Sukses

Terungkap, Ini Alasan Mengapa Pria Lebih Manja Saat Flu

Saat terkena flu, para pria biasanya dianggap membesar-besarkan rasa sakitnya, atau dikenal dengan istilah 'man flu'.

Liputan6.com, St. John - Saat pria mengeluh sedang merasakan gejala flu, biasanya mereka akan lebih rewel dibanding perempuan. Sikap pria yang dianggap membesar-besarkan rasa sakitnya itu pun dikenal dengan istilah "man flu".

Meski kata tersebut umum digunakan, terutama di Inggris, belum ada tinjauan ilmiah yang menguji apakah istilah tersebut akurat.

Untuk menguji keakuratan istilah tersebut, asisten klinis profesor di Memorial University of Newfoundland di Kanada, Dr Kyle Sue, menemukan literatur ilmiah yang mendukung istilah itu.

Dalam literatur itu disebutkan bahwa pria memiliki respons kekebalan yang lebih lemah terhadap virus penyebab flu. Hal tersebut membuat mereka memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gejala lebih serius, bahkan kematian.

Sebagai contoh, sebuah penelitian pada 2008 menemukan bahwa perempuan memiliki respons kekebalan yang lebih kuat terhadap vaksin flu. Hal itu membuat mereka menghasilkan antibodi lebih tinggi terhadap virus yang terdapat di vaksin.

Studi lain dari Hong Kong dan Amerika Serikat menemukan bahwa pria berisiko lebih tinggi untuk mendapat perawatan dan meninggal karena flu.

"Pria mungkin tidak melebih-lebihkan gejala, tapi mereka memiliki respons kekebalan yang lebih lemah terhadap virus pernapasan, yang menyebabkan pria memiliki morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibanding perempuan," jelas Sue, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (13/12/2017),

Menurut Sue, belum jelas mengapa pria memiliki respons kekebalan tubuh yang lebih lemah terhadap virus pernapasan. Namun, menurut Sue, hormon dapat berperan terhadap hal itu. Pasalnya, hormon estrogen "perempuan", memberikan efek perlindungan terhadap virus tersebut.

Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian 2016, para peneliti memaparkan estrogen ke sel-sel hidung perempuan dan laki-laki di dalam sebuah cawan. Mereka kemudian menginfeksi sel-sel hidung itu dengan virus flu.

Para peneliti menemukan bahwa estrogen mengurangi jumlah virus flu dalam sel hidung perempuan, bukan laki-laki.

Terlebih lagi, penelitian lain menunjukkan bahwa hormon testosteron "laki-laki" dapat menurunkan respons kekebalan tubuh terhadap virus flu.

 

2 dari 2 halaman

Terkait Evolusi

Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut di bidang tersebut. Sebagian karena beberapa studi itu tak mempertimbangkan faktor-faktor seperti merokok dan seberapa sering seseorang melakukan tindak pencegahan.

Hal tersebut dapat memengaruhi kesehatan seseorang secara keseluruhan dan kemampuan mereka untuk merespons virus flu.

Sementara itu, sejumlah peneliti lain berspekulasi bahwa respons kekebalan pria tampaknya lemah terhadap virus tertentu memiliki penjelasan evolusioner.

Bagi nenek moyang kita, efek testosteron yang dapat meningkatkan massa otot dan tulang, kemungkinan memiliki efek imunosupresif atau menekan kerja imun. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memeriksa hipotesis itu.

Sue juga mengatakan, penyimpanan energi ekstrem yang dibutuhkan laki-laki saat menderita flu merupakan perilaku evolusioner.

"Berbaring di sofa, tidak bangun dari tempat tidur, atau membutuhkan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari bisa menjadi perilaku evolusioner yang melindungi dirinya dari predator," ujar Sue.