga Tonga-Hunga Ha'apai, merupakan sebuah pulau yang terbentuk oleh erupsi vulkanik gunung berapi bawah air sepanjang Desember 2014 - Januari 2015. Menurut prediksi awal, pulau dengan titik puncak tertinggi yang mencapai 120 meter itu, hanya mampu bertahan selama sekian bulan.
Namun, NASA percaya bahwa Hunga Tonga-Hunga Ha'apai dapat bertahan di Samudera Pasifik selama 6 - 30 tahun, menjadikan pulau itu sebagai yang pertama yang mampu bertahan di era satelit modern. Demikian seperti dikutip The Guardian, Selasa (12/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
NASA telah mengobservasi pulau tersebut sejak awal pembentukannya, dengan menggunakan satelit beresolusi tinggi, sensor optik, dan radar. Lewat pengamatan selama sekian tahun itu, badan antariksa Amerika Serikat telah mampu membangun gambaran tentang bagaimana bentuk awal Hunga Tonga-Hunga Ha'apai dan perubahan topologinya dari waktu ke waktu.
"Pulau vulkanik adalah beberapa bentang alam yang paling sederhana untuk dibuat," kata Jim Garvin, ilmuwan kepala pusat penerbangan luar angkasa Goddard, NASA.
"Minat kami adalah menghitung berapa banyak perubahan lanskap dari waktu ke waktu, terutama volumenya. Proses itu merupakan langkah awal untuk memahami tingkat dan proses erosi dan menguraikan mengapa hal itu bertahan lebih lama dari yang diperkirakan kebanyakan orang," tambahnya menjelaskan pulau vulkanik itu.
Berikut video menarik seputar Pulau Hunga Tonga-Hunga Ha'apai:
Mampu Dijadikan untuk Mempelajari Mars
Jim Garvin, ilmuwan kepala pusat penerbangan luar angkasa Goddard, NASA melanjutkan, Hunga Tonga-Hunga Ha'apai juga memberi para peneliti wawasan tentang fitur serupa di bagian lain di tata surya, termasuk bentukan yang terjadi di Mars.
"Segala sesuatu yang kita pelajari tentang apa yang kita lihat di Mars didasarkan pada pengalaman dalam menafsirkan fenomena alam di Bumi," kata Garvin.
"NASA berpikir bahwa terjadi letusan vulkanik di Mars pada saat planet tersebut masih mengandung air yang persisten. Dan kita bisa menggunakan pulau Tonga dan proses evolusinya sebagai cara untuk menguji apakah ada yang mewakili peristiwa serupa di Mars, terkait potensi lingkungan samudera dan danau," tambahnya.
Pada bulan Mei 2016, para periset menduga bahwa Hunga Tonga-Hunga Ha'apai akan hancur saat lautan membasahi tepian selatan pulau tersebut yang berupa dinding kawah. Namun, pada bulan Juni tahun yang sama, sebuah gundukan pasir telah terbentuk dan pulau tersebut terus stabil sepanjang tahun.
Para ilmuwan tidak yakin mengapa Hunga Tonga-Hunga Ha'apai mampu bertahan begitu lama. Akan tetapi, sebuah pulau yang serupa di Islandia, yang disebut Surtsey, dapat menyajikan secercah petunjuk.
Berdasarkan hasil analisis terhadap pulau Surtsey, air laut yang memanas berinteraksi dengan abu letusan vulkanik. Proses itu secara kimia mengubah batu yang sebelumnya rapuh dan mudah terkikis menjadi komposisi yang lebih keras. Periset menduga hal serupa terjadi pada Hunga Tonga-Hunga Ha'apai di Pasifik Selatan.
Seberapa persis Hunga Tonga dapat bertahan, tergantung pada faktor lingkungan, termasuk erosi gelombang, papar NASA.
Advertisement